Minyak Atsiri Indonesia

B. Sofianna Sembiring, dkk.

IDENTIFIKASI KOMPONEN KIMIA MINYAK DAUN SALAM (Eugenia polyantha) DARI SUKABUMI DAN BOGOR

Oleh: B. Sofianna Sembiring, Christina Winarti dan Bariyah Baringbing; Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat.

(Buletin TRO Vol. XIV No. 2, 2003)

ABSTRAK

Daun salam mengandung minyak atsiri yang dapat digunakan dalam industri obat-obatan, makanan dan parfum. Lingkungan yang berbeda berpengaruh terhadap rendemen minyak yang dihasilkan. Penelitian untuk mengidentifikasi senyawa yang terdapat pada minyak daun salam telah dilakukan di Laboratorium Fisiologi Hasil Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat dari bulan Maret sampai Agustus 2001. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui komponen minyak daun salam dari Sukabumi dan Bogor. Bahan diperoleh dari kebun petani di daerah Bogor pada ketinggian tempat 225 m dpl, curah hujan 3000 – 4000 mm/th, jenis tanah latosol kemerahan dan dari Sukabumi, pada ketinggian tempat 450 m dpl, curah hujan 3000 – 4000 mm/th, jenis tanah latosol kehitaman. Jenis atau tipe tanaman salam dari kedua daerah tersebut secara morfologi kelihatan sama. Penyulingan dilakukan selama 10 jam setelah daun dikeringanginkan pada suhu ruangan selama 3 hari. Kadar air daun salam saat disuling adalah 16,21%. Minyak atsiri yang dihasilkan dianalisis dengan GC-Mass Spectrometer (Shimadzu). Hasil analisis menunjukkan, bahwa rendemen minyak daun salam dari Sukabumi lebih besar daripada Bogor, masing-masing 0,023% dan 0,018%. Komponen kimia yang terdapat pada kedua minyak tersebut menunjukkan pola yang sama, hanya berbeda dalam limpahannya. Beberapa komponen kimia minyak yang berasal dari Sukabumi menghasilkan limpahan yang lebih tinggi dibandingkan dengan minyak yang berasal dari Bogor.

Kata kunci : Eugenia polyantha, identifikasi, minyak atsiri.

ABSTRACT

Identification of Chemical Component of Bay Leaves Oil from Sukabumi and Bogor Areas The study on the chemical components of bay leaves oil has been conducted at the Laboratory of Product Processing and Engineering of the Indonesian Spice and Medicinal Crops Research Institute from March to August 2001. The objective of the study was to compare the essential oil content of bay leaves grown in Bogor (250 m above sea level) and Sukabumi (450 m above sea level). The leaves were wilted for 3 days at room tempetature prior to distillation (water and vapor distillation method) for 10 hours. The water content of the leaves was 16.21%. The result showed that essential oil content of bay leaves from Sukabumi was higher (0.023%) than that of bay leaves from Bogor (0.018%). The chemical components of both essential oils indicated the same pattern but differed in their over spill, where the oil from Sukabumi produced higher over spill than that of the oil from Bogor.

Key words : Eugenia polyantha, identification, essential oil.

PENDAHULUAN

Tanaman salam (Eugenia polyantha W.) termasuk famili Myrtaceace yang tumbuh mulai dari dataran rendah sampai ketinggian 1800 m diatas permukaan laut dan tersebar mulai dari Birma sampai P. Jawa. Tanaman tersebut belum dibudidayakan secara besar-besaran, sebagian besar hanya tumbuh begitu saja tanpa pemeliharaan. Perbanyakan dapat dilakukan dengan biji, cangkok atau stek. Sebelum penanaman terlebih dahulu dibuatkan lubang tanam dengan ukuran 60 x 60 x 60 cm pada musim kemarau dan diberi pupuk kandang secukupnya. Untuk memproduksi daun lebih banyak dapat dilakukan pemupukan dengan NPK (Zulvia, 1955).

Selama ini pohon salam digunakan sebagai peneduh, sedangkan daunnya dapat digunakan sebagai penyedap masakan maupun obatobatan (diare, diabetes dan darah tinggi). Daun salam apabila diremas-remas dapat menghasilkan minyak atsiri yang memiliki aroma harum dan dapat digunakan sebagai penyedap masakan. Kulit batang, akar dan daun dapat digunakan sebagai obat gatal-gatal, sedangkan kayunya untuk bahan bangunan.

Minyak atsiri adalah campuran berbagai persenyawaan organik yang mudah menguap, mudah larut dalam pelarut organik serta mempunyai aroma khas sesuai dengan jenis tanamannya. Menurut Gusmalini (1987) minyak atsiri dapat digunakan sebagai bahan obat-obatan, parfum, minuman, penyedap makanan dan pestisida. Berdasarkan unsur penyusunnya, komponen minyak atsiri terdiri atas dua golongan yaitu golongan hidrokarbon dan “oxygenated hydrocarbon”. Golongan hidrokarbon terdiri atas unsur hidrogen (H) dan karbon (C) yang terdapat dalam bentuk terpen, parafin dan hidrokarbon aromatik. Sedangkan golongan oxygenated hydrokarbon terdiri atas karbon (C), hidrogen (H) dan oksigen (O), dan merupakan senyawa paling penting dalam minyak atsiri karena mempunyai aroma yang lebih wangi (Guenther, 1972). Komponen kimia minyak atsiri sangat bervariasi tergantung pada jenis tanaman, iklim, tanah, umur panen, cara pengolahan dan penyimpanan (Pramono, 1985). Penelitian ini merupakan penelitian pendahuluan yang bertujuan untuk mengidentifikasi komponen kimia yang terdapat di dalam minyak daun salam dari Bogor dan Sukabumi.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisiologi Hasil, Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat dari bulan Maret sampai dengan Agustus 2001. Bahan baku yang digunakan adalah daun salam segar yang diperoleh dari kebun petani di daerah Bogor dan Sukabumi. Jenis atau tipe daun salam dari kedua daerah tersebut secara morfologi kelihatan sama. Daerah Bogor mempunyai ketinggian tempat 225 m dpl, curah hujan 3000 – 4000 mm/th, jenis tanah latosol kemerahan, sedangkan Sukabumi memiliki ketinggian tempat 450 m dpl, curah hujan 3000 – 4000 mm/th, jenis tanah latosol kehitaman. Selanjutnya sampel diambil dari 10 pohon, tanaman tidak dipupuk namun sering dipetik untuk dijual sebagai bumbu dapur. Pemetikan dilakukan kalau warna daun sudah mulai berwarna hijau tua. Cara pengambilan daun secara acak dengan cara memangkas ranting-rantingnya.

Daun salam yang diperoleh dipisahkan dari rantingnya, kemudian dilayukan dengan cara dihamparkan di lantai ruangan suhu ± 27° C dengan pembalikan yang intensif selama tiga hari. Selanjutnya daun disuling dengan menggunakan alat penyuling air dan uap selama 10 jam (Pohan, 1995). Kadar air bahan saat disuling adalah 16,21%. Setiap kali penyulingan digunakan bahan sebanyak 5 kg. Minyak daun salam yang diperoleh dianalisis komponennya dengan menggunakan GC MS Shimadzu. Metode ini bisa digunakan untuk mengidentifikasi suatu senyawa, baik satu komponen maupun campuran (Sastrohamidjojo, 1985). Keuntungan spektrometri massa adalah ketepatannya dalam menentukan fragmentasi dan molekul-molekul serta dapat mengidentifikasi komponen-komponen yang terdapat dalam jumlah kecil (Harborne, 1987).

Suhu oven GC-MS terprogram mulai 50o C sampai 300o C. Suhu injektor 2000 C dan gas pembawa adalah helium (kecepatan alir total 50 ml/menit). Jenis kolom yang dipakai adalah kolom kapiler, isi kolom karbowax dan panjang kolom 50 m dengan diameter 0,22 mm.

HASIL DAN PEMBAHASAN

0g2

Gambar 2. Kromatogram minyak daun salam dari Bogor Figure 2. Chromatogram of bay leaves oil from Bogor

0g1

Gbr 1. Kromatogram minyak daun salam dari Sukabumi Figure 1. Chromatogram of bay leaves oil from Sukabumi

Hasil analisis menunjukkan bahwa rendemen minyak salam dari Sukabumi dan Bogor hampir sama, masing-masing adalah 0,023% dan 0,018%. Menurut Pohan (1995) penyulingan daun salam (kadar air 30%) selama 9 jam menghasilkan rendemen minyak sebesar 0,100%. Bila dibandingkan dengan hasil penelitian sebelumnya maka rendemen minyak salam dari Sukabumi dan Bogor termasuk rendah. Hal ini kemungkinan karena penjemuran terlalu lama sehingga terjadi penguapan minyak. Hasil kromatogram spektometri massa minyak daun salam dari Bogor dan Sukabumi disajikan pada Gambar 1 dan Gambar 2 dan fragmentasi senyawa-senyawanya pada Tabel 1.

0t1

Menurut Gusmalini (1985) kadar dan mutu minyak dipengaruhi oleh kesuburan tanah, umur panen (daun muda dan daun tua), bibit tanaman apakah bagus atau tidak, penanganan bahan sebelum disuling, cara penyulingan, pemisahan minyak dengan air destilatnya serta penyimpanan minyak.

Penjemuran bahan yang tidak teratur berpengaruh terhadap rendemen dan kualitas minyak yang dihasilkan. Dengan penyulingan uap dan air bahan berhubungan langsung dengan uap panas sehingga dapat merubah struktur jaringan tanaman dan mempermudah keluarnya minyak. Pada permulaan penyulingan sebagian besar minyak yang tersuling terdiri atas fraksi minyak yang mempunyai titik didih rendah, selanjutnya disusul fraksi minyak yang mempunyai titik didih tinggi. Suhu tinggi dan waktu penyulingan juga terlalu lama dapat menyebabkan minyak atsiri teroksidasi (Guenther, 1987). Menurut Pohan (1995) penyulingan daun salam maksimal 10 jam karena penyulingan selama 12 jam rendemennya hanya bertambah sebesar 0,005%.

Dari Gambar 1 dan Gambar 2 terdapat jumlah dan panjang komponen minyak yang berbeda. Dari minyak daun salam Sukabumi diperoleh sembilan kom-ponen terbesar dan tujuh diantaranya sama dengan yang berasal dari Bogor.

Beberapa molekul tertentu tidak memperlihatkan puncak dalam analisis spektrum massa karena ion pecah sama sekali sebelum terdeteksi. Puncak dapat terdeteksi dengan cara menurunkan voltase pengionan elektron (Stanley et al., 1988). Ion molekul yang tidak pecah menyebabkan terjadinya puncak.

Senyawa a berdasarkan hasil fragmentasinya diduga sebagai persenyawaan alifatik golongan aldehide berantai lurus yaitu senyawa caprylic aldehyde dan senyawa b diduga sebagai 2,6-dimethyl-7-octene.

01

Selanjutnya senyawa c diduga sebagai n-decyl aldehide dan senyawa d termasuk golongan monoterpen alifatik yang diduga sebagai senyawa Cis-4-decenal.

02

Komponen kimia yang memiliki berat molekul yang rendah mudah bergerak di dalam kolom yang polar, sehingga lebih dahulu terdeteksi.  Selanjutnya senyawa e dan f merupakan senyawa yang sama yaitu C15H24 dengan BM 204 namun mempunyai waktu retensi yang berbeda. Senyawa e muncul pada waktu retensi 28,100 dan diduga sebagai senyawa cyclohexana. Berdasarkan hasil fragmentasinya senyawa f muncul pada waktu retensi 28,700 dan diduga sebagai senyawa Aricyclo 4.1.0.02.4 heptane dan termasuk turunan benzena.

0t3

Bobot molekul merupakan informasi penting yang diperoleh dari spektrurm massa walaupun puncak ion molekul tidak begitu jelas. Hal ini kemungkinan terjadi karena suhu terlalu tinggi, adanya kerusakan kolom dan terjadi penumpukan puncak, sehingga pemisahan senyawa tidak sempurna.

Menurut Gritter et al., (1991) pemisahan yang lebih baik diperoleh pada suhu rendah karena suhu yang tinggi dapat mengubah komponen menjadi uap dan kelarutan dalam fase diam rendah sehingga pemisahan senyawa tidak terjadi.

Senyawa g berdasarkan hasil fragmentasinya diduga sebagai octanoic acid, sedangkan senyawa h diduga sebagai nerolidol yang terdapat pada famili Myrtaceae dan merupakan senyawa yang dominan dalam memberikan aroma khas minyak daun salam dan dapat digunakan sebagai penyedap masakan. Menurut Windholz (1983) senyawa nerolidol termasuk ke dalam golongan sesquiterpen dan merupakan senyawa paling penting dalam minyak atsiri karena menghasilkan bau khas minyak daun salam.

04

Selanjutnya senyawa I muncul pada menit ke 34,783 dengan rumus C10H16O2 dan menurut Merck (1980) adalah senyawa 4-tert-butylpyro catechol. Disamping senyawa-senyawa di atas yang merupakan komponen utama, masih banyak komponen kimia lainnya yang terdapat pada minyak tersebut, tidak terdeteksi secara jelas. Menurut Nur (1989), dalam spektrometer massa hanya ion yang bermuatan positif yaitu ion molekuler, ion pecahan dan kation radikal yang dapat dideteksi, sedangkan molekul yang tidak bermuatan tidak dapat dideteksi.

Sifat fisika-kimia minyak daun salam dari Sukabumi dan Bogor hampir sama dilihat dari senyawanya yang muncul, kecuali jumlah rendemennya. Hasil kromatogram menunjukkan bahwa minyak daun salam dari Sukabumi lebih harum ditandai dengan senyawa adanya nerolidol yang memiliki puncak peak lebih tinggi dibandingkan dengan minyak dari Bogor (Gambar 1 dan Gambar 2). Sifat fisika-kimia minyak atsiri dapat berubah apabila terjadi proses oksidasi, hidrolisa dan resinifikasi (Ketaren, 1985).

KESIMPULAN DAN SARAN

Dari hasil percobaan ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

  1. Rendemen minyak daun salam dari Sukabumi dan Bogor berbeda, masing-masing 0,023% dan 0,018%.
  2. Minyak daun salam yang berasal dari Sukabumi memiliki 9 komponen yang cukup besar dan dari Bogor 7 komponen.
  3. Secara visual komponen minyak daun salam dari kedua tempat tersebut hampir sama hanya limpahannya yang berbeda.
  4. Minyak daun salam dari Sukabumi lebih harum dibandingkan dengan Bogor, diduga karena puncak peak senyawa nerolidol minyak salam Sukabumi lebih tinggi dari Bogor.
  5. Disarankan untuk melakukan penelitian komponen kimia daun salam berdasarkan lama pelayuan, jenis daun dan umur panen

DAFTAR PUSTAKA

Gusmalini, 1987. Minyak atsiri. Fateta IPB-Bogor.

Guenther, E., 1987. Minyak atsiri I. Universitas Indonesia Press. Jakarta. 492 h.

Gritter R.J., B. James dan S. Arthur, 1991. Pengantar kromatografi II. ITB. Bandung. 354 h.

Harborne, J.B., 1987. Metode fitokimia. Penuntun cara modern menganalisis tumbuhan 2. ITB. Bandung. 354 h.

Ketaren, S., 1985. Pengantar teknologi minyak atsiri I. PN. Balai Pustaka. Jakarta. 427 h.

Merck, E., 1980. Ragents diagnostica chemicals. Darmstadt. Germany. 559 h.

Nur, M. A., 1989. Spektroskopi. Pusat Antar Universitas. IPB. Bogor : 119-120.

Pine, S.H., J.B. Hendrickson., D.J. Cram and G.S. Hammond, 1988. Kimia organik I. (Terjemahan) ITB. Bandung : 149-152.

Pohan, G.H. dan Susanto E., 1995.  Mempelajari pengaruh kondisi proses penyulingan serta lama pelayuan daun terhadap hasil dan karakteristik minyak daun salam (Eugenia polyantha W.). Warta IHP. Bogor XII (1-2) : 69-73.

Pramono S., 1985. Pasca panen tanaman obat ditinjau dari kandungan kimianya. Seminar lokakarya Pembudidayaan Tanaman Obat – Proceeding 2. Depdikbud Universitas Jenderal Soedirman – Purwokerto – hal 67.

Sastrohamidjojo, H., 1985. Spektroskopi, Liberty, Yogyakarta.

Windholz, M., 1983. The Merck Index. 10th edition. Merck and co, Inc. Rahway, N.J. USA.

Warman, B., 1990. Uji mikrobiologi ekstrak Eugenia polyantha folium terhadap bakteri penyebab diare secara in vitro. Skripsi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam – UNAN. Padang, 47 h.

Zulvia, N., 1985. Efek hipotensif sari air daun salam (Eugenia polyantha Wight) pada tikus putih jantan. Skripsi Fakultas Farmasi Fakultas Mipa UI. Depok. 65 h.

Leave a Comment »

No comments yet.

RSS feed for comments on this post. TrackBack URI

Leave a comment

Create a free website or blog at WordPress.com.