Minyak Atsiri Indonesia

Mawardi dan Muhamad Djazuli

PEMANFAATAN PUPUK HAYATI MIKORIZA UNTUK MENINGKATKAN TOLERANSI KEKERINGAN PADA TANAMAN NILAM

Oleh: MAWARDI 1) dan MUHAMAD DJAZULI 2)

1) Fakultas Pertanian Universitas Syah Kuala ; Kampus Unsyah Darussalam-Banda Aceh, Nangroe Aceh Darussalam
2) Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat ; Jl. Tentara Pelajar No. 3, Bogor – 16111

JURNAL LITTRI VOL 12 NO. 1, MARET 2006 : 38 – 43

ABSTRAK

Tanaman nilam (Pogostemon cablin Benth) merupakan tanaman atsiri utama di Indonesia. Saat ini sekitar 90% minyak nilam dunia dihasilkan oleh Indonesia. Produktivitas dan mutu nilam sangat dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Salah satu faktor lingkungan abiotik yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi nilam adalah cekaman kekeringan. Sampai saat ini informasi mengenai toleransi nilam terhadap kekeringan masih sangat terbatas. Untuk itu, sebuah penelitian pemanfaatan pupuk hayati mikoriza untuk meningkatkan toleransi kekeringan pada tanaman nilam dilakukan pada kondisi rumah kaca di Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetika Pertanian pada bulan Januari sampai dengan bulan Juni 2003. Percobaan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) yang disusun secara faktorial dengan 3 ulangan. Faktor pertama 2 taraf aplikasi mikorisa masing-masing dengan dan tanpa mikoriza. Faktor kedua adalah 4 taraf cekaman kekeringan dengan tingkat pemberian air (KL) yang berbeda masing-masing (1) tanpa cekaman kekeringan (100% KL), (2) cekaman kekeringan rendah (75% KL), (3) cekaman kekeringan sedang (50% KL), dan (4) cekaman kekeringan tinggi (25% KL). Aplikasi mikoriza dilakukan 1 bulan setelah tanam (BST), sedangkan perlakuan cekaman kekeringan diberikan 2 BST. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilam yang diberi mikoriza mempunyai pertumbuhan yang lebih baik. Kekeringan menekan partumbuhan dan hasil tanaman nilam secara linier. Sebaliknya, cekaman kekeringan mampu meningkatkan kadar minyak dan patchouli alkohol daun nilam. Interaksi antara kedua faktor yang diuji terjadi pada parameter panjang akar total dan kadar prolina daun nilam. Keberadaan mikoriza di dalam akar mampu meningkatkan toleransi terhadap cekaman kekeringan. Kandungan patchouli alkohol daun tertinggi dijumpai pada kombinasi perlakuan aplikasi mikoriza dengan cekaman kekeringan tinggi (25% KL).

Kata kunci : Nilam, Pogostemon cablin Benth, mikoriza, cekaman kekeringan, pertumbuhan, produktivitas, Jawa Barat

ABSTRACT

Use of mycorhiza bio-fertilizer in increasing drought tolerance of patchouli plant (Pogostemon cablin Benth) Patchouli (Pogostemon cablin Benth) is a primary essential oil in Indonesia. More than 90 percent patchouli oil of the world is produced by Indonesia. Productivity and quality of patchouli oil are strongly affected by genetic and environmental factors. One of abiotic environment which has strongly effected growth and productivity of patchouli is drought stress. The information on the tolerance of patchouli to drought stress is limited. For that purpose, an experiment of the effect of mycorhiza application and drought stress treatments was conducted at a glass house condition in Indonesian Agricultural Biotechnology and Genetic Resources Research Institute, from January to June 2003. A factorial experiment was arranged in a completely randomized design (CRD) with three replication. The first factor was 2 mycorhiza treatments namely with and without mycorhiza inoculation. The second factor were 4 drought stress treatments using different water application level (FC), i.e. (1) without drought stress (100% FC), (2) lowly drought stress (75% FC), (3) moderately drought stress (50% FC), and (4) highly drought stress (25% FC). Mycorhiza inoculation was applied 1 month after planting (MAP). While drought stress treatments were applied at 2 MAP. The results of observation showed that the inoculation of mycorhiza improved growth performance. Drought stress reduced growth and production components linearly. On the contrary, the drought stress was able to increase oil and patchouli alcohol contents in the leaf. The interaction between the two factors treatment was found on total root length and leaf proline content. The existing of mycorhiza in patchouli root was able to increase drought stress tolerance. The highest patchouli alcohol content of leaf was found at mycorhiza application and highly drought stress (25% FC) combination treatment.

Key words: Patchouli, Pogostemon cablin Benth, mycorhiza, drought stress, growth, productivity, West Java

PENDAHULUAN

Tanaman nilam (Pogostemon cablin Benth) merupakan tanaman atsiri utama di Indonesia. Minyak nilam banyak digunakan untuk berbagai industri antara lain kosmetika parfum, sabun, antiseptik dan juga insektisida. Sampai saat ini minyak nilam yang terdapat baik di dalam daun maupun batangnya belum bisa dihasilkan secara sintetis dan sampai saat ini sekitar 80-90% minyak nilam dunia dihasilkan oleh Indonesia. Adanya ketidak seimbangan antara besarnya pasokan dari Indonesia dan kebutuhan minyak nilam dunia menyebabkan terjadinya penurunan nilai ekspor yang cukup tajam dari dari US $ 53 juta (BPS, 1998) menjadi US$ 22,5 juta (BPS, 2002). Luasnya penanaman dan tingginya produksi nilam di seluruh Indonesia yang melampaui kebutuhan dunia mendorong tertekannya harga minyak di Indonesia. Oleh karenanya kehadiran suatu asosiasi petani dan pengusaha nilam yang tersebar di 11 propinsi di Indonesia sangat diperlukan.

Produktivitas nilam di Indonesia masih relatif rendah hanya mencapai sekitar 2 ton terna kering/ha (WAHID et al., 1986) dan 97 kg minyak nilam/ha (DITJEN BP PERKEBUNAN, 2004). Kisaran produksi tersebut jauh di bawah potensi hasil nilam yang mampu mencapai 42 ton terna segar/ha (DHALIMI et al., 1998).

Produktivitas dan mutu nilam sangat dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Salah satu faktor lingkungan abiotik yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi nilam adalah cekaman kekeringan. Telah dilaporkan bahwa kelembaban optimal untuk pertumbuhan tanaman nilam adalah sekitar 70-90% (ROSMAN et al., 1998).

Tanaman nilam mempunyai sifat perakaran yang dangkal sehingga kurang tahan terhadap cekaman kekeringan (NURYANI, 1998). Sampai saat ini informasi mengenai toleransi nilam terhadap kekeringan masih sangat terbatas.

Pengaruh cekaman kekeringan tidak saja menekan pertumbuhan dan hasil bahkan menjadi penyebab kematian pada tanaman. Pada saat terjadi kekeringan, sebagian stomata daun menutup sehingga terjadi hambatan masuknya CO2 dan menurunkan aktivitas fotosintesis. Selain menghambat aktivitas fotosintesis, cekaman kekeringan juga menghambat sintesis protein dan dinding sel (SALISBURY dan ROSS, 1995).

Pada tanaman yang toleran terhadap cekaman kekeringan terjadi mekanisme mempertahankan turgor agar tetap di atas nol sehingga potensial air jaringan tetap rendah dibandingkan potensial air eksternal sehingga tidak terjadi plasmolisis (JONES and TURNER, 1980). Selanjutnya dinyatakan pula bahwa usaha mempertahankan potensial air tersebut, tanaman meningkatkan kadar senyawa osmotikum seperti prolina dan asam-asam organik yang berfungsi dalam proses penyesuaian osmotik.

Kandungan prolina pada tanaman yang toleran terlihat meningkat akumulasinya dibandingkan tanaman yang peka terhadap kekeringan (YOSHIDA et al., 1997). Oleh karenanya, kadar prolina bisa digunakan sebagai salah satu indikator sifat ketahanan terhadap cekaman kekeringan.

Salah satu mekanisme ketahanan tanaman terhadap cekaman kekeringan adalah dengan cara menghindar dari cekaman kekeringan dengan meningkatkan jangkauan akar ke dalam tanah lebih dari 2 m seperti ubijalar (ONWUEME, 1978) atau memperluas permukaan akar tanaman kehutanan secara simbiosis dengan mikoriza (SETIADI, 1989). Selanjutnya dilaporkan pula bahwa tanaman pepaya yang bersimbiosis dengan mikoriza memiliki ketahanan yang lebih tinggi terhadap cekaman kekeringan yang ditandai dengan meningkatkan kadar pati dan kadar air dalam jaringan sehingga terhindar dari plasmolisis (CRUZ, 2000).

BAHAN DAN METODE

Re-exposure of 0t1

Sebuah percobaan pot dilakukan di Rumah Kaca Balitbiogen mulai bulan Januari sampai dengan bulan Juni 2003. Percobaan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) yang disusun secara faktorial dengan 3 ulangan. Tanah yang digunakan adalah tanah masam Podzolik Merah Kuning (PMK) yang telah disterilkan. Status hara dan fisik tanah sebelum pemupukan dapat dilihat pada Tabel 1. Secara umum terlihat kandungan hara pada tanah khususnya P tergolong rendah. Selanjutnya untuk meningkatkan pH tanah awal dari 4,3 menjadi optimal (5,5), maka tanah tersebut diberi kapur Ca CO3 setara 1,42 ton/ ha dengan asumsi BD tanah 1 dan ketebalan lapisan olah 15 cm. Faktor pertama 2 taraf aplikasi mikoriza masing-masing dengan dan tanpa mikoriza. Faktor kedua adalah 4 taraf cekaman kekeringan dengan pemberian air (kapasitas lapang) yang berbeda, masing-masing (1) tanpa cekaman kekeringan dengan 100% kapasitas lapang (KL), (2) cekaman kekeringan rendah dengan 75% KL, (3) cekaman kekeringan sedang dengan 50% KL, dan (4) cekaman kekeringan tinggi dengan 25% KL. Aplikasi mikoriza dilakukan 1 bulan setelah tanam (BST), sedangkan perlakukan cekaman kekeringan diberikan 2 BST. Untuk mempertahankan kadar air tanah dari masing-masing perlakuan dilakukan pemberian air melalui pipa yang disalurkan ke dasar pot setiap hari pada pagi hari, dengan menimbang bobot basah tanah dan tanaman yang ada dalam pot. Koreksi terhadap pertambahan bobot tanaman dilakukan dengan menimbang bobot tanaman sesuai kombinasi perlakuan setiap 2 minggu sekali dengan menggunakan sampel tidak tetap yang disediakan khusus untuk koreksi bobot basah tanaman. Pengamatan dilakukan pada beberapa parameter antara lain derajat infeksi mikoriza, pertambahan tinggi, luas daun, cabang sekunder, panjang akar total, bobot kering tajuk, bobot kering akar, kadar prolina dan kadar patchouli alkohol daun. Panjang akar total diukur dengan menggunakan metode NEWMAN  (1966). Semua pengamatan peubah dilakukan di laboratorium dan Kelti Ekofisiologi Balittro kecuali derajat infeksi mikoriza dan kadar patchouli alkohol. Pengamatan derajat infeksi mikoriza menggunakan teknik KOSKE dan GEMMA (1989) dan dilakukan di Lab. Mikrobiologi Famipa  IPB, sedangkan analisis kadar patchouli alkohol dilakukan di Lab. Pemeriksaan Doping dan Kesehatan Masyarakat DKI Jakarta.

Pengamatan derajat infeksi mikoriza dilakukan dua kali masing-masing umur 6 minggu setelah cekaman kekeringan (MSK) dan umur 12 MSK, sedangkan pengamatan komponen pertumbuhan, hasil dan mutu minyak nilam dilakukan pada umur 12 MSK.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Re-exposure of 0t2

Dari semua perlakuan cekaman kekeringan yang diberikan terlihat bahwa secara umum derajat infeksi mikoriza meningkat tajam dengan perlakuan aplikasi mikoriza dan pada umur 12 MSK ( Tabel 2). Dari Tabel tersebut terlihat bahwa cekaman kekeringan rendah dan sedang (75% dan 50% KL) meningkatkan derajat infeksi mikoriza, namun pada perlakuan cekaman kekeringan yang tinggi (25% KL) malah menurunkan derajat infeksi mikoriza. Derajat infeksi mikoriza tertinggi dijumpai pada kombinasi perlakuan dengan aplikasi mikoriza dan cekaman kekeringan 50% KL pada umur 12 MSK. Menurut FAKUARA (1988), cendawan mikoriza tidak dapat berkembang pada habitat yang sangat basah. Selanjutnya dilaporkan pula bahwa kondisi tanah yang terlalu kering (25% KL) juga akan menghambat pertumbuhan cendawan mikoriza.

Selain pertambahan tinggi tanaman, semua komponen pertumbuhan tanaman nilam baik, luas daun, jumlah cabang sekunder dan panjang akar total nilam terlihat dipengaruhi oleh aplikasi mikoriza (Tabel 3). Akar tanaman yang bermikoriza membentuk jaringan hifa luar sebagai lanjutan dari hifa dalam (intercelluar hypha). Hifa luar tersebut membantu memperluas daerah serapan air sekaligus hara khususnya P di dalam tanah. Selanjutnya TRISILIAWATI et al. (2001) melaporkan bahwa aplikasi mikoriza tunggal (Glomus etunicatum) dan mycofer (campuran Glomus sp, Gigaspora sp, dan Acauluspora sp) meningkatkan serapan P dan perkembangan akar jambu mete dengan nyata. Dilaporkan pula bahwa peningkatan panjang dan kedalaman akar berkorelasi positip dengan peningkatan ketahanan tanaman terhadap kekeringan (ONWUEME, 1978).

Re-exposure of 0t3

Sebaliknya perlakuan cekaman kekeringan akan menekan pertumbuhan tanaman nilam secara linier. Air merupakan unsur yang sangat penting bagi pertumbuhan tanaman, terutama dalam proses pembentukan protoplasma, senyawa pelarut, media reaksi metabolik, penghasil hidrogen, pada proses fotosintesis, pemelihara turgiditas sel, dan berperan penting dalam pemanjangan dan pembesaran sel (LEVITT, 1980).

Re-exposure of 0t4

Aplikasi mikoriza berpengaruh terhadap peningkatan bobot kering tajuk tanaman, namun tidak berpengaruh terhadap peubah bobot kering akar (Tabel 4). Seperti halnya pada komponen pertumbuhan, meningkatnya serapan air dan hara menyebabkan produksi biomas khususnya pada bagian atas tanaman (batang dan daun) juga ikut meningkat dengan pemberian cendawan mikoriza, namun tidak berbeda nyata pada biomas akar. Sebaliknya terbatasnya ketersediaan air mendorong produksi biomas baik bobot kering bagian atas tanaman (tajuk) maupun bagian bawah tanaman (akar) menurun secara linier sejalan dengan tingginya derajat perlakuan cekaman kekeringan yang diberikan. Tingkat ketersediaan air berpengaruh nyata terhadap pembesaran dan pembelahan sel (KRAMER, 1969).

Secara umum terlihat bahwa baik aplikasi cendawan mikoriza maupun cekaman kekeringan tidak konsisten pengaruhnya terhadap rendemen minyak di dalam daun nilam (Tabel 5). Dengan demikian terlihat bahwa rendemen minyak nilam lebih dipengaruhi oleh sifat genetik tanaman dibandingkan pengaruh lingkungan. Rendemen minyak nilam tertinggi dijumpai pada kombinasi perlakuan dengan aplikasi mikoriza pada derajat cekaman kekeringan sedang (50% KL).

0t5

0g1

Namun demikian tingkat peningkatan kadar prolina tanaman nilam pada perlakuan aplikasi mikoriza pada kondisi kekeringan jauh lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan tanpa mikoriza (Gambar 1). Salah satu usaha mempertahankan potensial air, tanaman meningkatkan kadar senyawa osmotikum seperti prolina dan asam-asam organik yang berfungsi dalam proses penyesuaian osmotik. (JONES dan TURNER, 1980). Dengan demikian, pemberian mikoriza mengurangi pengaruh cekaman kekeringan dengan meningkatkan kadar prolina di dalam daun, sehingga

Selain mampu menaikkan produksi, aplikasi cendawan mikoriza tampak mampu meningkatkan kadar patchouli alkohol (PA) daun nilam (Gambar 2). Patchouli alkohol merupakan hasil metabolik sekunder kelompok terpenoid yang sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Hasil penelitian tersebut sejalan dengan hasil penelitian MAIER et al. (1997) yang menyatakan bahwa kehadiran cendawan mikoriza mampu meningkatkan metabolik sekunder sesquiterpenoid cyclohexenone.

Seperti halnya dengan rendemen minyak, adanya cekaman kekeringan cenderung meningkatkan kadar PA di dalam daun nilam. RAHARDJO et al. (1999) melaporkan bahwa adanya cekaman kekeringan meningkatkan kandungan asam asiatikosida, asiatat, dan medasat tanaman pegagan. Dari keseluruhan kombinasi perlakuan yang diberikan kadar PA nya cukup tinggi di atas persyaratan ekspor 30%.

KESIMPULAN

Aplikasi mikoriza satu bulan setelah tanam (BST) mampu memperbaiki pertumbuhan tanaman nilam. Cekaman kekeringan menekan komponen pertumbuhan dan produksi biomas secara linier, sebaliknya cekaman kekeringan yang rendah dan sedang mampu meningkatkan rendemen minyak dan kadar patchouli alkohol (PA) daun nilam.

Aplikasi mikoriza mengurangi pengaruh cekaman kekeringan dengan meningkatkan kadar prolina di dalam daun, sehingga mampu meningkatkan kemampuan tanaman beradaptasi terhadap adanya cekaman kekeringan. Kadar patchouli alkohol tertinggi diperoleh pada perlakuan kombinasi aplikasi mikoriza dan cekaman kekeringan tinggi pada 25% KL.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Sudirman Yahya, MSc. dan Dr. Ir. Sri Wilarso Budi R., MS atas bimbingan dalam pelaksanaan penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

BPS. 1998. Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia. Jilid II. Ekspor 1998. Biro Pusat Statistik Jakarta. 1362p.

BPS. 2002. Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia. Jilid II. Ekspor 2002. Biro Pusat Statistik Jakarta. 1535p.

CRUZ, A.F., T. ISHI, and K. KADOYA. 2000. Effect of arbuscular mycorhizal fungi on tree growth, leaf drought potential, and levels of l-aminocyclopropane-l-carboxylic acid on pepper plant independent of plant size and nutrient content. J. Plant Physiol. 139 : 289-223.

DHALIMI, A., ANGGRAINI, dan HOBIR. 1998. Sejarah dan perkembangan budidaya nilam di Indonesia. Dalam Monograf Nilam. Balittro. Bogor. pp 1-9.

DITJEN BP PERKEBUNAN, 2004. Nilam. Statistik Perkebunan Indonesia 2001-2003. Ditjen BP Perkebunan Jakarta. 22p.

FAKUARA, Y. 1988. Mikoriza, Teori, dan Kegunaannya dalam Praktek. Pusat Antar Universitas (PAU) IPB. Bogor.123p.

JONES, M.M. and N.C. TURNER. 1980. Osmotic adjustment in expanding and fully expanded leaves of sunflower in response to drought deficit. Proc. Indian. Nat. Sci. Acad. 3(57):288-304.

KOSKE, R.E. and J. N. GEMMA. 1989. A modified procedure for staining roots to detect VA mycorhizas. Mycol. Res. 92(4):486-505.

KRAMER, P.J. 1969. Plant and Soil Drought Relationships. Mac Graw Hill Book Company Inc. New York. 482p.

MAIER, W.K., HAMMER, U. DAMMANN, B. SCHULZ, and D. STRACK. 1997. Accumulation of sesquiterpenoid cyclohexenone derivatives induced by an arbuscular mycorhizal fungus in member of the Poaceae. Planta. 202:36-42.

LEVITT, J. 1980. Responses of plants to environmental stresses: Drought, radiation, salt, and other stresses. Vol II. Academic Press. New York. 497p.

NEWMAN E. I. 1966. A method of estimating the total length of root in a sample. J. App. Ecol. 3:139-145.

NURYANI, Y. 1998. Karakterisasi. Dalam Monograf Nilam. Balittro. Bogor. pp.16-23

ONWUEME, I.C. 1978. The Tropical Tuber Crops: Yams, Cassava, Sweet Potato, and Cocoyam. John Wiley 234p.

RAHARDJO, M., SDM ROSITA, R. FATHAN, dan SUDIARTO. 1999. Pengaruh cekaman air terhadap mutu simplisia pegagan (Centella asiatica L.) Jurnal Penelitian Tanaman Industri. 5(3):92-97.

ROSMAN, R., EMMYZAR, dan P. WAHID. 1998. Karakteristik lahan dan iklim untuk perwilayahan pengembangan. Dalam Monograf Nilam. Balittro. Bogor. pp.47-55.

SALISBURY, F.B. and C.W. ROSS. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Jilid Satu. Sel : Air, larutan dan permukaan. Penerbit ITB, Bandung. 241p.

SETIADI, Y. 1989. Pemanfaatan Mikoriza Damar Kehutanan. PAU IPB. Bogor. 103p..

TRISILAWATI, O, T. SUPRIATUN, dan I. INDRAWATI. 2001. Pengaruh mikoriza arbuskula dan pupuk fosfat terhadap pertumbuhan jambu mete pada tanah podzolik merah kuning. Jurnal Biologi Indonesia, III (2) : 91-98.

WAHID, P., PM. PANDJI, L., E. MULYONO dan S. RUSLI. 1986. Masalah pembudidayaan tahapan nilam, serai wangi dan cengkeh. Diskusi Minyak Atsiri V. 3-4 Maret 1986. Bogor. 36p.

YOSHIDA, Y., T. KIYOSUE, K. Y. SHINOZAKI, and K. SHINOZAKI. 1997. Regulation of levels of proline as an osmolyte in plants under drought stress. Plant Cell Physiology. 38(10): 1095-1102.

Leave a Comment »

No comments yet.

RSS feed for comments on this post. TrackBack URI

Leave a comment

Create a free website or blog at WordPress.com.