Minyak Atsiri Indonesia

Yang Nuryani, dkk.

STATUS PEMULIAAN TANAMAN NILAM (Pogostemon cablin Benth.)

Oleh: Yang Nuryani, Hobir dan Ceppy Syukur; Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat

Perkembangan Teknologi TRO VOL. XV, No. 2, 2003

ABSTRAK

Plasma nutfah nilam masih terbatas, sehingga hasil pemuliaanpun masih terbatas. Plasma nutfah nilam yang ada sekarang, sebagian besar berasal dari daerah Aceh dan Sumatera Utara, yang jumlahnya baru mencapai 19 nomor. Dari plasma nutfah telah diperoleh 4 nomor harapan yang berproduksinya cukup tinggi dan mutunya memenuhi standar perdagangan yaitu nomor0003, 0007, 0011 dan 0013. Tantangan usaha tani nilam ke depan adalah timbulnya berbagai penyakit, terutama penyakit nematoda, layu bakteri dan penyakit budog. Mengingat tanaman nilam tidak berbunga, maka metode pemuliaan dilakukan melalui metode-metode bioteknologi terutama dalam memperbanyak keragaman genetik.

PENDAHULUAN

Nilam (Pogostemon cablin Benth.) dikenal dengan nama pachouli merupakan tanaman penghasil minyak atsiri (minyak nilam) yang banyak digunakan dalam industri parfum sebagai bahan fixatif. Disamping itu, minyak nilam memiliki daya pestisida sehingga dapat digunakan sebagai pengusir serangga (Robin, 1982; Mardiningsih et al., 1995).

Areal pengembangan nilam di Indonesia tersebar di propinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat dan Bengkulu (Mulyodihardjo, 1990). Sejak tahun 1998, pengembangan nilam meluas ke Jawa, dengan pusat-pusat pengembangan di daerah-daerah kabupaten Sukabumi, Garut, Sumedang, Kuningan, Ciamis dan Tasikmalaya (Jawa Barat) serta kabupaten-kabupaten Purbalingga, Purworejo dan Banyumas (Jawa Tengah). Pada tahun 2001 luas areal pertanaman nilam sekitar 12.972 Ha, dengan produksi 1.254 ton (Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan, 2002).

Minyak nilam Indonesia hampir seluruhnya diproduksi untuk ekspor. Pada tahun 2001 ekspor minyak nilam Indonesia mencapai 1.174 ton dengan nilai US $ 16.328 (Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan, 2002), merupakan penyumbang devisa tertinggi di antara tanaman atsiri. Sejak tahun 2000, harga minyak dalam negeri terus merosot dan pada tahun 2003 harga minyak berkisar antara Rp. 120.000 – Rp. 150.000 per kg. Walaupun demikian, pengembangan nilam masih tetap diminati, baik oleh petani maupun pengusaha.

Tanaman nilam di Indonesia hampir seluruhnya merupakan pertanaman rakyat yang melibatkan 25.969 KK (Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan, 2002) dan masih diusahakan oleh petani dengan teknologi yang sederhana. Umumnya dilakukan dalam bentuk perladangan berpindah dan input budidaya minimal,  sehingga produktivitas tanaman dan mutu minyak umumnya rendah. Produktivitas di berbagai daerah produksi pada tahun 1990-an berkisar antara 49-89 kg minyak/ha/tahun (Mulyodihardjo, 1990) dan pada tahun 2001 produktivitas minyak nilam rata-rata 135 kg/ha/tahun (Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan, 2002). Rendahnya produktivitas dan mutu minyak terutama disebabkan oleh belum adanya varietas unggul, teknologi budidaya yang masih sederhana, serangan penyakit, teknik panen dan pasca panen yang belum tepat.

Peningkatan produktivitas dan mutu minyak dapat didekati dari 3 aspek yaitu aspek-aspek genetik, pra panen (budidaya) dan pasca panen (sejak panen sampai penyulingan). Untuk meningkatkan produktivitas dan mutu melalui perbaikan genetik diperlukan keragaman yang tinggi dalam sifat-sifat yang dibutuhkan. Dari ragam tersebut dapat dipilih individuindividu yang dikehendaki.

Tanaman nilam pada umumnya tidak berbunga dan diperbanyak secara vegetatif. Dengan sifat yang demikian keragaman genetik secara alami hanya diharapkan dari mutasi alami yang frequensinya biasanya rendah (Simmonds, 1982). Untuk meningkatkan keragaman genetik, pada tingkat awal telah dikumpulkan plasma nutfah dari berbagai daerah di Sumatera dan Jawa, sejak awal tahun 1990-an dan tahun 1997 telah terkumpul sebanyak 28 nomor dengan kadar minyak bervariasi antara 1,60-3% (Nuryani et al., 1997).

PLASMA NUTFAH NILAM

Eksplorasi

Usaha peningkatan dan produktivitas tanaman dan mutu minyak nilam telah dimulai sejak tahun 1987, dimulai dengan mengumpulkan plasma nutfah dari berbagai sentra produksi di daerah Aceh, bekerjasama dengan PT Pupuk Iskandar Muda (Rusli dan Hobir, 1990). Selanjutnya pengumpulan plasma nutfah dilakukan di daerah Pasaman (Sumatera Barat) pada tahun 1997 (Djisbar dan Seswita, 1998), sehingga pada akhir 1997 koleksi plasma nutfah nilam telah mencapai 28 nomor.

Plasma nutfah hasil ekplorasi tersebut di atas dikoleksikan di KP Cimanggu dan Di KP. Manoko. Dalam kurun waktu 1995 – 2000 dana pemeliharaan plasma nutfah yang dapat dialokasikan ke kebun percobaan sangat terbatas, sehingga tanaman tidak terpelihara dengan baik. Akibatnya banyak nomor yang mati (musnah) dan pada tahun 2003 koleksi yang tersisa hanya 19 nomor, terdiri atas 16 nomor nilam Aceh dan 3 nomor nilam Jawa.

Karakterisasi

Tanaman nilam Aceh telah dikarakterisasi sebanyak 8 nomor. Karakterisasi/evaluasi dilakukan di Citayam (50 m dpl., tanah Latosol, curah hujan 2000 – 3000 mm), Gunung Putri (1400 m dpl., tanah Latosol, curah hujan 2000 – 3000 mm) dan Manoko (1200 m dpl., tanah Andosol, curah hujan 2000 – 3000 mm). Sifat-sifat yang dievaluasi meliputi sifat-sifat morfologi tanaman, kadar dan mutu  minyak. Dari evaluasi tersebut ternyata bahwa morfologi tanaman, kadar dan mutu minyak banyak dipengaruhi oleh lingkungan tumbuh.

Penampilan tanaman di Citayam lebih baik dan kadar minyaknya lebih tinggi dari pada di Gunung Putri atau Manoko, sedang kadar patchouli alkohol dari Citayam lebih rendah dari pada di Manoko atau Gunung Putri. Hal ini erat kaitannya dengan ketinggian tempat. Sifat-sifat fisikakimia minyak pada umumnya memenuhi standar perdagangan.

Karakteristik morfologi tanaman disajikan pada Tabel 1. Kadar dan mutu minyak disajikan pada Tabel 3. Dari nomor-nomor yang dievaluasi tersebut telah di pilih 5 nomor yang kadar minyaknya paling tinggi untuk diuji lebih lanjut.

PERKEMBANGAN PEMULIAAN NILAM

Masalah yang dihadapi dalam usaha tani nilam adalah rendahnya produktivitas dan mutu minyak, (Mulyodihardjo, 1990) serta berkembangnya penyakit, terutama penyakit nematoda, budog dan penyakit layu. (Sitepu dan Asman, 1991; Djiwanti dan Momota, 1991).

Berdasarkan permasalahan tersebut, kegiatan pemuliaan yang diarahkan pada peningkatan produktivitas dan mutu minyak yang telah dan sedang dilakukan sampai saat ini adalah : 1) Pemilihan nomor-nomor yang kadar minyaknya paling tinggi yang diperoleh dari kegiatan karakterisasi/evaluasi (Tabel 1 dan Tabel 2). 2) Peningkatan kadar dan mutu minyak melalui variasi somaklonal. 3) Peningkatan ketahanan terhadap penyakit (terutama nematoda) melalui fusi protoplas dan 4) Pengujian ketahanan nilam terhadap patogen (nematoda, bakteri).

Re-exposure of 0t1

Re-exposure of 0t2

1. Pemilihan nomor-nomor unggul

Nomor-nomor yang kadar minyaknya tinggi diperbanyak kemudian ditanam di beberapa lokasi (multi lokasi). Lokasi-lokasi yang dipilih adalah Jawa Barat (Citayam, Manoko, Ciamis, Sukamulya dan Bogor), Bengkulu (Ipuh), Sumatera Barat (KP. Laing/Solok) dan Sumatera Utara (Lae Parira Kab. Dairi). Hasil pengujian di Citayam, Manoko, Sukamulya dan Ciamis sebanyak 2 kali panen. Ipuh, Bogor dan Laing masing-masing 1 kali panen menunjukkan bahwa lokasi (lingkungan tumbuh) sangat berpengaruh pada produktivitas tanaman dan kadar minyak. Pertanaman di Bogor dan Laing menderita kekeringan pada awal pertumbuhannya sehingga produksinya tergolong rendah. Sementara itu, di Ciamis dan Sukamulya tanaman mendapat air yang cukup selama pertumbuhannya, sehingga pertumbuhan dan produktivitasnya tinggi.

Produktivitas antar nomor yang diuji berbeda-beda. Diantara nomor diuji, yang produktivitasnya paling tinggi adalah nomor 0011 (asal Tapak Tuan), diikuti oleh nomor 0007, dua nomor lainnya, yaitu nomor 0003 dan nomor 0013, produktivitasnya relatif sama (Tabel 3).

Re-exposure of 0t3

2. Peningkatan produktivitas dan mutu minyak nilam melalui variasi somaklonal

Kegiatan peningkatan produktivitas dan mutu minyak nilam melalui variasi somaklonal ini pada awalnya dibiayai dari Riset Unggulan Terpadu. Kegiatan ini dimulai dengan meningkatkan keragaman genetik dengan meradiasi kalus yang telah disimpan sekitar 2 tahun. Dari beberapa perlakuan radiasi diperoleh sekitar 180 individu yang tumbuh normal. Individu tersebut kemudian diperbanyak secara konvensional dan ditanam di lapangan (Bogor). Selanjutnya kadar dan mutu minyaknya dianalisis. Dari analisis tersebut diperoleh 23 nomor (somaklon) yang kadar minyaknya di atas rata-rata (>3%) (Mariska et al., 1997).

Ke–23 nomor tersebut selanjutnya dievaluasi produktivitasnya serta ketahanannya terhadap nematoda (Hobir dan Seswita, 2002, Hobir et al., 2000). Dari evaluasi tersebut dipilih 10 nomor terbaik dan diuji adaptabilitasnya di Bogor (250 m dpl, tanah Latosol coklat) dan di Manoko (1200 m dpl. tanah Andosol). Diantara 10 nomor yang dipilih terdapat 1 nomor yang relatif tahan terhadap nematoda (Hobir et al., 2000).

Hasil pengujian menunjukkan bahwa pada umumnya produktivitas  terna dan kadar minyak nilam di lokasi Bogor lebih tinggi dari pada di Manoko. Diantara nomor yang diuji terdapat 6 nomor yang produktivitas ternanya tinggi. Kadar minyak di lokasi Bogor tidak berbeda antara nomor yang diuji, sedang di Manoko terdapat 2 nomor yang kadar minyaknya lebih tinggi dari pada nomor-nomor lainnya (Tabel 4).

Re-exposure of 0t4

3. Peningkatan ketahanan nilam terhadap nematoda melalui fusi protoplas

Penelitian ini dibiayai Riset Unggulan Terpadu. Peningkatan ketahanan dilakukan dengan memfusikan nilam Jawa (Girilaya) yang toleran terhadap nematoda dan nilam Aceh (Sidikalang dan Tapak Tuan) yang produktivitasnya tinggi dan mutunya baik, tetapi tidak tahan terhadap nematoda. Dari hasil fusi diperoleh 47 nomor-nomor baru nilam, dari 47 nomor tersebut, 38 nomor telah di aklimatisasi di tempat pembibitan dan telah dikarakterisasi morfologinya. Ternyata terdapat perbedaan karakter morfologi pada nomor-nomor baru tersebut.

Analisa fenol dan lignin

Ketahanan berbagai jenis tanaman terhadap nematoda karena adanya kandungan fenol dan lignin pada akar tanaman tersebut (Giebel, 1982; Fogain dan Gowen, 1996, Valette et al., 1998). Untuk mengetahui kandungan fenol dan lignin pada akar nomor-nomor hasil fusi dilakukan analisis fenol dan lignin terhadap 30 nomor dan 3 tetua.

Dari hasil analisa terdapat beberapa nomor yang fenol atau ligninnya tinggi. Satu nomor yaitu no.  9IV 14 mengandung fenol dan lignin tinggi (Tabel 5).

Re-exposure of 0t5

Analisis DNA

Dilihat dari karakter morfologi terdapat perbedaan antara nomor-nomor nilam hasil fusi, namun untuk mengetahui keragaman genetik nomor-nomor baru hasil fusi yang mempunyai kandungan fenol dan lignin tinggi, telah dilakukan analisis DNA dengan RAPD. Hasil matriks kesamaan genetik yang diperoleh menunjukkan bahwa jarak genetik 6 genotipa hasil fusi dan 3 genotipa tetua yang diuji berkisar antara 48,6-1,12. Hal ini menunjukkan bahwa diperoleh tingkat keragaman genetik cukup besar antara individu hasil fusi dengan tetua.

Uji adaptabilitas nomor-nomor nilam hasi fusi

Untuk mengetahui adaptabilitas, produksi dan kualitas minyak nomornomor nilam hasil fusi, sedang dilakukan pengujian adaptabilitas terhadap 31 nomor nilam hasil fusi dari 3 tetua. Tanaman baru berumur 3 bulan di lapangan.

4. Uji ketahanan nilam terhadap patogen (nematoda bakteri)

a. Uji ketahanan nomor-nomor nilam hasil fusi terhadap nematoda (Pratylenchus brachyurus)

Untuk mendapatkan nomor-nomor nilam hasil fusi yang toleran/tahan terhadap P. brachyurus, telah dilakukan pengujian terhadap 20 nomor yang terdiri dari 17 nomor nilam hasil fusi dan 3 tetua. Hasil pengujian menunjukkkan bahwa nomor 9II10 mempunyai tingkat toleransi sama dengan tetua Girilaya (nilam Jawa) dilihat dari faktor reproduksi (Pf/Pi) sedangkan 9II16 agak toleran. (Nuryani et al., 1999).

b. Uji ketahanan nomor-nomor baru asal variasi somaklonal terhadap nematoda (P. brachyurus)

Nomor-nomor baru nilam asal variasi somaklonal sebanyak 20 nomor telah diuji ketahanannya terhadap nematoda (P. brachyurus). Dari 20 nomor yang diuji terdapat 1 nomor yang toleran terhadap P. brachyurus yaitu no. 25 (Hobir et al., 2000).

c. Uji ketahanan 4 nomor harapan dan nilam lokal asal Ciamis terhadap penyakit layu bakteri

Hasil pengujian 4 nomor harapan dan nilam lokal asal Ciamis, ternyata semua nomor yang diuji dapat terserang penyakit layu bakteri baik dirumah kaca maupun di lapangan.

Namun di antara keempat nomor yang diuji, nomor 0011 dan nomor 0013 lebih toleran, sedangkan nilam lokal asal Ciamis paling rentan dibandingkan keempat nomor lainnya (Nasrun et al., 2003).

PROGRAM KEDEPAN

Sejak tahun 1998 tanaman nilam mulai dikembangkan di Jawa. Terbatasnya lahan menyebabkan penanaman nilam sering tidak digilir dengan tanaman lain, akibatnya timbul berbagai serangan penyakit. Penyakit yang kini banyak menyerang nilam adalah nematoda penyakit layu dan budog

Berdasarkan permasalahan tersebut, program pemuliaan nilam pada masa-masa mendatang ditekankan pada peningkatan resistensi tanaman terhadap penyakit, terutama penyakit layu dan nematoda. Penyakit budog merupakan penyakit yang banyak menyerang tanaman nilam, namun sampai saat ini penyakit tersebut belum diketahui penyebabnya, sehingga belum dapat diatasi melalui pemuliaan. Nilam Aceh (P. cablin) bukan tanaman asli Indonesia, tanaman ini tidak berbunga dan diperbanyak secara vegetatif, sehingga peningkatan keragaman secara konvensional peluangnya sangat terbatas. Sumber ketahanan terhadap penyakit diperkirakan terdapat pada spesies lain (nilam Jawa atau nilam Kembang). Peningkatan ketahanan dimasa mendatang dapat dilakukan melalui kultur jaringan atau transfer genetik.

Untuk program jangka pendek (5 tahun) telah tersedia materi berupa nomor-nomor harapan asal variasi somaklonal yang produksi dan mutu minyaknya lebih tinggi dari pada yang ada sekarang. Nomor-nomor tersebut dapat diuji multilokasi mulai tahun 2005. Disamping itu terdapat 30 hibrida somatik (nilam Jawa/tahan penyakit x nilam Aceh/produksi dan mutu tinggi). Hibrida tersebut akan diseleksi ketahanannya terhadap penyakit nematoda dan penyakit layu. Untuk masa yang akan datang pemuliaan melalui metoda bioteknologi lain seperti pembuatan transgenik dapat dilakukan melalui kerjasama antar lingkungan litbang Pertanian.

KESIMPULAN

Untuk meningkatkan produktivitas dan mutu minyak nilam telah dilakukan seleksi dari berbagai nomor hasil eksplorasi dari berbagai daerah produksi di Sumatera dan Jawa. Dari seleksi tersebut telah di peroleh 4 nomor harapan yang produktivitasnya relatif lebih tinggi dan mutu minyaknya memenuhi standar mutu perdagangan. Disamping itu telah dilakukan pula perbaikan genetik melalui variasi somaklonal dan fusi protoplas. Dari variasi somaklonal telah diperoleh 10 nomor harapan, sedang dari hasil fusi protoplas telah diperoleh 31 nomor hibrida somatik yang kini sedang dalam pengujian.

DAFTAR PUSTAKA

Dirjen Bina Produksi Perkebunan, 2002. Nilam. Statistik Perkebunan Indonesia 2000-2002. 18 hal.

Djisbar, A., dan D. Seswita 1998. Perbaikan varietas. Monograf nilam 5 : 16-23.

Forgain, R. and S.R. Gowen, 1996. Investigations on possible mechanisms of resistance to nematodes in Musa. Euphytica 92 : 375-381.

Giebel J, 1982. Mechanism of resistance to plant nematodes. Ann. Res. Phythopathol 20: 257-279.

Djiwanti, S.R., dan Y. Momota, 1991. Parasitic nematodes associated with patchouli diseases in West Java. Industrial Crop research Journal. 3 (2) : 31-34.

Hobir, I. Mustika, D. Seswita dan R. Harni, 2000. Perbaikan varietas nilam. Laporan Teknis Penelitian. Bagian Proyek Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. T.A. 1999/2000. Balittro :11-20.

Hobir, Y. Nuryani T. Octovia Emmyzar, 2002. Peningkatan produktivitas dan mutu minyak nilam melalui perbaikan varietas dan teknik budidaya. Laporan teknis Balittro (tidak diterbitkan). Hobir dan Seswita, 2002. Evaluasi pertumbuhan dan daya hasil berbagai klon nilam melalui kultur jaringan. Jurnal Littri 8 (9) : 117- 120.

Mardiningsih, T.L., Triantoro, S.L. Tobing dan S. Rusli, 1995. Patchouli oil product as insect repellent. Indust. Crop Res. Jour 1 (3) : 152-158.

Mariska, I. Hobir. E. Gati dan D. Seswita, 1997. Peningkatan kadar minyak nilam melalui keragaman somaklonal. Laporan Penelitian RUT-LIPI (tidak diterbitkan).

Mulyodihardjo S. 1990. Program pengembangan penanaman atsiri di Sumatera. Prosiding Komunikasi Ilmiah Pengembangan Atsiri di Sumatera – Balittro.

Nuryani, Y., C.Syukur, Hobir dan I. Mariska, 1997. Peningkatan kadar minyak nilam melalui perbaikan varietas. Simposium Nasional Peripi. Bandung.

Nuryani, Y, 1998a. Karakterisasi nilam. Monograf Nilam (5) : 16-23. Nuryani, Y, 1998b. Plasma Nutfah. Monograf Nilam (5) : 24-32.

Nuryani, Y., C. Syukur R. Harni, Yelnititis Repianyo dan I. Mustika, 1999. Tanggap beberapa klon nilam (Pogostemon cabblin Benth) terhadap nematoda pelubang akar (Radhopholus similes Cabb0 jurnal Littri 5 (3) : 103-108.

Nuryani, Y, Ika Mustika dan Cheppy Syukur, 2001. Kandungan fenol dan Lignin nilam hibrida (Pogostemon sp.) hasil fusi protoplas. Jurnal Littri 7 (4) : 104-108.

Nasrun, Y. Nuryani, Hobir dan Repianyo, 2003. Seleksi ketahanan variasi nila terhadap penyakit layu bakteri (Ralstonia solanacearum). Laporan Percobaan 15 hal (tidak dipublikasikan).

Robin, S.R.J, 1982. Selected marker for the essential oil of patchouli and vetiver. Tropical Product Institute. Ministry of Overseas Development Great Britain. G167 : 7-20.

Rusli, S dan Hobir. 1990. Hasil penelitian dan pengembangan tanaman minyak atsiri. Simposium I. Hasil Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri. Puslitbang Tanaman Industri – Bogor.

Simmonds, N.M. 1982. Principles of Crop Improvement Longman London-New York.

Sitepu, D an a. Asman. 1991. Laporan observasi penyakit nilam di Sumatera Barat. Balittro, Bogor (tidak diterbitkan).

Valette, C. C. andary J.P., Geiger J.L Sarah and M. Nicole, 1998. Histochemical and cytochemical investigations of phenols in roots of banana infected by the burrowing nematode. Rhadopholus similes. Phythopathology 88 (11) : 1141- 1147.

1 Comment »

  1. thanks

    Comment by prendi — December 1, 2011 @ 12:01 am


RSS feed for comments on this post. TrackBack URI

Leave a comment

Blog at WordPress.com.