Minyak Atsiri Indonesia

Molide Rizal dan Muhamad Djazuli

Strategi Pengembangan Minyak Atsiri Indonesia

Oleh: Molide Rizal dan Muhamad Djazuli

(Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol. 28, No. 5, 2006)

Masalah utama dalam pengembangan minyak atsiri di Indonesia adalah mutu yang rendah dan harga yang juga rendah serta berfluktuasi. Pemanfaatan teknologi untuk menghasilkan produk turunan yang bernilai tinggi, dan harmonisasi antarpelaku usaha diharapkan dapat mengatasi masalah yang ada.

Sebagai salah satu pusat megabiodiversiri, Indonesia menghasilkan 40 jenis dari 80 jenis minyak atsiri yang diperdagangkan di pasar dunia. Dari jumlah tersebut, 13 jenis telah memasuki pasar atsiri dunia, yaitu nilam, serai wangi, cengkih, jahe, pala, lada, kayu manis, cendana, melati, akar wangi, kenanga, kayu putih, dan kemukus.

Sebagian besar minyak atsiri yang diproduksi petani diekspor dengan pangsa pasar untuk nilam 64%, kenanga 67%, akar wangi 26%, serai wangi 12%, pala 72%, cengkih 63%, jahe 0,4%, dan lada 0,9% dari ekspor dunia. Negara tujuan ekspor minyak atsiri Indonesia antara lain adalah Amerika Serikat (23%), Inggris (19%), Singapura (18%), India (8%), Spanyol (8%), Perancis (6%), Cina (3%), Swiss (3%), Jepang (2%), dan negara-negara lainnya (8%).

00

Tanaman serai wangi (a), mentha (b) dan anis (c) yang memiliki potensi sebagai bahan dasar minyak atsiri, serta alat penyuling hasil rekayasa Balittro yang dapat digunakan untuk memproduksi minyak atsiri.

Meskipun pangsa pasar beberapa komoditas atsiri secara individu relatif tinggi, total pangsa atsiri Indonesia di pasar dunia hanya sekitar 2,6%. Dalam perekonomian nasional pun, pada periode 2001-2003 komoditas minyak atsiri hanya memiliki porsi yang kecil, digolongkan ke dalam komoditas “perkebunan lainnya”, dengan peran rata-rata 0,01% dari total nilai ekspor komoditas perkebunan.

Pada tahun 2004, nilai ekspor komoditas atsiri mencapai US$ 47,2 juta, namun Indonesia juga mengimpor minyak atsiri senilai US$ 12,26 juta serta hasil olahannya (derivat, isolat, dan formula) US$ 117,20 juta. Jika nilai impor ini diperhitungkan maka neraca perdagangan minyak atsiri Indonesia menjadi minus. Beberapa minyak atsiri yang diimpor sebenarnya dapat diproduksi di dalam negeri, seperti minyak permen (Mentha arvensis) dan minyak anis (Clausena anisata).

Pada tanggal 18-20 September 2006, di Solo telah diselenggarakan Konferensi Nasional Minyak Atsiri dengan tema Menuju IKM Minyak Atsiri Berdaya Saing Tinggi. Dalam konferensi tersebut telah diidentifikasi 32 jenis minyak atsiri yang berpotensi untuk dikembangkan, di antaranya terdapat tujuh jenis minyak atsiri baru yang dapat dimanfaatkan secara komersial, yaitu minyak anis (anis oil), minyak permen (cornmint oil), kemangi atau basil (reunion type basil oil), serai wangi (lemongrass, East Indian Type), serai dapur (lemongras, West Indian Type), jerangau (calamus oil), dan bangle. Berbagai kesepakatan juga telah dicapai untuk mengembangkan minyak atsiri Indonesia agar dapat memberikan keuntungan yang optimal dan proporsional bagi seluruh pemangku kepentingan minyak atsiri nasional.

Permasalahan

Minyak atsiri Indonesia dihadapkan pada dua masalah utama, yaitu mutu rendah dan harga yang berfluktuasi, terutama pada komoditas ekspor utama yaitu nilam dan akar wangi. Mutu minyak atsiri yang rendah merupakan akumulasi dari mutu bahan baku tanaman atsiri yang rendah dan tidak seragam, penggunaan alat penyuling dan teknologi proses yang belum terstandar, serta kurangnya insentif harga bagi minyak atsiri yang bermutu baik. Harga bahan baku tanaman ditentukan oleh pergerakan harga bahan bakar pada saat penyulingan, bukan oleh biaya produksi. Semua pelaku usaha (petani, penyuling, dan eksportir) menerima risiko kerugian yang sama akibat masalah tersebut.

Strategi Pengembangan

Program ekstensifikasi tanaman atsiri perlu mempertimbangkan daya serap pasar, dan lebih mengutamakan program pewilayahan komoditas serta intensifikasi untuk meningkatkan produktivitas dan mutu bahan baku minyak atsiri, sehingga tidak menimbulkan risiko kerugian bagi petani. Usaha tani atsiri dikembangkan pada daerah yang sesuai, menggunakan bahan tanaman bermutu, serta menerapkan cara budi daya yang baik (good agricultural practices) guna meningkatkan produktivitas dan mutu.

Di hilir, perlu dikembangkan industri minyak atsiri yang bertumpu pada ketersediaan bahan baku dan bahan kimia. Rekayasa pabrik dan proses produksi serta litbang dikerjakan oleh bangsa Indonesia sendiri, sehingga Indonesia tidak hanya mengekspor bahan baku tetapi juga hasil olahan yang bernilai tinggi.

Tingkat dan fluktuasi harga minyak atsiri antara lain ditentukan oleh pasokan dan permintaan. Untuk itu diharapkan pemerintah dan eksportir berperan aktif dalam memberikan pembinaan dan penyuluhan kepada petani dan penyuling untuk mengantisipasi kondisi dan kebutuhan pasar dunia. Sikap keterbukaan semua pelaku usaha dalam hal informasi komponen dan struktur biaya usaha tani, penyulingan, perdagangan, dan ekspor serta tingkat harga di pasaran ekspor dapat meningkatkan harmonisasi hubungan bisnis antar pelaku usaha.

Nilai tambah produk minyak atsiri dapat ditingkatkan karena telah tersedia teknologi untuk menghasilkan produk turunan atau konversi dari minyak atsiri alami yang bernilai tambah tinggi. Hasil-hasil penelitian dan pengembangan tersebut perlu didiseminasikan ke pelaku usaha. Untuk itu diperlukan dukungan dan upaya bersama antara pemerintah dan dunia usaha agar diseminasi teknologi berlangsung intensif, termasuk pemanfaatan sumber daya manusia di perguruan tinggi dan lembaga penelitian/pengembangan.

Perumusan dan implementasi standar proses produksi (Good Agricultural Practices & Good Manufacturing Practices), standar alat, standar mutu yang berlaku dan dibutuhkan dalam perdagangan dunia, serta standar harga dikaitkan dengan mutu hendaknya segera diupayakan. Untuk itu diperlukan dukungan semua pemangku kepentingan guna mewujudkan dan menerapkan berbagai standar tersebut.

Peningkatan keuntungan dapat diupayakan melalui penggunaan bahan baku bermutu, pengolahan dengan teknologi tepat guna, serta peningkatan efisiensi proses produksi dan pemasaran. Fasilitasi dan pembinaan yang lebih intensif dari pemerintah/perguruan tinggi/lembaga penelitian dan eksportir dibutuhkan untuk diseminasi teknologi kepada petani dan penyuling.

Pemerintah perlu menyosialisasikan kondisi dan peraturan yang berlaku pada bisnis atsiri, baik di tingkat nasional maupun internasional. Peningkatan akses permodalan bagi petani dan penyuling, juga penguatan kelembagaan/asosiasi petani dan penyuling di daerah perlu terus diupayakan.

Di setiap sentra produksi minyak atsiri, hendaknya diselenggarakan secara periodik forum komunikasi semua pelaku usaha dan dinas terkait guna mencari solusi permasalahan yang dihadapi serta menyusun program aksi pengembangan minyak atsiri. Keberadaan situs atsiri untuk mempertahankan jejaring kerja dan komunikasi antar pemangku kepentingan di pusat dan daerah juga dapat menunjang upaya pengembangan minyak atsiri.

Guna memadukan dan menyerasikan aktivitas masyarakat atsiri nasional, seluruh pemangku kepentingan telah bersepakat membentuk kelembagaan Dewan Atsiri Indonesia. Dewan ini berfungsi sebagai wahana untuk: (1) mempersatukan, melindungi dan memperjuangkan kepentingan seluruh pemangku kepentingan dalam menghadapi globalisasi, (2) meningkatkan daya saing dan “kejayaan” produk minyak atsiri di dunia internasional, dan (3) meningkatkan kerja sama dalam pengembangan produk dan nilai tambah produk minyak atsiri.

Mengacu kepada UU Perkebunan No.18/2004, pemerintah berkewajiban memfasilitasi pembentukan dewan komoditas, sehingga Dewan Atsiri Indonesia hendaknya segera dibentuk. Pembentukan dewan komoditas dilaksanakan oleh para pemangku kepentingan. Dari kalangan pemerintah dapat dibentuk tim kecil yang merupakan gugus tugas khusus yang mewakili berbagai departemen. Tim ini dapat menjadi mitra strategis Dewan Atsiri Indonesia dalam menata dan meningkatkan kinerja serta daya saing komoditas atsiri, agar Indonesia menjadi produsen utama atsiri nomor satu di dunia (Molide Rizal dan Muhamad Djazuli)
.
Untuk informasi lebih lanjut hubungi: Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik; Jalan Tentara Pelajar No. 3, Bogor 16111; Telepon : (0251) 321879, 327010; Faximile: (0251) 32701; E-mail : balittro@telkom.net

Tanaman serai wangi (a), mentha (b) dan anis (c) yang memiliki potensi sebagai bahan dasar minyak atsiri, serta alat
penyuling hasil rekayasa Balittro yang dapat digunakan untuk memproduksi minyak atsiri.

Leave a Comment »

No comments yet.

RSS feed for comments on this post. TrackBack URI

Leave a comment

Create a free website or blog at WordPress.com.