Minyak Atsiri Indonesia

Hobir dan Yang Nuryani

PLASMA NUTFAH TANAMAN ATSIRI

Oleh: Hobir dan Yang Nuryani; Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat

(Perkembangan Teknologi TRO VOL. XVI, No. 1, 2004)

ABSTRAK

Plasma nutfah merupakan varian genetik dalam suatu spesies tanaman sebagai bahan pemuliaan. Plasma nutfah tanaman atsiri yang ada pada koleksi Balittro terdiri atas tanaman atsiri Indonesia asli dan tanaman introduksi dengan jumlah aksesi yang sangat terbatas untuk masing-masing jenis. Pengayaan plasma nutfah ditempuh melalui eksplorasi dan introduksi. Eksplorasi baru dilakukan pada tanaman serai wangi, akar wangi, dan nilam sedang introduksi dilakukan untuk tanaman mentha, lavender, geranium, dan jenis-jenis melaleuka. Karakterisasi baru dilakukan pada tanaman nilam, serai wangi, mentha, serai dapur klausena dan ylang-ylang. Dari karakterisasi plasma nutfah serai wangi, nilam dan ylang-ylang, telah dihasilkan 3 varietas (dilepas) dan 3 nomor harapan serai wangi, 4 nomor harapan nilam, 3 nomor harapan Mentha arvensis.

PENDAHULUAN

Tanaman yang menghasilkan minyak atsiri meliputi sekitar 200 spesies (Ketaren, 1985), 40 spesies diantaranya terdapat di Indonesia (Rusli dan Hobir, 1990). Jenis minyak atsiri yang telah diproduksi dan beredar di pasar dunia saat ini mencapai 70 – 80 macam, 15 macam diantaranya berasal dari Indonesia (NAFED, 1993). Minyak atsiri digunakan dalam berbagai industri parfum, kosmetik, makanan, minuman dan obat-obatan. Produk dari industri tersebut jenisnya sangat banyak, tetapi kuantitas minyak atsiri bagi setiap produk relatif sangat kecil.

Perkembangan industri minyak atsiri Indonesia sangat lambat. Jenis-jenis minyak atsiri yang di ekspor sejak zaman penjajahan adalah serai wangi, kenanga, akar wangi dan nilam. Sampai tahun 1970 jenis minyak atsiri yang diekspor masih terbatas pada komoditas tersebut. Sejak tahun 1975 jenis minyak atsiri yang diekspor mulai bertambah dengan minyak daun cengkeh, minyak cendana, jahe, pala, lada dan pala (Tjiptadi, 1985), kemudian minyak masoi dari Irian Jaya  pada tahun 1990-an. Pada tahun 1993, jenis-jenis minyak atsiri yang telah di ekspor berjumlah 15 jenis (NAFED, 1993). Akhir-akhir ini mulai dikembangkan minyak ylang-ylang dan klausena oleh perusahaan swasta.

Minyak atsiri hampir seluruhnya diekspor. Pada tahun 2002, volume ekspor mencapai 4.091 ton dengan nilai US $ 51,028 juta. Untuk minyak nilam, cengkeh, serai wangi dan pala, Indonesia merupakan pemasok terbesar ke pasar dunia.

Tanaman atsiri dapat dibagi dalam tiga kelompok, yaitu 1) tanaman atsiri utama, yaitu tanaman yang hanya menghasilkan minyak atsiri, 2) tanaman atsiri alternatif, yaitu tanaman yang menghasilkan produk lain disamping minyak atsiri serta 3) limbah (hasil samping), dimana minyak atsiri dapat diproduksi sebagai hasil samping. Yang dibahas dalam makalah ini terbatas pada tanaman atsiri utama.

Plasma nutfah merupakan varian genetik dalam setiap spesies tanaman, sebagai bahan pemuliaan tanaman (Soemarno, 2004). Istilah lain yang sering digunakan sebagai satuan unit plasma nutfah antara lain aksesi dan genotipe. Pada saat ini tanaman atsiri yang ada di Balittro baru meliputi 27 jenis, terdiri atas tanaman atsiri asal Indonesia (40%) dan introduksi (60%). Plasma nutfah dari masing jenis tanaman atsiri umumnya sangat terbatas, dengan demikian usaha-usaha pemuliaan untuk peningkatan produktivitas dan mutu minyak peluangnya akan terbatas pula.
Kegiatan pengelolaan plasma nutfah tanaman atsiri pada dasarnya meliputi 3 kegiatan, yaitu eksplorasi, karakterisasi dan pelestarian.

EKSPLORASI

Pengumpulan plasma nutfah dalam 10 – 20 tahun terakhir ini sangat terbatas. Pengumpulan plasma nutfah dilakukan dari berbagai daerah produksi dalam negeri atau introduksi dari berbagai negara produsen minyak atsiri.

Pengumpulan plasma nutfah tanaman atsiri dari daerah produksi baru dilakukan terhadap serai wangi, nilam Aceh dan akar wangi. Plasma nutfah serai wangi telah dikumpulkan dari berbagai daerah produksi di Jawa Barat dan telah terkumpul sebanyak 44 aksesi (Mansur dan Laksmanahardja, 1987).

Plasma nutfah nilam telah diekplorasi sejak tahun 1987 di daerah Aceh dan Sumatera Utara dengan bekerjasama dengan PT. Pupuk Iskandar Muda (Rusli dan Hobir, 1990) dan selanjutnya dilakukan secara rutin dan sampai 1997 plasma nutfah nilam  telah mencapai 28 aksesi (Nuryani et al., 1997).

Akar wangi penyebarannya terbatas di Kabupaten Garut. Ekplorasi telah dilakukan tahun 1992. Dari daerah tersebut telah terkumpul sebanyak 45 aksesi.

Introduksi tanaman atsiri telah dilakukan sejak jaman kolonial. Tanaman-tanaman yang telah di introduksikan antara lain ylang-ylang (dari Filipina), berbagai spesies mentha dari Inggris, Amerika dan New Zealand (Rusli dan Hobir, 1990), Lavender dan Geranium dari Perancis serta Melaleuca spp., Beckhleusia Citriodora dari Australia.

Eksplorasi tanaman atsiri pada umumnya lebih banyak ditujukan pada pengayaan jenis (spesies), sementara untuk kepentingan pemuliaan diperlukan ragam genetik yang cukup tinggi pada setiap jenis. Kegiatan eksplorasi tanaman atsiri dalam 10 – 20 tahun terakhir belum banyak dilakukan mengingat terbatasnya sumber daya yang dialokasikan prioritas tanaman ini lebih rendah dibandingkan dengan tanaman lainnya yang merupakan mandat Balittro.

KARAKTERISASI

Karakterisasi minyak atsiri diawali dengan menguji sifat-sifat minyak. Bila suatu spesies tanaman sifat-sifat minyaknya memenuhi standar perdagangan, karakterisasi dilanjutkan pada sifat-sifat lainnya, seperti karakteristik komponen pertumbuhan dan komponen produksi.

Karakteristik minyak atsiri baru dilakukan pada tanaman serai wangi, serai dapur, nilam, mentha, klausena, dan ylang-ylang. Karakteristik sifat-sifat pertumbuhan terutama sifat-sifat morfologi telah dilakukan pada tanaman serai wangi (Cymbopogon nardus), nilam (Pogostemon cablin), mentha (Mentha arvensis) dan ylangylang.

Serai wangi

Sebanyak 123 aksesi telah dipelajari sifat-sifat minyak serta sifat-sifat morfologinya (Mansur dan Laksmanahardja, 1987). Serai wangi yang ada diberbagai daerah terdiri atas 2 tipe, yaitu tipe Lena Batu (Andropogon nardus ceylon atau Cymbopogon nardus) serta tipe Mahapengiri (Andropogon nardus, var. geninus atau Cymbopogon winterianus atau Andropogon nardus Java).

Hasil pengujian minyak dari 123 aksesi serai wangi di KP. Cimanggu ternyata bahwa kadar minyak bervariasi antara 0,49 – 1,9%. Bentuk-bentuk morfologi dalam masingmasing tipe susah dibedakan secara visual, sedang sifat-sifat morfologis antara kedua tipe yang ada dapat dibedakan baik secara kualitatif (visual) maupun secara kuantitatif. Sifat-sifat kedua tipe serai wangi yang ada diberbagai daerah produksi tertera pada Tabel 1 Dari aksesi tersebut telah diperoleh 3 varietas unggul (G1, G2, G3) dan 3 nomor harapan (Mansur dan Laksmanaharja 1987).

0t1

Nilam

Nilam yang ada di Balittro meliputi 2 spesies yaitu nilam Jawa (Pogostemon heyneanus) dan nilam Aceh (Pogostemon cablin). Karakteristik telah dilakukan terhadap 8 aksesi nilam Aceh dan 1 aksesi nilam Jawa. Variasi morfologis antara nilam Aceh tidak banyak berbeda kecuali kadar minyak dan kadar patchouli alkohol, sedangkan antara nilam Aceh dan nilam Jawa mudah dibedakan terutama habitus, bentuk dan serta kadar dan mutu minyak (Tabel 2). Didasarkan atas karakterisasi tersebut kini telah diuji lebih lanjut 4 nomor harapan, yaitu Cisaroni, Lhokseumawe, Tapak Tuan dan Sidikalang.

0t2

Mentha

Mentha (Mentha spp) semuanya merupakan tanaman introduksi. Dalam perdagangan dikenal 3 jenis minyak mentha, yaitu minyak permen (peppermint oil) dari Mentha piperita, minyak menthol (cornmint oil ) dari M. arvensis, dan minyak spearmint (spearmint oil) dari M. spicata

Karakterisasi diawali dengan menguji sifat-sifat minyak dari berbagai varietas M. piperita, dan M. arvensis. Hasil pengujian ternyata bahwa mutu minyak dari varietas-varietas M. piperita tidak memenuhi standar mutu perdagangan (kadar mentol terlalu rendah, sedang kadar mentofuran terlalu tinggi (Tabel 3). Hal ini disebabkan oleh lingkungan yang tidak sesuai untuk pertumbuhannya. Spesies ini harus dipanen pada saat berbunga sehingga kadar mentolnya tinggi dan kadar mentofurannya rendah. Untuk berbunga diperlukan hari panjang (> 12 jam/hari). Dengan demikian M. piperita tidak layak untuk dikembangkan secara komenrsial di Indonesia.

0t3

Untuk M. arvensis, dari 6 varietas yang diuji ternyata hanya 4 varietas yang sesuai dengan sifat-sifat minyak M. arvensis, yaitu Tempaku, Jombang, Taiwan dan Ryokubi, satu varietas menyerupai sifat-sifat M. spicata (J-3) dan satu varietas menyerupai minyak dari M. piperita (J-4). Mutu minyak dari 4 varietas M. arvensis umumnya memenuhi standar perdagangan. Dari pengamatan pertumbuhan, produktivitas terna dan kadar minyak, terdapat 3 varietas yang potensial untuk dikembangkan, yaitu Jombang, Taiwan dan Ryokubi, karena prodiktivitasnya cukup tinggi (Tabel 4). Ketiga varietas tersebut setelah diuji multi lokasi dapat dilepas sebagai varietas unggul mentha.

0t4

Serai dapur

Di pasaran terdapat 2 tipe minyak serai dapur, yaitu tipe East Indian dan tipe West Indian. Tipe East Indian dikenal juga sebagai minyak serai, berasal dari Cymbopogon flexousus. Komponen utama minyak serai adalah sitral; banyak digunakan dalam industri deodoran, detergent, pembersih lantai dan farmasi (sumber vitamin A). Negara penghasil utama minyak ini adalah RRC, Sri Lanka, dan Brazil.

Tipe West Indian dikenal dengan nama serai dapur (Cymbopogon citratus), terdapat hampir di seluruh Indonesia, biasanya ditanam di pekarangan. Dibandingkan dengan C. flexousus, baik produksi maupun kadar minyaknya lebih rendah. Kebutuhan lingkungan dari kedua jenis tersebut tidak berbeda.
Sifat-sifat minyak dari minyak serai yang ditanam di Indonesia sesuai dengan standar perdagangan. Sifat-sifat kimia fisika miyak serai tertera pada Tabel 5.

0t5

Klausena

0t6

Klausena (Clausena anisata) menghasilkan minyak anis dengan komponen utama anetol, dalam perdagangan dikenal dengan nama minyak anis. Di Balittro terdapat 2 jenis klausena, yaitu C. anisata (introduksi) dan C. excavata. Jenis yang terakhir ini tidak mengandung minyak, namun baik untuk disambung dengan C. anisata sebagai batang bawah. Minyak anis dari C. anisata yang dihasilkan di KP Laing (Solok) mengandung 90,1% anetol, sedikit lebih tinggi dari pada anetol dari Ilicium verum (star anis) yang diproduksi RRC. Produktivitas tanaman belum banyak diteliti. Hasil penelitian di KP. Laing pada umur 3 tahun menghasilkan minyak 172 kg/ha/tahun. Karakteristik minyak klausena tertera pada Tabel 6.

Ylang-ylang

Ylang-ylang (Canagium odoratum F. genuinea) merupakan tanaman sejenis kenanga (Canagium odoratum) yang menghasilkan minyak ylang-ylang. Minyak ylang-ylang mutunya jauh lebih baik dan harganya lebih tinggi (2 – 3 kali harga minyak kenanga). Koleksi ylang-ylang yang ada di Balittro diintroduksikan dari Filipina (Koolhaas, 1939). Pada tahun 1984 tanaman tersebut di perbanyak (dari 2 pohon) dan ditanam di Cimanggu sehingga terbentuk suatu populasi sebanyak 150 tanaman.
Dari pertanaman tersebut ditanam di Sukamulya (Balittro), Subang (Disbun Jabar), Kuningan (Perkebunan Swasta), Malingping (Perhutani) dan Natar (BPTP Lampung). Mutu minyak dari lokasi-lokasi tersebut di atas memenuhi standar perdagangan, namun produktivitasnya masih rendah (Tabel 7).

0t7

Karakterisasi sifat-sifat pertumbuhan telah dilakukan di KP Sukamulya pada populasi seluas 1 ha (150 tanaman). Hasil pengamatan ternyata penampilannya sangat bervariasi, walaupun benih yang ditanam hanya berasal dar 2 – 3 pohon induk (Tabel 8).

0t8

Dari karakterisasi yang disusul dengan evaluasi produksi beberapa jenis tanaman atsiri telah diperoleh 3 varietas unggul dan 3 nomor harapan serai wangi, 4 nomor harapan nilam dan 3 nomor harapan mentha. Nomornomor harapan tersebut dapat dikembangkan menjadi varietas unggul.

KONSERVASI

Tanaman atsiri sebagian besar dikoleksikan di KP Manoko. Jumlah koleksi masih sangat terbatas, baik jenis maupun plasma nutfah dari tiap jenis. Keadaan koleksi pada akhir 2003 tertera pada Tabel 9.

0t9

Dibandingkan dengan keadaan koleksi plasma nutfah tahun 1987 banyak tanaman koleksi yang musmah. Sebagai contoh, koleksi serai wangi yang sebelumnya mencapai 123 aksesi (Mansur dan Laksmanahardja, 1987), kini tinggal 7 aksesi. Musnahnya koleksi terutama karena lahannya terdesak oleh pembangunan fisik.
Koleksi nilam pada tahun 1987 baru 6 aksesi (Hamid, 1987), pada tahun 1997 telah mencapai 28 aksesi (Nuryani et al., 1997) kini tinggal 16 aksesi. Musnahnya tanaman nilam disebabkan oleh terbatasnya dana. Mengingat pengumpulan plasma nutfah memerlukan biaya dan tenaga yang cukup banyak, dalam waktu yang cukup lama disarankan pemeliharaan plasma nutfah didanai secara rutin.

KESIMPULAN DAN SARAN

Plasma nutfah tanaman atsiri yang ada pada koleksi Balittro terdiri atas tanaman atsiri Indonesia asli dan tanaman introduksi dengan jumlah aksesi yang sangat terbatas untuk masing-masing jenis.

Karakterisasi telah dilakukan antara lain dilakukan pada tanaman nilam, serai wangi, mentha, serai dapur, klausena dan ylang-ylang. Pemanfaatan plasma nutfah baru pada tanaman serai wangi, nilam dan ylang-ylang, dimana telah dilepas 3 varietas dan 3 nomor harapan serai wangi, 4 nomor harapan nilam, 3 nomor harapan Mentha arvensis.

DAFTAR PUSTAKA

Hobir, E. Hadipoentyanti, S. Rusli dan I. Darwati, 1994. Evaluasi mutu dan produktivitas beberapa varietas Mentha spp. Prosiding Simposium II. Hasil Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri.  Puslitbang Tanaman Industri. 31 – 40.

Ketaren S., 1985. Pengantar teknologi minyak atsiri Balai Pustaka : 1991 – 202.

Koolhaas, D.R., 1939. Cananga en ylang-ylang olie uit the bloemen van Cananga odoratum Bail. (Landbouw. 15 : 587 – 597).

Mansur, M. dan M.P. Laksmanahardja, 1987. Plasma nutfah serai wangi. Edisi Khusus Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Vol 3 (1) : 38 – 46.

NAFED, 1993. Buyer’s guide to Indonesia Essential Oils. Depatement of Coners, RI.

Nuryani, Y., Hobir, C. Syukur dan I. Mariska, 1997. Peningkatan produktivitas dan mutu minyak nilam melalui perbaikan varietas. Simposium Nasional dan Kongres Peripi – Bandung 1997.

Rusli S., dan Hobir, 2002. Perkembangan minyak atsiri Indonesia berikut alat pengolahannya. Diskusi minyak atsiri Deptan. 20 Mei 2002. Jakarta. 24 p.

Rusli, S dan Hobir. 1990. Hasil penelitian dan pengembangan tanaman minyak atsiri. Simposium I. Hasil Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri. Puslitbang Tanaman Industri – Bogor.

Soemarno, 2004. Pengelolaan plasma nutfah untuk pengembangan industri perbenihan. Pertemuan Masyarakat Benih dan Bibit Indonesia 2004. Jakarta, 2004.

Tjiptadi, CH. B., 1985. Pengembangan usaha minyak atsiri. Edisi Khusus Litro : (2) : 40 – 45.

1 Comment »

  1. per misa bos ane mau taya harga miyak nilam tuk sekarang inih berapah mohon minta impor masi yah ya

    Comment by bolu — January 27, 2015 @ 9:13 am


RSS feed for comments on this post. TrackBack URI

Leave a comment

Blog at WordPress.com.