Minyak Atsiri Indonesia

June 10, 2009

Minyak Atsiri Indonesia

Filed under: Uncategorized — Sahroel Polontalo @ 5:19 pm

Minyak Atsiri Indonesia

Sumber: Dewan Atsiri Indonesia dan IPB, 2009, “Minyak Atsiri Indonesia”. Editor: Dr. Molide Rizal, Dr. Meika S. Rusli dan Ariato Mulyadi.

cover1

Minyak atsiri  dikenal dengan nama minyak eteris atau minyak terbang merupakan bahan yang bersifat mudah menguap (volatile), mempunyai rasa getir, dan bau mirip tanaman asalnya yang diambil dari bagian-bagian tanaman seperti daun, buah, biji, bunga, akar, rimpang, kulit kayu, bahkan seluruh bagian tanaman. Minyak atsiri selain dihasilkan oleh tanaman, dapat juga sebagai bentuk dari hasil degradasi oleh enzim atau dibuat secara sintetis.

Proses produksi minyak atsiri dapat ditempuh melalui 3 cara, yaitu: (1) pengempaan (pressing), (2) ekstraksi menggunakan pelarut (solvent extraction), dan (3) penyulingan (distillation). Penyulingan merupakan metode yang paling banyak digunakan untuk mendapatkan minyak atsiri. Penyulingan dilakukan dengan mendidihkan bahan baku di dalam ketel suling sehingga terdapat uap yang diperlukan untuk memisahkan minyak atsiri dengan cara mengalirkan uap jenuh dari ketel pendidih air (boiler) ke dalam ketel penyulingan.

Minyak atsiri merupakan salah satu komoditas ekspor agroindustri potensial yang dapat menjadi andalan bagi Indonesia untuk mendapatkan devisa. Data statistik ekspor-impor dunia menunjukan bahwa konsumsi minyak atisiri dan turunannya naik sekitar 10% dari tahun ke tahun. Kenaikan tersebut terutama didorong oleh perkembangan kebutuhan untuk industri food flavouring, industri komestik dan wewangian.

A. Potensi Indonesia sebagai Sumber Atsiri

Beberapa contoh tanaman sumber minyak atsiri yang tumbuh di Indonesia dan bagian  tanaman yang mengandung minyak atsiri:

  • Akar : Akar wangi, Kemuning
  • Daun: Nilam, Cengkeh, Sereh lemon, Sereh Wangi, Sirih, Mentha, Kayu Putih, Gandapura, Jeruk Purut, Karmiem,  Krangean, Kemuning, Kenikir, Kunyit, Kunci, Selasih, Kemangi.
  • Biji: Pala, Lada, Seledri, Alpukat, Kapulaga,  Klausena, Kasturi, Kosambi.
  • Buah: Adas, Jeruk, Jintan, Kemukus, Anis, Ketumbar.
  • Bunga: Cengkeh, Kenanga, Ylang-ylang, Melati, Sedap malam, Cemopaka kuning, Daun seribu, Gandasuli kuning, Srikanta, Angsana, Srigading.
  • Kulit kayu: kayu manis, Akasia, Lawang, Cendana, Masoi, Selasihan, Sintok.
  • Ranting: Cemara gimbul, Cemara kipas.
  • Rimpang: Jahe, Kunyit, Bangel, Baboan, Jeringau, Kencur, Lengkuas, Lempuyang sari,Temu hitam, Temulawak, Temu putri.
  • Seluruh bagian: Akar kucing, Bandotan, Inggu, Selasih, Sudamala, Trawas.

Dalam buku ini, akan dijelaskan beberapa tanaman penghasil minyak atsiri yang menjadi komoditi andalan Indonesia.

Nilam (Patchouli)

Re-exposure of nilam

Nilam (Pogostemon spp) dikenal dengan berbagai nama di beberapa daerah, seperti: dilem (Sumatera-Jawa), rei (Sumbar, pisak (Alor), ungapa (Timor). Dalam perdagangan internasional nilam dkenal sebagai pathcouly. Di kalangan ilmiawan dikenal beberapa spesies Pogostemon sp, antara lain:

  • Pogostemon cablin Benth. Populer  dengan nama nilam Aceh, ciri utamanya adalah daunnya membulat seperti jantung dan di permukaan bagian bawahnya terdapat bulu-bulu rambut. Jenis ini sampai umur 3 (tiga)  tahun hampir tidak berbunga.
  • Pogostemon hortensis Backer. Dikenal dengan nama nilam sabun. Ciri utamanya lembaran daun lebih tipis, tidak berbulu, permukaan daun tampak mengkilat, dan warnanya hijau.
  • Pogostemon heyneanus Benth. Sering disebut nilam hutan atau nilam Jawa. Ciri-cirinya yaitu ujung daun agak runting, lembaran daun tipis dengan warna hijau tua dan berbunga lebih cepat.

Dari ketiga jenis nilam tersebut, yang paling tinggi kandungan minyaknya adalah nilam Aceh (2,5 – 5,0%), sedangkan nilam lainnya rata-rata hanya mengandung 0,5 – 1,5 %. Saat ini telah dikenal 3 varitas unggul nilam Indonesia dengan produktivitas > 300 kg minyak / ha yaitu Sidikalang, Tapaktuan dan Lhokseumawe.

Budidaya nilam tidaklah terlalu sulit, yang perlu diperhatikan adalah ketepatan memilih jenis varitas nilam, pengelolaan budidaya secara intensif dan lingkungan tumbuh yang memenuhi persyaratan, yakni pada suhu 24 – 28 °C, curah hujan 2000 – 3500 mm / tahun atau kelembaban > 75%, tekstur tanah remah, gembur dan banyak humus, dan ketinggian tanah mencapai 50 – 400 m dpl. Tanaman yang tumbuh di dataran rendah memiliki kadar minyak tinggi, PA (pathchouly alcohol) rendah, dan sebaliknya di dataran tinggi, kadar minyak rendah tapi PA-nya tinggi.

Sentra produksi minyak nilam banyak tersebar di NAD, Sumut, Sumbar, Bengkulu, Sumsel, Jabar, Jateng, dan Jatim. beberapa daerah juga mulai mengembangkan nilam seperti Sulsel, Kaltim, Kalteng. Tabel I memperlihatkan luas areal dan produksi minyak nilam di beberapa daerah.

Re-exposure of 0t1

Minyak nilam diproduksi dengan cara penyulingan, baik dengan uap (kukus) maupun  uap bertekanan tinggi. Komponen utama dalam minyak nilam adalah PA yng kadarnya berkisr 30%. Komponen inilah yang biasanya dijadikan dasar penentuan mutu minyak nilam yang diinginkan pembeli selain minyak bebas cemaran besi (Fe). Oleh karena itu penyulingan sebaiknya dilakukan dengan menggunakan ketel berbahan bebas karat (stainless steel) bukan dari besi atau baja yang bersifat korosif.

Minyak nilam digunakan sebagai fiksasif atau pengikat bahan-bahan pewangi lain dalam komposisi parfum dan kosmetik. Selain digunakan dalam bentuk minyak, daun nilam juga berguna untuk bahan pelembab kulit, menghilangkan bau badan, pengawet mayat dan obat gatal-gatal pada kulit.

Minyak nilam diekspor ke berbagai negara seperti Amerika, Singapura, Jepang, Perancis, Switzerland, Inggris, Taiwan, Belanda, Jerman dan Cina dengan volume ekspor sebanyak 2.074.250 kg minyak, nilai ekspor US$ 27.136.913 pada ahun 2004 (BPS, 2007). Perkiraaan pemakaian dunia pada tahun 2006 sekitar 1500 ton / tahun dan Indonesia adalah produsen utama. Situasi tahun 2007 – 2008 yang tidak kondusif (harga berfluktuatif cukup signifikan) berakibat turunnya produksi dan pemakaian sampai lebih dari 40% (Mulyadi, 2008). Performa ekspor minyak nilam Indonesia secara volume (kg) diperkirakan hanya sekitar 50-60% dari ekspor 2006, meskipun secara nilai (USD/Rp) meningkat tajam karena ada lonjakan harga yang signifikan.

Akar Wangi (Vetiver)

Akar wangi (Vetiveria zizanoides Stapt) termasuk famili Graminae atau rumput-rumputan. Memiliki bau yang sangat wangi, tumbuh merumpun lebat, akar serabut bercabang banyak berwarna merah tua. Waktu penanaman setiap saat sepanjang tahun, namun yang terbaik adalah di awal musim hujan.

Re-exposure of akar wangi

Proses produksi minyak akar wangi dilakukan dengan penyulingan uap pada tekanan bertingkat I-3 atm selama 8 – 9 jam dengan laju destilasi 0,7 – 0,8 liter destilat/kg akar/jam. Rendemen rata-rata minyak akar wangi 1,5 – 2%. Mutu minyak akar wangi tidak hanya tergantung pada umur akar, tetapi juga tergantung dari lamanya penyulingan. Bau gosong yang ditimbulkan karena penyulingan yang cepat akan menurunkan mutu dan harga minyak akar wangi yang diinginkan pembeli.

Re-exposure of t2

Komponen yang menyusun minyak akar wangi yaitu: vetiveron,  vetiverol, vetivenil, vetivenal, asam palmitat, asam benzoat, dan vetivena. Banyak digunakan sebagai bahan baku kosmetik, parfum, dan bahan pewangi sabun. Minyak akar wangi mempunyai bau yang menyenangkan, keras, tahan lama, dan disamping itu juga berfungsi sebagai pengikat bau (fixative).

Perkiraan permintaan dunia lebih dari 200 ton / tahun.  Indonesia merupakan pemain penting dengan sentra produksi di Garut memiliki luas areal sebesar 2.063 ha dan produksi minyak sebanyak 34,5 ton pada tahun 2007 (Subdit. Tanaman Atsiri – Deptan, 2008). Dewasa ini selain ke Eropa, minyak akar wangi juga diekspor ke USA, Jepang, dan Singapura. Kinerja ekspor minyak akar wangi (2002-2006) diperlihatkan pada Tabel 2.

Sereh Wangi (Citronella)

Sereh wangi diduga berasal dari Srilangka. Nama latinnya adalah Cymbopogon nardus L., termasuk dalam suku  Poaceae (rumput-rumputan). Varietas sereh wangi yang paling dikenal adalah varitas Mahapegiri (java citronella oil) dan varitas Lenabatu (cylon citronella oil). Varitas Mahapegiri mampu memberikan mutu dan rendemen minyak yang lebih baik dbandingkan varitas Lenabatu.

Re-exposure of sereh wangi

Daerah  penanaman dan produksi minyak sereh wangi di Indonesia dengan luas areal  pada tahun 2007 sebesar 19.592,25 ha (Tabel 3), terbesar di daerah Jawa, khususnya Jabar dan Jateng dengan pangsa pasar dan produksi mencapai 95% dari total produksi Indonesia. Area lainya adalah NAD dan Sumatera Barat. Daerah sentra produksi di Jawa Barat adalah: Purwakarta, Subang, Pandeglang, Bandung, Ciamis, Kuningan, Garut, dan Tasikmalaya. Sedangkan di Jateng adalah Cilacap, Purbalingga dan Pemalang (Data Sbdit Tanaman Atsiri, Dittansim, 2008).

Proses pengambilan minyak sereh wangi di Indonesia biasanya dilakukan melalui proses penyulingan selama 3 – 4 jam. Rendemen rata-rata minyak sereh wangi sekitar 0,6 – 1,2% tergantng jenis sereh wangi serta penanganan dan efektifitas penyulingan.

Re-exposure of t3

Komponen terpenting dalam minyak sereh wangi adalah sitronellal dan geraniol. Kedua komponen tersebut menentukan intensitas bau, harum, serta nilai harga minyak atsiri, sehingga kadarnya harus memenuhi syarat ekspor agar dapat diterima. Minyak ini digunakan dalam industri, terutama sebagai pewangi sabun, sprays, desinfektans, pestisida nabati, bahan pengilap, peningkat oktan BBM dan aneka ragam preparasi teknis.

Perkiraan pemakaian dunia pada tahun 2007 lebih dari 2000 ton / tahun. Indonesia adalah produsen ketiga dunia setelah Cnia dan Vietnam. Beberapa  negara yang selalu aktif membeli sereh wangi Indonesia antara lain adalah Singapura, Jepang, AS, Australia, Belanda, Inggris, Perancis, Jerman, Italia, India, dan Taiwan. Dengan pembeli utama adalah AS, Perancis, Italia, Singapura dan Taiwan. Volume ekspor minyak sereh wangi relatif kecil, yakni sebesar 115,67 ton dengan nilai US$ 701,0 pada tahun 2004.

Cengkeh (Clove)

Cengkeh (Syzygium aromaticum) termasuk jenis tumbuhan perdu yang dapat memliki batang pohon besar dan berkayu keras. Tinggi tanaman dapat mencapai 15 – 20 meter dan dapat bertahan sampai umur ratusan tahun.

Cengkeh

Tanaman cengkeh mempunyai sifat khas karena semua bagian pohon mengandung minyak, mulai dari akar, batang, daun sampai bunga. Kandungan minyak cengkeh pada bagian-bagian tanaman tersebut bervariasi jumlahnya namun kadar minyak yang paling tinggi terdapat pada bagian bunga (20%) sedangkan bagian gagang dan daun mengandung sekitar 4 – 6 %.

Areal produksi tanaman cengkeh hampir tersebar di semua daerah di Indonesia mulai dari NAD sampai Papua dengan luas areal terluas di Jawa dan Sulawesi. Luas areal tanaman ini mengalami sedikit peningkatan setiap tahunnya atau lebih cenderung stabil (Tabel 4).

Re-exposure of t4

Cara penyulingan yang paling sederhana untuk mendapatkan minyak cengkeh adalah dengan penyulingan air dan uap dengan lama penyulingan sekitar 7 – 8 jam untuk daun basah dan 6  – 7 jam untuk penyulingan daun kering.

Penggunaan tekanan bertahap mulai dari 1 bar sampai 2 bar dapat mempersingkat lama penyulingan menjadi 4 – 5 jam.

Minyak daun cengkeh berupa cairan berwarna bening sampai kekuning-kuningan mempunyai rasa yang pedas, keras, dan berbau aroma cengkeh. Warnanya akan berubah menjadi coklat atau berwarna ungu jika terjadi kontak dengan besi atau akibat penyimpanan.

Sentra produksi minyak cengkeh terdapat di Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Sumtarea Barat, Bali, dan Sulawesi Selatan. Produksi minyak cengkeh Indonesia pada tahun 2007 sekitar 2.500 ton dengan perkiraan pemakaian dunia sekitar 3.500 ton / tahun (Mulyadi, 2008). Walaupun demikian volume ekspor minyak cengkeh sangat kecil, karena sebagian besar minyak cengkeh sudah diolah menjadi produk turunannya sehingga yang diekspor lebih banyak pada produk turunannya, seperti eugenol, eugenol asetat, dll.

Pala (Nutmeg)

Re-exposure of pala

Pala yang mempunyai mutu terbaik  dalam dunia perdagangan adalah pala yang berasal dari Myristica fragrans H. Pala menghendaki iklim laut yang panas (25 – 30 °C), tetapi basah, curah hujan 2.500 mm/tahun. Tanaman pala dapat tumbuh di dataran rendah yang kurang dari 700 m dpl pada tanah berpasir bercampur humus. Tingginya dapat mencapai 12 m. Mulai berbunga dan berbuah setelah berumur 4 – 6 tahun, dan produktif berbuah sampai 25 tahun. Buah pala berbentuk bulat telur sampai lonjong, bagian terluar adalah kulit buah. Di bawah daging buah terdapat tempurung biji yang diselubungi oleh jala berwarna merah api yang disebut dengan fuli. Di awah tempurung tersebut terdapat biji pala.

Tanaman pala tersebar di wilayah Sumatera, NAD, Jawa, Sulawesi dan Maluku.  Luas arel terbesar berada di NAD dan Maluku seperti ditunjukan pada Tabel 5.

Minyak pala dihasilkan dengan penyulingan air dan uap dari biji atau fulinya. Biji pala menghasilkan minyak atsiri sekitar 7-16%, sedangkan bagian fuli menghasilkan minyak sekitar 4 – 15%. Biji pala muda menghasilkan rendemen minyak yang lebih besar dibandingkan dengan biji pala tua.

Re-exposure of t5

Komponen utama minyak pala adalah miristisin yang bersifat racun dan mempunyai efek narkotika, sehingga penggunaan dalam industri pangan dan obat-obatan sangat sedikit. Minyak pala juga digunakan dalam industri parfum dn pasta gigi.

Indonesia memegang peranan penting dalam pasar dunia karena sebagian besar kebutuhan pala dunia berasal dari Indonesia. Negara produsen utama lainnya adalah Granada, India, dan Madagaskar. Lebih dari 60% kebutuhan pala dunia berasal dari Indonesia dengan volume ekspor lebih dari 200 ton/tahun, cenderung stabil hingga tahun 2007 (Mulyadi, 2008). Namun pada tahun 2008, output minyak pala Indonesia menurun drastis karena hama yang menyerang tanaman pala di Sumatera. Jika ditinjau dari nilainya, perkembangan nilai ekspor minyak pala menunjukan peningkatan yang cukup signifikan.

Jahe (Ginger)

Re-exposure of jahe

Kondisi lingkungan dimana tanaman jahe dapat tumbuh dengan baik adalah pada curah hujan sekitar 2500-4000 mm per tahun, pada suhu 25-35 oC, dan dengan kelembaban udara yang sedang dan tinggi. Tanaman jahe menghendaki tanah yang subur, gembur, kaya akan humus dan berdrainase baik; dapat juga tumbuh di tanah latosol merah coklat dan tanah andosol.

Proses produksi minyak jahe dilakukan dengan penyulingan (melalui steam distillation atau water distillation) atau ekstraksi rimpang jahe yang sebelumnya telah dikeringkan dalam bentuk serpihan atau dibuat serbuk. Rendemen rata-rata minyak jahe adalah 1-3% (kering) tergantung jenis jahe serta penanganan dan efektifitas proses penyulingan. Ekstraksi dengan pelarut menghasilkan rendemen yang lebih tinggi dibandingkan dengan penyulingan, karena selan minyak atsiri, juga dihasilkan oleoresin. Oleoresin inilah yang membentuk rasa pedas pada jahe.

Komponen utama dalam minyak jahe adalah zingiberen, dan zingberol yang menyebabkan bau khas minyak jahe. Minyak jahe digunakan sebagai bahan baku minuman ringan (ginger ale), dalam industri penyedap, farmasi dan wangi-wangian.

Minyak jahe banyak diekspor ke USA, Singapura, Jerman, India  dan  Afrika Selatan, dengan importir terbesar adalah USA. Indonesia masih sebagai produsen jahe ketiga terbesar setelah China dan India di pasar global, padahal secara iklim dan kesesuaian lahan Indonesia sangat potensial.

Kenanga (Cananaga)

Re-exposure of kenanga

Tanaman kenanga (Cananga odorata) berasal dari Filipina. Di Pulau Jawa tanaman tersebut tumbuh liar. Tanaman kenanga tumbuh subur di dataran rendah dengan kelembaban tinggi, beriklim tropis dan  dekat dengan pantai. Di Jawa, kenanga biasanya ditanam di pekarangan rumah, tidak dibudidayakan.

Bunga yang masih muda berwarna hijau, sedangkan yang tua berwarna kuning. Rendemen dan mutu minyak tertinggi terdapat pada bunga yang telah matang sempurna (warna kuning tua).

Minyak nenanga diperoleh dengan cara penyulingan bunga kenanga. Di daerah biasanya dilakukan dengan cara rebus. Hasil sulingan terdiri dari beberapa fraksi yang mempunyai komposisi dan mutu yang berbeda. Fraksi dengan mutu paling baik adalah yang mengandung kadar ester dan eter yang tinggi, sesquiterpen yang rendah. Minyak kenanga diekspor masih dalam keadaan crude. Oleh importir Amerika dan Eropa, minyak kenanga biasanya direktifikasi untuk menghasilkan minyak yang lebih jernih dan lebih mudah larut. Minyak yang dihasilkan akan menyusut sebanyak 25%.

Minyak kenanga hanya diproduksi di Indonesia dengan output sebesar 20 ton/tahun. Khusus di Pulau Jawa daerah penghasil minyak kenanga adalah Boyolali dan Blitar. Di dunia pemakaian minyak kenanga masih terbatas dibandingkan minyak ylang-ylang, namun masih tetap penting karena bau minyak kenanga lebih tahan lama dan lebih murah dibandingkan minyak ylang-ylang. Dalam industri, minyak kenanga biasa digunakan sebagai bahan pewangi sabun.

Cendana (Sandalwood)

Minyak cendana (Santanum album L) di Indonesia banyak terdapat di Pulau Timor. Tanaman cendana berupa pohon kecil yang selalu hijau dengan batang lurus dan bulat tanpa alur. Tanaman ini sangat cocok pada daerah yang berudara dingin dan kering serta intensitas cahaya matahari yang cukup. Bulan kering yang panjang sangat baik pengaruhnya terhadap pembentukan minyak dan aroma. Varietas tanaman cendana yang berdaun kecil, mempunyai kadar minyak yang lebih tinggi pada bagian kayu teras, namun kadar santanolnya lebih rendah.

Re-exposure of cendana

Minyak cendana diperoleh dari hasil pengulingan jantung kayu cendana dengan waktu penyulingan cukup lama karena titik didih minyak ini cukup tinggi. Rendemennya sekitar 3-5%.

Komponen utama dalam minyak cendana adalah santanol. Dalam perdagangan internasional, kadar santanol tersebut harus lebih dari 90%, jika tidak maka pasar tidak akan menerimanya.

Perkiraan permintaan dunia lebih dari 50 ton/tahun. Indonesia pernah menduduki peringkat ke-2 setelah India (Myrose). Sandalwood oil memegang peranan penting dalam industri wewangian. Selain dapat digunakan untuk minyak wangi sendiri, dapat pula untuk pengikat minyak wangi mahal (Violet, Cassie, Rose, Reseda, dan Ambete).

Pada tahun 2007, volume ekspor minyak cendana sebanyak 403.148 kg dengan nilai ekspor sebesar US$ 3.814.800 (BPS, 2008), naik cukup signifikan dari tahun sebelumnya dengan volume ekspor hanya 21.751 kg dan nilai sebesar US$ 1.736.214.

Masoi

Cryptocarya_concinna Masoi

Masoi (Cryptocarya spp) tumbuh liar di hutan Indonesia bagian Timur, tingginya sekitar 40 m. Berbatang tegak, bagian dalam berwarna merah, sedangkan kulit berwarna kelabu muda.

Minyak masoi dihasilkan dari proses penyulingan kulit kayu masoi, mempunyai  bau wangi (sweetish oil) dan terasa pedas jika terkena kulit. Minyak ini mengandung sekitar 80% eugenol, dan 6% terpene dan safrole. Minyak ini merupakan sumber natural laktone. Kandungan safrole dalam minyak masoi dibutuhkan dalam industri kimia, untuk pembuat heliotropin, bahan baku celluloide (film), kosmetik dan wewangian.

Minyak masoi diproduksi di Indonesia dengan output lebih dari 5 ton per tahun dengan negara tujuan ekspor yakni USA, Eropa, Australia dan Jepang.

Kayu Putih (Cajeput)

Kayu putih (Melaleuca spp)  termasuk ke dalam famili Myrtaceace dan ordo Myrtalae. Beberapa spesies yang sudah diketahui dapat menghasilkan minyak  kayu putih dan sudah diusahakan secara komersil adalah M. leucodendrom, M. cajuputih Roxb dan M. viridiflora Corn.

kayu_putih1

Pohon kayu putih terdapat secara alami di daerah Asia Tenggara, yang tumbuh di dataran rendah atau rawa tetapi jarang ditemukan di daerah pegunungan. Tanaman kayu putih yang tumbuh di rawa-rawa mempunyai komposisi kimia yang berbeda dengan yang terdapat pada dataran rendah. Tanaman yang  tumbuh di rawa-rawa mempunyai kadar sineol yang rendah, bahkan ada yang tidak mengandung sineol, sehingga tidak mempunyai nilai ekonomi.

Di Indonesia tanaman kayu putih tumbuh di Maluku (Pulau Buru, Seram, Nusalaut, Ambon) dan Sumatera Selatan (sepanjang Sungai Musi, Palembang), Sulawesi Tenggara, Bali, Nusa Tenggara Timur dan Irian Jaya. Di daerah tersebut tanaman kayu putih  tumbuh secara alami, sedangkan tanaman yang diusahakan terdapat di Jawa Timur dan Jawa Barat.

Minyak kayu putih yang diperoleh dengan cara menyuling daun tanaman kayu putih berwarna biru sampai hijau, sementara minyak kayu putih yang telah dimurnikan berwarna kuning sampai tidak berwarna dan berbau seperti kamfer.

Komponen utama dalam minyak kayu putih adalah sineol yang mencapai 65%. Dengan adanya komponen tersebut, minyak kayu putih dapat langsung digunakan sebagai obat-obatan dan minyak wangi. Tetapi di luar negeri, minyak kayu putih juga digunakan sebagai bahan baku untuk industri farmasi dan parfum. Tanaman lain yang juga mengandung sineol adalah eucalyptus, dengan kadar yang kebih besar yakni sekitar 85%.

Permintaan dunia untuk minyak kayu putih ini diperkirakan lebih dari 100 ton per tahun dengan pemakaian terbesar di Asia tengara, sedangkan di dunia, yang lebih banyak diguakan adalah minyak eucalyptus.

Jeruk Purut (Kaffir Lime)

Re-exposure of jeruk purut

Tinggi pohonnya antara 2 dan 12 meter. Batangnya agak kecil, bengkok atau bersudut dan bercabang rendah. Batang yang telah tua berbentuk bulat, berwarna hijau tua, dapat polos atau berbintik-bintik. Daun jeruk purut berwarna hijau kekuningan dan berbau sedap. Bentuknya bulat dengan ujung tumpul dan bertangkai. Tangkai daun bersayap lebar, sehingga hampir menyerupai daun.

Untuk mendapatkan minyak jeruk purut pada umumnya dilakukan penyulingan dengan metode kukus ataupun uap. Bahan yang digunakan adalah daun atau kulit buah jeruk purut tersebut.

Karakteristik minyak daunya terutama didominasi oleh minyak atsiri citronelal (80%), sisanya adalah citronelol (10%), nerol, dan limonena.

Minyak atsiri yang berasal dari kulit jeruk purut pada indutri banyak digunakan sebagai bahan pembuat kosmetik, parfum, antiseptik, dan lain-lain,

Minyak daun jeruk purut dalam perdagangan internasional disebut kaffir lime oil. Minyak atisiri ini banyak diproduksi di Indonesia dengan output beberapa ton per tahun. Pemakaian minyak jeruk purut sementara ini hanya untuk fragran, padahal potensi di flavor cukup besar, namun minyak atsiri ini belum memiliki nomor FEMA.

Adas (Fennel)

Re-exposure of adas

Minyak adas, disebut juga fennel oil,  dihasilkan dari tanaman adas. Varietas yang menghasilkan minyak adas terdiri dari 2 sub spesies, yaitu Var. Vulgare (Miller) Thelling (liar dan pahit) dan Var. Dulce (Miller) Thelling (budidaya secara intensif dan manis).

Minyak adas secara komersil dihasilkan dengan cara penyulingan buah (biji) adas menggunakan sistem penyulingan uap.  Rendemennya sekitar 1-6%. Penyulingan sebaiknya langsung dilakukan setelah biji dipanen. Selama proses penyulingan, harus dijaga agar suhu kondensor agak tinggi, untuk mencegah pembekuan minyak dalam tabung kondensor.

Komponen utama yang terdapat pada minyak adas seperti anthole, fenchone, dan estragole. Keberadaan komponen tersebut tergantung pada jenis varietas adas yang digunakan.

Kayu Manis (Cinamon / Cassia)

Re-exposure of kayu manis

Minyak kayu manis yang diperoleh dari Cinnamomum zeylanicum Ness disebut minyak Cinnamon, sementara yang berasal dari Cinnamomum cassia disebut minyak Cassia. Minyak kayu manis dipergunakan sebagai flavouring agent dalam pembuatan parfum, kosmetik, dan sabun.

Re-exposure of t6

Volume ekspor minyak kayu manis relatif kecil. Data BPS 2000 – 2003 menyebutkan volume ekspor minyak ini cukup besar pada tahun 2000 yakni sebesar 14.400 ton, namun menurun drastis pada tahun-tahun berikutnya, hanya sampai 100 ton / tahunnya. (Tabel 6).

Melati (Jasmine)

Re-exposure of melati

Ada dua macam varietas melati yang diusahakan yaitu tanaman J. officinale L; dan J. officinale var grandiflorum L. Perancis merupakan negara yang paling banyak memproduksi bunga melati dan terutama diproduksi untuk parfum.

Re-exposure of t7

Bunga  setelah dipetik tetap hidup secara fisiologis dan memproduksi minyak atsiri. Produksi minyak atsiri oleh bunga tersebut akan terhenti apabila bunga telah  mati dan membusuk. Untuk mendapatkan minyak bunga melati, dilakukan dengan cara ekstraksi menggunakan sistem enfleurasi (lemak dingin). Dengan cara ini, rendemen yang dihasilkan cukup tinggi dan tingkat kewangian yang tinggi, namun biaya produksinya cukup mahal, sehingga jarang dipergunakan. Cara ekstraksi lainnya adalah dengan mempergunakan pelarut menguap (solvent extraction). Minyak melati yang baru diekstrak berwarna coklat kemerahan, dan mempunyai bau khas minyak melati. Absolute melati bersifat lengket, jernih, berwarna kuning coklat dan mempunyai bau harum. Apabila mengadsorbsi udara, minyak berubah baunya, lebih kental, dan akhirnya membentuk resin.

Minyak bunga melati umumnya dipergunakan sebaga zat pewangi parfum kelas tinggi. Minyak ini biasanya diekspor ke Singapura, Australia, Eropa, Timur Tengah, India, China, dan Thailand. Volume ekspor minyak melati mengalami penurunan drastis pada tahun 2005 dibandingkan tahun sebelumnya (Tabel 7)

B. Proses Produksi Minyak Atsiri

Produksi minyak atsiri dari tumbuh-tunbuhan dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu: (a) penyulingan (distillation), (b) pressing (expression), (c) ekstraksi menggunakan pelarut (solvent extraction), dan (d) adsorbsi oleh lemak padat (enfleurasi). Di antara keempat cara tersebut yang banyak digunakan oleh industri minyak atsiri adalah cara pertama dan ketiga.

Re-exposure of g1

Penyulingan adalah metoda ekstraksi yang tertua dalam pengolahan minyak atsiri. Metoda ini cocok untuk minyak atsiri yang tidak mudah rusak oleh panas, misalnya minyak cengkeh, nilam, sereh wangi, pala, akar wangi dan jahe.

Pengepresan dilakukan dengan memberikan tekanan pada bahan menggunakan suatu alat yang disebut hydraulic atau expeller pressing. Beberapa jenis minyak yang dapat dipisahkan dengan cara pengepresan adalah minyak almond, lemon, kulit jeruk, dan jenis minyak atsiri lainnya.

Ekstraksi minyak atsiri menggunakan pelarut, cocok untuk mengambil minyak bunga yang kurang stabil dan dapat rusak oleh panas. Pelarut yang dapat digunakan untuk mengekstraksi minyak atsiri antara lain kloroform, alkohol, aseton, eter, serta lemak. Sedangkan enfleurasi digunakan khusus untuk memisahkan minyak bunga-bungaan, untuk mendapatkan mutu dan rendemen minyak yang tinggi.

Dalam booklet ini hanya akan dipaparkan proses produksi minyak atsiri yang banyak digunakan oleh industri  yang disebut dengan penyulingan. Penyulingan adalah suatu proses pemisahan secara fisik suatu campuran dua atau lebih produk yang mempunyai titik didih yang berbeda dengan cara mendidihkan terlebih dahulu komponen yang mempunyai titik didih rendah terpisah dari campuran (Kister, 1990).

Untuk mempermudah proses penyulingan minyak atsiri dapat dilakukan perlakuan pendahluan (penanganan bahan baku) dengan beberapa cara seperti pengeringan, pencucian dan perajangan.

Pengeringan dapat mempercepat proses ekstraksi dan memperbaiki mutu minyak, namun selama pengeringan kemungkingan sebagian minyak akan hilang karena penguapan dan oksidasi oleh udara (Ketaren, 1985). Beberapa jenis bahan baku tidak perlu dikeringkan, seperti jahe, lajagoan, dan bahan lain yang disuling dalam keadaan segar untuk mencegah kehilangan aroma yang diinginkan.

Pencucian biasanya dilakukan untuk bahan-bahan yang berasal dari tanah seperti akar wangi, dan rimpang. Tujuannya adalah untuk membersihkan bahan dari kotoran yang menempel, mencegah hasil minyak agar tidak kotor, dan efisiensi pemuatan bahan dalam ketel suling.

Perajangan bertujuan untuk memudahkan penguapan minyak atsiri dari bahan, memperluas permukaan suling dari bahan dan mengurangi sifat kamba.  Pada umumnya perajangan dilakukan pada ukuran 20 – 30 cm.

Dalam industri minyak atisiri dikenal 3 macam metode penyulingan yaitu (1) penyulingan dengan air (water distillation), (2) penyulingan dengan air-uap (water and steam distillation), (3) penyulingan dengan uap langsung (steam distillation). Gambar 1 memperlihatkan diagram alir proses  penyulingan minyak atsiri secara umum.

Pada pross penyulingan ini, tekanan, suhu, laju alir, dan lama penyulingan diatur berdasarkan jenis komoditi. Lama penyulingan sangat bervariasi mulai dari 3-5 jam untuk sereh wangi, 5 – 8 jam untuk minyak nilam dan cengkeh, 10 – 14 jam untuk minyak pala, dan 10-16 jam untuk minyak akar wangi bergantung kepada  jenis bahan baku (basah / kering), penggunaan tekanan dan suhu penyulingan. Tekanan uap yang tinggi dapat menyebabkan dekomposisi pada minyak, oleh karena itu penyulingan lebih baik dimulai dengan tekanan rendah, kemudian meningkat secara bertahap sampai pada akhir proses.

Selama proses penyulingan, uap air yang terkondensasi dan turun ke dasar ketel harus dibuang secara periodik melalui keran pembuangan air untuk mencegah pipa uap berpori terendam, karena hal ini dapat menghambat aliran uap dari boiler ke ketel suling.

Pada proses pendinginan, suhu air pendingin yang masuk ke dalam tabung atau kolam pendingin yang ideal sekitar 25-30 derajat C, dan suhu air keluar maksimum 40 – 50 derajat C. Suhu air keluar tersebut dapat diatur dengan memperbesar / memperkecil debit air pendingin yang masuk ke dalam tabung / kolam pendingin.

Pemisahan minyak dari tabung pemisah sebaiknya “tidak diciduk” (diambil dengan gayung), karena hal itu akan menyebabkan minyak yang telah terpisah dari air akan kembali terdispersi dalam air dan sulit memisah kembali, sehingga mengakibatkan kehilangan (loses).

Minyak yang dihasilkan masih terlihat keruh karena mngandung sejumlah kecil air dan kotoran yang terdispersi dalam minyak. Air tersebut dipsahkan dengan menyaring minyak menggunakan kain teflon / sablon. Pemisahan air juga dapat dilakukan dengan menambahkan zat pengikat air berupa Natrium Sulfat anhidrat (Na2SO4)  sebanyak 1% selanjutnya diaduk dan disaring.

C. Kondisi Perdagangan Domestik Minyak Atsiri

Re-exposure of g2

Komoditi minyak atsiri yang diperdagangkan di dalam negeri adalah minyak atsiri dalam bentuk kasar (crude essential oil) yang hampir seluruhnya diproduksi oleh petani minyak atsiri atau industri kecil penyulingan yang tersebar di wilayah sentra produksi tanaman minyak atsiri. Mata rantai perdagangan minyak atsiri di Indonesia relatif panjang yang berawal dari petani produsen dan berakhir pada eksportir, dengan berbagai variasi seperti dapat dilihat pada skema rantai tata niaga pada gambar 2.

Eksportir/industri manufaktur sebagai pelaku akhir dalam mata rantai perdagangan minyak atsiri di dalam negeri memperoleh minyak atisiri melalui pedagang perantara. Di antara pedagang perantara adalah juga “agen” atau perwakilan eksportir dan sebagian lain bersifat bebas. Pedagang perantara membeli minyak atsiri dari pedagang pengumpul yang berpangkal di daerah-daerah produsen. Pedagang pengumpul umumnya memberikan modal atau uang muka kepada petani/penyuling sehingga minyak yang dihasilkan oleh petani/penyuling harus dijual kepada pengumpul tersebut dengan harga yang ditentukan oleh pembeli/pengumpul berdasarkan mutu yang dinilai secara sepihak oleh pembeli secara subyektif (organoleptik), tidak berdasarkan mutu atau kadar atau kandungan senyawa esensial dalam  produk minyak atsiri tersebut. Artinya, minyak yang bermutu baik atau kurang baik dihargai sama. Inilah yang menyebabkan penyuling melakukan pencampuran minyak atsiri bermutu rendah dengan yang bermutu baik atau bahkan penyuling enggan untuk memproduksi minyak yang bermutu baik.

Re-exposure of g3

Industri minyak atsiri terdiri dari rangkaian kegiatan produktif yang terhubung antara aktivitas nilai yang satu dengan yang lain membentuk rantai nilai industri. Rantai nilai juga merupakan  keterkaitan dalam suatu kegiatan usaha sejak bahan baku tanaman sampai dengan konsumen industri, yaitu industri parfum, kosmetik, toiletries, dan pangan.

Industri pangan, farmasi dan kosmetik di dalam negeri merupakan pasar produk minyak atsiri atau turunan minyak atsiri. Potensi pasar yang besar tersebut masih belum dimanfaatkan, oleh karena industri yang mengolah minyak atsiri kasar menjadi produk turunannya masih sangat terbatas. Kebutuhan produk turunan yang dibutuhkan oleh industri pangan, farmasi dan kosmetik diperoleh melalui impor.

D. Perkembangan Ekspor Impor Minyak Atsiri Indonesia

Re-exposure of t8

Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, minyak atsiri merupakan komoditi ekspor dan Indonesia merupakan salah satu negara produsen utama minyak atsiri, khususnya minyak nilam, minyak pala, minyak akar wangi, minyak daun cengkeh dan minyak sereh. Daerah tujuan ekspor antara lain meliputi Eropa, Amerika, Australia, Afrika, Cina, India, dan ASEAN. Namun ekspor minyak atsiri Indonesia ke pasar internasional sebagian besar masih berupa produk setengah jati. Kebutuhan industri pangan, kosmetik dan farmasi Indonesia juga masih mengimpor produk turunan minyak atsiri atau minyak atsiri yang telah “dimurnikan”

Statistik perdagangan minyak atsiri Indonesia menunjukan nilai ekspor minyak atsiri tahun 2007 mencapai US$ 101,14 juta dengan 20 jenis minyak atsiri. Pada tahun yang sama, Indonesia mengimpor minyak atsiri, turunan, produk parfum dan flavournya senilai 381,9 juta US$.

E. Perkembangan Harga Minyak Atsiri Domestik dan Ekspor

Harga minyak atsiri sangat dipengaruhi oleh perkembangan industri hilir berbahan baku minyak atsiri yaitu industri parfum, kosmetika, farmasi, industri makanan dan minuman.  Karena itu kebutuhan negara-negara pengimpor terhadap minyak atsiri sangat tergantung pada besarnya  kebutuhan industri-industri tersebut baik yang berasal dari industri-industri pengguna dalam negeri maupun luar negeri. Dinamika sektor hilir akan memberikan pengaruh terhadap pembentukan harga minyak atsiri.

Penggunaan minyak atsiri dalam produk-produk hilir memerlukan tingkat kemurnian yang tinggi, karena digunakan secata spesifik dalam dosis tertentu dengan persyaratan yang ketat. Sebagai contoh penggunakan minyak atsiri dalam produk-produk aromaterapi yang dapat kita jumpai di salon-salon dan spa. Pada industri besar , penggunaan produk-produk seperti pangan, parfum, kosmetik, toiletries, bahan baku yang digunakan berasal dari turunan minyak atsiri seperti eugenol (dari minyak cengkeh), methyl cedryl ketone (dari cedarwood oil), vetiveryl acetate (dari minyak akar wangi), dsb.

Pada beberapa komoditas, perdagangan minyak atsiri tidak saja berdasarkan bekerjanya aspek fundamental yaitu penawaran global, tetapi juga terdapat aspek non fundamental, seperti sentimen pasar. Sentimen pasar merupakan produk dan sikap seluruh pelaku pasar mulai dari petani, pedagang perantara, eksportir, para importir, para spekulator (fund manager) dan para pengguna akhir (end user) sendiri. Oleh karena tu faktor resiko tetap akan dihadapi oleh para eksportir dalam memutuskan kebijaksanaan penjualannya.

Perilaku harga minyak atisiri ekspor di pasar dunia setiap tahunnya menunjukan pola perubahan harga terbagi menjadi 3, yakni cenderung menurun, relatif stabil, cenderung meningkat atau fluktuatif. Perkembangan harga yang cenderung meningkat menunjukkan masih adanya prospek pasar yang cerah. Pada tingkat penyuling dalam pasar domestik, dari awal tahun 2009 hingga saat ini (Mei  2009), kecenderungan harga minyak atsiri Indonesia masih cukup stabil (Lampiran 1).

Beberapa harga komoditi  atsiri Indonesia cenderung stabil setiap tahunnya, artinya fluktuasi tidak terlalu tajam seperti pada komoditi minyak daun cengkeh dan minyak akar wangi (Gambar 3 dan 4). Minyak daun cengkeh pernah mengalami harga paling rendah, yakni sekitar 3,2 US$ pada tahun 1998, perlahan mulai meningkat  hingga pada tahun 2001 pada level harga 6 US$. Tahun berikutnya mengalami penurunan hingga pada level harga 3,5 US$ dan mulai naik kembali hingga pada tahun 2007 kembali mencapai harga 6 – 6.5 US$.

Re-exposure of g3a

Re-exposure of g4

Komoditi minyak atsiri yang mengalami fluktuasi yang sangat hebat adalah minyak nilam (Gambar 5). Pada tahun 1997, minyak nilam sempat dihargai tingga hingga mencapai 150 US$, namun tahun berikutnya (tahun 1998) menurun drastis hingga pada level harga di bawah 20 US$. Krisis ekonomi di Indonesia pada waktu itu adalah salah satu penyebabnya. Pada tahun 1998 – 2006, harga minyak nilam dapat dikatakan cenderung stabil pada rentang harga 20 – 60 US$.

Pada tahun 2007, kombinasi cuaca yang tidak mendukung & harga minyak nilam yang tidak atraktif pada tahun 2006 dibanding komoditas tani lainnya serta munculnya berbagai penyakit tanaman menyebabkan turunnya produksi sangat tajam, diperkirakan hampir separuh dari situasi normal. Situasi ini menyebabkan harga melonjak naik hingga mencapai 150 USD$ (diperlihatkan Gambar 5).

Pada tahun 1997 – 2002, harga minyak akar wangi cukup stabil pada tingkat harga 25 0- 55 US$, selanjutnya mengalami peningkatan mencapai 85 US$ hingga pada tahun 2007 (Gambar 6).

Re-exposure of g5

Re-exposure of g6

Lampiran 1. Harga Minyak Atsiri Domestik (di Tingkatan Penyuling)

Re-exposure of l1

Re-exposure of l1a

Lampiran 2. Daftar Eksportir Minyak Atsiri

Re-exposure of l2

Re-exposure of l2-29

Re-exposure of l2-30

Re-exposure of l2-31

Re-exposure of l2-32

Re-exposure of l2-33

Create a free website or blog at WordPress.com.