Minyak Atsiri Indonesia

Nurbetti Tarigan

JENIS-JENIS SERANGGA DAN INTENSITAS SERANGANNYA PADA BERBAGAI POLA TANAM AKAR WANGI

Oleh: Nurbetti Tarigan;

Teknisi Litkayasa Pelaksana Lanjutan pada Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Jalan Tentara Pelajar No. 3, Bogor 16111, Telp. (1251) 321879, Faks. (0251) 321070

(Buletin Teknik Pertanian Vol. 11 No. 1, 2006)

PENDAHULUAN

Akar wangi (Andropogon zizaniodes, Vetiveria zizanoides) merupakan salah satu tanaman penghasil minyak atsiri. Tanaman ini menghasilkan vetiver oil yang banyak digunakan dalam pembuatan parfum, kosmetik, pewangi sabun, obat-obatan, serta pembasmi dan pencegah serangga. Minyak vetiver mempunyai aroma yang lembut dan halus karena ester dari asam vetinenat dan adanya senyawa vetivenol (Departemen Pertanian 1989).

Akar wangi banyak diusahakan oleh petani di Kabupaten Garut, Jawa Barat. Petani menanam akar wangi secara monokultur atau ditumpangsarikan dengan sayuran. Pertanaman akar wangi sebagian besar (85%) berada pada lahan berbukit dengan kemiringan 80o. Bahan tanaman yang digunakan berupa bonggol dan umumnya berasal dari jenis lokal dan tidak diseleksi. Jarak tanam yang digunakan bervariasi, yaitu:  20 cm x 30 cm, 25 cm x 30 cm, 30 cm x 30 cm, 30 cm x 40 cm, 40 cm x 60 cm, dan 40 cm x 80 cm. Pemupukan dan pemeliharaan tanaman hampir tidak dilakukan, kecuali pada pertanaman akar wangi yang ditumpangsarikan dengan sayuran seperti wortel, kol, bawang daun, dan bawang putih (Damanik 1994).

Sampai saat ini belum ada laporan mengenai hama pada tanaman akar wangi, baik yang ditanam secara monokultur maupun tumpang sari. Sementara itu hama pada tanaman yang ditumpangsarikan dengan akar wangi seperti kubis, kentang, dan kacang telah banyak dilaporkan. Pada tanaman kubis ditemukan ulat Plutella maculipennis dan Crocidolomia binotalis, pada kentang ditemukan ulat penggulung daun (Pthormaea sp.) dan oteng-oteng atau hama pelembung (Epilachna sp.), dan pada tanaman kacang ditemukan lalat kacang (Agromyza sp.). Tanaman akar wangi mengandung vetiver oil yang diduga memiliki sifat repelen untuk mengusir/mencegah serangan hama, sehingga tanaman ini dapat dimanfaatkan sebagai biopestisida.

Informasi tentang hama pada suatu tanaman diperlukan untuk mengatur strategi pengendaliannya, salah satu hal yang perlu dilakukan adalah identifikasi dan deteksi kerusakan oleh hama. Deteksi dapat didasarkan pada gejala kerusakan, pengamatan terhadap hama itu sendiri maupun bekas-bekas makanan atau kotorannya. Identifikasi dilakukan berdasarkan sifat morfologi serangga (Sastrodihardjo 1984). Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis hama dan intensitas serangannya pada tanaman akar wangi di Garut.

BAHAN DAN METODE

Percobaan dilaksanakan pada pertanaman akar wangi di Kecamatan Samarang, Kabupaten Garut, Jawa Barat pada bulan April 2004. Bahan dan alat yang digunakan adalah kain putih/jaring ukuran 2,5 m x 1,80 m, alkohol 80%, pinset, dan ember plastik penampung serangga.

Pengamatan dilakukan pada pertanaman akar wangi berumur 6 bulan dengan berbagai pola tanam, yaitu: (A) akar wangi monokultur, (B) akar wangi monokultur komposit Manoko, (C) akar wangi + suren + glirisidia + serai wangi, (D) akar wangi + kacang tanah, (E) akar wangi + kubis, (F) kubis monokultur, dan (G) akar wangi + kentang. Masing-masing pola tanam berada dalam satu areal dengan luas 500 m2. Pengamatan dilakukan pada pagi hari pukul 08.00-10.00, petang (pukul 17.00), dan malam hari hingga pukul 06.00.

Parameter yang diamati meliputi jenis serangga, jumlah serangga tiap tanaman, dan intensitas serangan hama. Untuk mengetahui jenis dan populasi serangga di pagi dan petang hari, digunakan cara sebagai berikut:

  • Serangga bersayap, ditangkap dengan saringan serangga.
  • Ulat/nimfa/serangga tidak bersayap dikumpulkan dari tiap plot pengamatan pada 10 tanaman contoh.
  • Serangga maupun ulat dimasukkan ke dalam larutan alkohol 80% untuk selanjutnya diidentifikasi di laboratorium di Bogor.
  • Untuk memudahkan identifikasi, serangga yang menempel pada daun diambil menggunakan pinset dengan cara membuka helaian daun dari tiap jenis tanaman. Pada pagi hari dikumpulkan semua jenis serangga yang terperangkap pada kain atau bak penampungan, selanjutnya dimasukkan ke dalam alkohol 80% untuk diidentifikasi.

Penangkapan serangga pada malam hari dilakukan dengan light trap yakni dengan membentangkan kain putih berukuran 2,5 m x 1,8 m kemudian diberi cahaya lampu untuk memancing serangga mendekati lokasi penangkapan. Pada masing-masing pola tanam dibuat petak-petak pengamatan dengan ukuran 2,5 m x 2,5 m. Populasi hama dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

Re-exposure of 000

Intensitas serangan dihitung dengan cara menghitung total jumlah daun dan daun yang mengalami kerusakan dengan rumus:

Re-exposure of 00

HASIL DAN PEMBAHASAN

Identifikasi Serangga Hama

Pada pola tanam akar wangi monokultur ditemukan lima jenis serangga dan yang paling banyak adalah belalang hijau (Gasirimargus flacensis) yaitu rata-rata 1,5 ekor/tanaman. Pada pola tanam akar wangi monokultur komposit ditemukan empat jenis serangga dan yang dominan adalah belalang lancip (Acrida turita) dan ngengat (Gnorimoschema operculella) masing-masing 3 ekor/tanaman. Pada pola tanam akar wangi + suren + glirisidia + serai wangi hanya ditemukan satu jenis serangga yaitu belalang lancip rata-rata 0,3 ekor/tanaman. Pada pola tanam akar wangi + kacang terdapat enam jenis serangga dan yang terbanyak adalah ngengat, 2 ekor/tanaman. Pada pola tanam akar wangi + kubis, ada enam jenis serangga dan yang terbanyak adalah Plutella xylostella, rata-rata 15,2 ekor/tanaman. Pada pola tanam kubis monokultur ditemukan enam jenis serangga, dan yang dominan adalah Crocidolomia pavonana, rata-rata 10,66 ekor/tanaman. Pada pola tanam akar wangi + kentang ditemukan tujuh jenis serangga dengan populasi terbanyak adalah ngengat, rata-rata 11 ekor/tanaman (Tabel 1).

Re-exposure of 0t1

Dari hasil identifikasi, ternyata hama pada tanaman akar wangi sama dengan hama yang menyerang kubis, kentang, dan kacang-kacangan, yaitu P. xylostella dan Liriomyza sp. (Rauf et al. 2000). Hama yang paling banyak ditemukan adalah belalang, seperti belalang lancip, belalang coklat (Trilopidia sp), belalang hijau, dan ngengat kecil.

Jenis hama pada pola tanaman akar wangi + kentang bervariasi, tetapi hama yang dominan adalah jenis belalang, sedangkan pada pola tanam akar wangi + suren + glirisidia + serai wangi, serangga hama yang ditemukan adalah belalang lancip. Serangga yang ditemukan pada pagi dan malam hari sama jenisnya, tetapi jumlahnya berbeda sehingga dalam penghitungan digabung antara yang ditemukan pada malam dan pagi hari.

Pada pola tanam akar wangi + kubis dan akar wangi + kacang tanah, hama yang ditemukan adalah jenis lalat yakni Liriomyza sativae, L. huidobrensis, P. xylostella, dan C. pavonana. Serangan hama pada pertanaman akar wangi monokultur komposit belum bersifat merugikan karena intensitas kerusakan yang ditimbulkan sangat rendah. Diduga hama bersifat polifagus (pemakan berbagai jenis tanaman). Sementara pada pola tanam akar wangi + kacang tanah dan akar wangi + kentang, serangan hama juga rendah. Hal ini karena tanaman kentang baru berumur 4 minggu dan petani melakukan penyemprotan insektisida.

Intensitas Serangan Hama

Pada pola tanam akar wangi ramah lingkungan, populasi dan jenis serangga sangat rendah yakni belalang lancip dan belalang hijau sehingga intensitas serangan hama juga mendekati nol yakni 0,01 (Tabel 2). Rendahnya serangan ini karena tanaman yang digunakan memiliki sifat repelen seperti suren, glirisidia dan serai wangi sehingga serangga menjauhi areal pertanaman tersebut.

Re-exposure of 0t2

Serangan hama pada pola tanam akar wangi + kentang belum terlihat karena pola hama menyerang tanaman masih sulit dideteksi. Tanaman yang terserang juga memperlihatkan gejala layu seperti serangan penyakit. Serangga yang ditemukan adalah jenis L. huidobrensis yang merupakan hama penting sayuran (kubis, kacang, wortel, bawang daun) dan tanaman hias. Serangga ini bersifat polifagus dan menyerang tanaman kentang, tomat, seledri, kacang-kacangan, mentimun, dan berbagai jenis gulma (Rauf et al. 2000). Larva hidup dalam jaringan daun dan memakan jaringan mesofil (Emed 2003) sehingga mengurangi kapasitas fotosintetis daun. Imago serangga sering ditemukan pada tajuk bagian atas, diduga berhubungan dengan intensitas cahaya matahari dan kandungan nitrogen yang tinggi. Pada daun yang demikian imago lebih mudah menusukkan ovipositornya untuk meletakkan telur, menentukan kadar protein demi kelangsungan kehidupan keturunannya, dan mengambil karbohidrat sebagai makanan. Lalat betina dan jantan memakan cairan daun yang keluar dari tusukan (Departemen Pertanian 1998). Serangan berat dapat menurunkan hasil sampai 100% pada kentang dan 70% pada tanaman lain (Rauf et al. 2000).

Pada pola tanam akar wangi + kubis, serangan hama sangat tinggi. Jenis hama yang ditemukan adalah P. xylostella dan C. pavonana. Kehilangan hasil akibat serangan hama ini dapat mencapai 100% sehingga menimbulkan kerugian ekonomi yang besar (Sastrosiswojo dan Setiawati 1993; Uhan 1993). Larva C. pavonana menyerang tanaman dari fase awal tanaman sampai menjelang panen. Larva instar awal memakan epidermis daun bagian atas dan instar selanjutnya menghabiskan sisa daun. Keberadaan larva dalam krop terdeteksi dengan adanya sisa kotoran berwarna kehijauan. Serangan berat mengakibatkan daun tinggal tulang, dan bila serangan sudah mencapai titik tumbuh maka pembentukan krop terhambat dan tanaman tidak dapat dipetik hasilnya (Sastrosiswojo dan Setiawati 1993).

KESIMPULAN

Jenis dan intensitas serangan hama pada pola tanam akar wangi antara lain adalah belalang hijau, belalang coklat, belalang lancip, Episyrphus balteasus, Gnorimoschema operculella, Plutella xylostella, Liriomyza sativae, Liriomyza huidobrensis, dan Crocidolomia pavonana.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih disampaikan kepada Bapak S. Damanik yang telah memfasilitasi penelitian ini dan Saudara N. Nova yang telah membantu dalam menyusun tulisan ini.

DAFTAR PUSTAKA

Damanik, S. 1994. Prospek agribisnis akar wangi dalam rangka peningkatan pendapatan petani di Kabupaten Garut. Prosiding Simposium II Hasil-hasil Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Bogor 21-23 November 1994. Buku 4b (Agribisnis lanjutan). Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Bogor. hlm. 190-212.

Departemen Pertanian. 1989. Pembinaan dan Pengembangan Budidaya Akar Wangi Melalui Usahatani Konservasi Terpadu di Kabupaten Garut, Jawa Barat. Departemen Pertanian, Jakarta. 28 hlm.

Departemen Pertanian. 1998. Pengenalan dan Pengendalian Hama Pengorok Daun Liriomyza huidobrensis. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Jakarta.

Emed. 2003. Perbandingan beberapa parameter biologi parasitoid Gronoloma micromorpha (Perkins) (Hymenoptera: Eucoilidae) pada dua spesies lalat pengorok daun. Skripsi Jurusan Hama Penyakit Tumbuhan, Institut Pertanian Bogor. 26 hlm.

Rauf, A., B.M. Shepard, and W.J. Marshall. 2000. Leafminers in vegetables, ornamental plants and weeds in Indonesia: Surveys of host crops, species composition and parasitoids. International J. Pest Management 46(4): 257-266.

Sastrodihardjo. 1984. Pengantar Entomologi Terapan. Penerbit ITB Bandung. 76 hlm.

Sastrosiswojo, S. dan W. Setiawati. 1993. Hama-hama Tanaman Kubis dan Cara Pengendalian. Balai Penelitian Hortikultura, Lembang. hlm. 39-50.

Uhan, S.T. 1993. Kehilangan panen karena ulat krop kubis (Crocidolomia binotalis Zell) dan cara pengendaliannya. Jurnal Hortikultura 3(2): 22-26.

Leave a Comment »

No comments yet.

RSS feed for comments on this post. TrackBack URI

Leave a comment

Blog at WordPress.com.