Minyak Atsiri Indonesia

Melati dan Devi Rusman

PENGARUH JENIS KEMASAN TERHADAP MUTU DAN PERTUMBUHAN SETEK NILAM BERAKAR (Pogostemon cablin Benth) SELAMA PENYIMPANAN

Oleh: MELATI dan DEVI RUSMIN; Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Jl. Tentara Pelajar No. 3, Bogor 16111

Jurnal Littri 14(1), Maret 2008. Hlm. 1 – 6; ISSN 0853-8212

ABSTRAK

Penanganan benih yang baik sangat diperlukan untuk mempertahankan viabilitas benih nilam yang dikirim ke daerah yang jauh dari kebun induk. Benih yang tidak dikemas dengan baik akan berakibat menurunnya viabilitas benih dengan cepat, sehingga pada saat ditanam benih tidak dapat tumbuh (mati). Untuk itu telah dilaksanakan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh jenis kemasan setek berakar terhadap pertumbuhan nilam. Percobaan dilaksanakan di rumah kaca Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (Balittro) dari bulan Desember 2004 sampai dengan Maret 2005. Percobaan disusun dalam rancangan acak lengkap (RAL) terdiri atas tujuh perlakuan dengan 3 ulangan. Perlakuan yang diberikan adalah : (1) setek nilam dibalut tissue dan dibungkus plastik transparan, (2) setek nilam dibalut koran dan dibungkus plastik transparan, (3) setek nilam dibalut cocopeat dan dibungkus plastik transparan, (4) setek nilam dibalut tissue dan dibungkus karung plastik, (5) setek nilam dibalut koran dan dibungkus karung plastik, (6) setek nilam dibalut cocopeat dan dibungkus karung plastik, (7) kontrol (setek tidak dibalut dan tidak dibungkus). Hasil percobaan menunjukkan bahwa persentase hidup setek berakar nilam yang disimpan selama 7 hari pada semua kemasan kecuali kontrol masih tinggi yaitu >90%. Hampir dari seluruh parameter pertumbuhan (tinggi tanaman, jumlah tunas dan jumlah daun) yang diamati menunjukkan pengemasan setek nilam dibalut tissue dan dibungkus plastik transparan lebih baik dibandingkan dengan pengemasan setek yang lain.

Kata kunci : Nilam, Pogostemon cablin, benih, setek berakar, jenis kemasan, pertumbuhan, Jawa Barat

ABSTRACT

Effect of packing materials on the quality and growth of patchouli rooted cuttings Good seed handling should be carried out seriously to maintain the cutting viability of pacthouli especially when the cutting distributed to other region far away from the seed garden. Improper cutting packing will decrease of viability the cutting very fast and when it is planted the cutting will not grow.Therefore, the research was conducted to find out the effect of packing material on the growth of rooted cutting. The experiment was conducted in the green house of the Indonesian Research Institute for Aromatic and Medicinal Crops Bogor from December 2004 to March 2005, and it was arranged completely in a randomized design (CRD) with 3 replications, consisted of 7 packing treatments. The treatments were : (1) rooted cuttings wrapped using transparent plastic with tissue media, (2) rooted cuttings wrapped using transparent plastic with newspaper media, (3) rooted cuttings wrapped using transparent plastic with cocopeat media, (4) rooted cuttings wrapped using plastic sack with tissue media, (5) rooted cuttings wrapped using plastic sack with newspaper media, (6) rooted cuttings wrapped using plastic sack with cocopeat media, (7) control (unwrapped seedling). The results indicated that after 7 days of storage, rooted cuttings of patchouli were still viable (>90%) in all treatments except control. Packing of rooted cuttings by wrapping it with transparent plastic with tissue media showed the best growth with more number of leaves and higher plant compared to other packing treatments. Key words : Patchouli, Pogostemon cablin, seedling, rooted cutting, packing material, growth, West Java

PENDAHULUAN

Tanaman nilam (Pogostemon cablin Benth) merupakan salah satu tanaman penghasil minyak yang terpenting di Indonesia. Dalam dunia perdagangan minyak nilam dikenal dengan nama “Patchouly Oil”, yang banyak digunakan sebagai bahan baku, bahan pencampur dan fiksatif (pengikat wangi-wangian) dalam industri parfum, farmasi, dan kosmetika. Tanaman nilam berasal dari daerah tropis Asia Tenggara terutama Indonesia dan Filipina, serta India, Amerika Selatan dan China (GRIEVE, 2003).

Ekspor minyak nilam memberikan kontribusi lebih dari 50% dari total nilai ekspor minyak atsiri Indonesia. Volume ekspor minyak nilam setiap tahun menunjukkan trend yang meningkat sebesar 5,3% per tahun, sedangkan harga ekspor meningkat sebesar 3,5% per tahun. Sejak tahun 1985 dengan rata-rata ekspor sebesar 1.057 ton pertahun dan rata-rata harga sebesar US$ 18,83/kg (INDRAWANTO dan MAULUDI, 2004), hal tersebut merupakan peluang besar untuk pengembangan tanaman nilam. Seiring dengan meningkatnya permintaan minyak nilam perlu diupayakan kesinambungan sistem produksi yang dapat menjamin permintaan dan kualitas minyak nilam yang memenuhi standar ekspor.

Tanaman nilam sebagai penghasil minyak atsiri, harus lebih diutamakan mutunya daripada kuantitas produksi. Penyediaan bibit yang bermutu tinggi merupakan langkah awal yang harus diperhatikan. Perbanyakan tanaman nilam umumnya dilakukan secara vegetatif dengan menggunakan setek. Setek yang baik untuk ditanam harus berasal dari induk yang sehat. Mutu fisiologis yang baik untuk setek nilam berperan dalam penghematan biaya produksi bila persentase setek hidup tinggi. Mutu fisiologis setek yang rendah dapat mempengaruhi hasil panen karena tingkat kesuburan dan pertumbuhan tidak merata (RUMIATI et al., 1998). Bahan setek yang digunakan dapat berupa setek pangkal, setek tengah maupun setek pucuk. Bahan setek hanya mempengaruhi pertumbuhan awal, semua bahan setek dapat dimanfaatkan sebagai bahan tanaman (TASMA dan DARWATI, 1989).

Setek dapat langsung ditanam di lapang yang lahannya sudah diolah, tetapi untuk mendapatkan hasil yang lebih bagus setek harus disemai sehingga didapatkan setek yang telah berakar (TASMA, 1989). Setek yang sudah berakar lebih tahan terhadap kondisi lapang karena akar sudah dapat langsung menyerap unsur hara dan air dari lingkungannya. Dengan menggunakan setek berakar pemakaian bahan tanaman lebih hemat, pertumbuhan bibit lebih cepat dan keberhasilan pertumbuhan di lapang lebih tinggi.

Seiring dengan meningkatnya permintaan minyak nilam maka banyak pengusaha di bidang agroindustri yang berminat untuk menanam nilam. Permintaan terhadap setek nilam cukup tinggi, permintaan jarak dekat (jarak tempuhnya 1-2 hari) dapat dipenuhi dengan setek yang belum berakar. Permintaan dengan jarak tempuh yang cukup jauh lebih dari 2 hari, setek yang belum berakar cukup beresiko karena kondisi selama diperjalanan dapat mempengaruhi mutu setek sehingga setek banyak yang layu, pada saat setek ditanam di lapang banyak setek yang tidak dapat tumbuh, bahkan mati. Pengiriman nilam dengan menggunakan setek berakar dapat mengatasi masalah tersebut. MELATI et al., (2006) menyatakan bahwa persentase hidup setek nilam berakar masih tinggi walaupun telah disimpan selama 7 hari.

Pengiriman setek nilam biasanya menggunakan setek yang tidak berdaun (daunnya dibuang) hal ini bertujuan untuk mengurangi penguapan selama pengiriman. Pengiriman setek dalam jumlah besar pengurangan daun akan membutuhkan pertambahan waktu, tenaga dan biaya yang cukup besar. Penggunaan stek berdaun ternyata lebih baik dibandingkan dari setek yang tidak berdaun, walaupun telah disimpan selama 7 hari (MELATI et al., 2006).

Kemasan yang digunakan dalam pengiriman nilam jarak jauh selama ini menggunakan sabut kelapa, moss atau spons yang dibasahi (yang dilembabkan) dan nilam dipak dalam gedebog pisang (SUFIANI dan HOBIR, 1998). Pengemasan seperti di atas dirasakan kurang efektif karena kemasan menjadi berat sehingga akan membutuhkan biaya yang lebih besar untuk pengiriman jarak jauh (menggunakan pesawat) dan kesulitan untuk mendapatkan gedebog pisang saat ini.

Berdasarkan permasalahan tersebut, percobaan ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh jenis kemasan setek nilam berakar selama penyimpanan terhadap mutu dan pertumbuhan nilam. Dari penelitian ini diharapkan jenis kemasan yang optimal untuk pengiriman setek nilam berakar sebelum ditanam di lapang.

BAHAN DAN METODE

Percobaan dilakukan di rumah kaca Balittro mulai Desember 2004 – Maret 2005. Percobaan disusun dalam rancangan acak lengkap dengan 7 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan kemasan terdiri dari:

A. Setek nilam dibalut tissue dan dibungkus plastik transparan.

B. Setek nilam dibalut koran dan dibungkus plastik transparan.

C. Setek nilam dibalut cocopeat dan dibungkus plastik transparan.

D. Setek nilam dibalut tissue dan dibungkus karung plastik

E. Setek nilam dibalut koran dan dibungkus karung plastik

F. Setek nilam dibalut cocopeat dan dibungkus karung plastik

G. Kontrol (setek tidak dibalut dan tidak dibungkus)

Setek nilam yang digunakan adalah varietas Sidikalang, yang diambil dari tanaman berumur 12 bulan.  Setek yang digunakan adalah setek pucuk dengan diameter 2 mm – 5 mm, panjang setek 15 – 20 cm. Setek disemai di bedengan yang telah berisi media dari campuran sekam dan sabut kelapa (cocopeat). Setelah 1,5 bulan dari semai, setek yang telah tumbuh dicabut dengan hati-hati, setek dibersihkan dari media. Setek nilam lalu dikemas sesuai dengan perlakuan dengan cara membungkus bagian bawah setek dengan media yang sesuai dengan perlakuan. Sebelum digunakan, media terlebih dahulu dibasahi dengan air (dilembabkan). Jumlah bahan tanaman yang digunakan adalah 25 setek setiap perlakuan dan ulangan. Selanjutnya bibit dimasukkan ke dalam kardus yang telah diberi aerasi, dan disimpan selama 7 hari di dalam ruangan dengan suhu 29ºC – 31ºC, dengan kelembaban 72%– 90%.

Setelah 7 hari penyimpanan bibit ditanam di polybag berukuran 10 x 15 cm yang berisi media campuran tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 2 : 1. Pengamatan dilakukan sejak tanaman berumur 2 minggu sampai tanaman berumur 8 minggu. Parameter yang diamati meliputi pertumbuhan tanaman : (1) persentase setek yang tumbuh, (2) tinggi tanaman, (3) jumlah daun, (4) jumlah tunas dan (5) berat kering batang, daun dan akar.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Persentase Setek yang Tumbuh (Percentage of Viable Cutting)

0t1

Hasil pengamatan setelah 2 bulan tanam menunjukkan bahwa penyimpanan setek nilam berakar dengan menggunakan kemasan memberikan hasil yang berbeda nyata terhadap persentase setek yang tumbuh dibandingkan dengan setek nilam yang tidak diberi kemasan sama sekali. Diduga hal ini disebabkan karena media tissue, kertas koran dan cocopeat mampu mempertahankan kadar air atau kelembaban selama penyimpanan, sehingga dapat mensuplai kebutuhan air untuk menjaga kesegaran batang selama penyimpanan (Tabel 1).

Selanjutnya jenis kemasan dan media yang digunakan mampu mempertahankan viabilitas setek nilam selama penyimpanan (7 hari). Hal tersebut juga sesuai dengan penelitian terdahulu, dimana setek nilam berakar yang disimpan dengan media cocopeat mampu mempertahankan viabilitas sampai 100% setelah disimpan selama 7 hari (MELATI et al., 2006). MURTININGSIH et al. (2002) melaporkan bahwa pada pengiriman bunga krisan antar propinsi selama 48 jam, penyegaran bunga dan daun dapat dilakukan dengan menggunakan air.

Tinggi Bibit (Height of Young Plant)

Hasil pengamatan terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa perlakuan nilam dibalut tissue dan dibungkus plastik transparan memberikan hasil yang tertinggi pada akhir pengamatan (8 minggu setelah tanam) yaitu 25,13 cm (Gambar 1). Perlakuan tersebut tidak berbeda nyata dengan perlakuan setek nilam dibalut koran dan dibungkus plastik yaitu 24,65 cm (Tabel 2).

0g1

Gambar 1. Grafik pengaruh pengemasan terhadap tinggi tanaman Figure 1. Histogram of packing influence on the plant height Keterangan : A. Setek nilam dibalut tissue dan dibungkus plastik transparan B. Setek nilam dibalut koran dan dibungkus plastik transparan C. Setek nilam dibalut cocopeat dan dibungkus plastik transparan D. Setek nilam dibalut tissue dan dibungkus karung plastik E. Setek nilam dibalut koran dan dibungkus karung plastik F. Setek nilam dibalut cocopeat dan dibungkus karung plastik G. Kontrol (setek tidak dibalut dan tidak dibungkus)

Lebih tingginya setek nilam pada perlakuan media tissue dan koran dengan kemasan plastik, diduga karena pengemasan setek dengan menggunakan media tissue dan koran yang dibasahi dengan air yang kemudian setek dibungkus dengan plastik transparan dapat mempertahankan viabilitas setek nilam selama penyimpanan. Plastik yang digunakan untuk membungkus setek untuk menjaga kelembaban media. Metabolisme setek berakar selama penyimpanan tetap berlangsung dengan baik karena tersedianya air pada media tissue dan koran. Akar tetap mampu memasok daun dengan air, sehingga kesegaran daun tetap terjaga. Air merupakan unsur utama dalam proses metabolisme selama penyimpanan. Pada Gambar 2 dan 3 dapat dilihat bahwa setek nilam berakar dengan kemasan menggunakan plastik transparan serta media tissue, koran dan cocopeat warna daunnya lebih hijau dibandingkan pengemasan dengan menggunakan karung plastik. Daun merupakan bagian tanaman yang memasok karbohidrat yang diperlukan untuk metabolisme dan pertumbuhan akar, sedangkan akar memasok daun dengan air dan bahan makanan/mineral (WILKINS, 1989). Hal tersebut sejalan dengan penelitian SJAIFULLAH et al. (2001) bahwa perendaman tangkai bunga dengan air suling(akuades) atau dengan menggunakan larutan lain dapat mempertahankan kesegaran bunga selama peragaan dalam suhu ruang.

Dari Gambar 1 dapat dilihat bahwa perlakuan setek yang dikemas dengan plastik menggunakan media tissue dan koran menunjukkan tinggi tanaman yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya, dari awal pengamatan sampai akhir pengamatan (8 minggu setelah tanam). Setek nilam tanpa kemasan (kontrol) mempunyai tinggi tanaman paling rendah dibandingkan perlakuan menggunakan kemasan yaitu 20,1 cm.

0t2

Jumlah Daun Number of Leaves

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan nilam dibalut tissue dan dibungkus plastik transparan mempunyai jumlah daun paling banyak dan berbeda nyata dibandingkan perlakuan D (setek dibalut tissue dan dibungkus karung plastik) dan perlakuan G (tidak menggunakan kemasan) yakni 18,45 helai. Jumlah daun terendah terdapat pada perlakuan media tissue dibungkus karung plastik dan kontrol (tanpa kemasan) yakni 11,97 helai dan 12,2 helai. Hal ini diduga karena setek dengan kemasan tissue dan dibungkus plastik transparan masih mempunyai viabilitas tinggi sehingga pada saat ditanam di polybag setek langsung dapat beradaptasi dengan baik sehingga memicu pembentukan daun-daun baru. Sedangkan pada setek dengan perlakuan media tissue dibungkus karung plastik dan tanpa kemasan setek mengalami stress selama penyimpanan karena tingginya suhu. Kandungan air tissue cepat menguap karena karung plastik mengandung pori sehingga tissue mengering dan kebutuhan tanaman terhadap air tidak terpenuhi dan daun menguning (Gambar 3c). Pada awal pertumbuhan daun–daun yang telah menguning tadi berguguran sehingga setek mengalami kekurangan energi untuk proses metabolisme dan pertumbuhan daun terhambat. Daun merupakan bagian tanaman yang memasok karbohidrat yang diperlukan untuk metabolisme dan pertumbuhan akar, dan akar memasok daun dengan air dan bahan makanan/ mineral (WILKINS, 1989).

Jumlah Tunas (Number of Shoots)

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa jumlah tunas setek berakar nilam yang dibalut tissue dan dibungkus plastik transparan mempunyai tunas terbanyak berbeda nyata dengan tunas pada perlakuan kemasan yang lainnya, yakni 1,65 buah. Sedangkan jumlah tunas terendah terdapat pada perlakuan tanpa kemasan (kontrol) dan setek dibalut cocopeat dan dibungkus plastik yakni 0,92 buah. Proses pertumbuhan tunas dimulai sejak setek berumur 2 minggu sama halnya dengan pertumbuhan daun. Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa jumlah daun dan jumlah tunas pada masing masing perlakuan hampir sejalan. Pada awal pengamatan setelah 2 minggu tanam tunas-tunas sudah bermunculan pada setiap perlakuan. Hal ini diduga karena proses metabolisme sudah normal kembali dengan banyaknya daun yang muncul sehingga proses differensiasi pembentukan sel baru juga terjadi.

Pengemasan pada setiap perlakuan mampu mempertahankan kandungan air pada media yang digunakan (tissue, koran dan cocopeat). Selama penyimpanan setek nilam berakar tetap melakukan proses metabolisme dengan memanfaatkan air dan unsur hara yang ada pada media tissue, koran dan cocopeat sebagai sumber nutrisi. Selanjutnya setelah penanaman ke polybag, unsur hara yang tersedia pada media tanah dan pupuk kandang dapat langsung merangsang pertumbuhan tunas, sehingga setelah 2 minggu ditanam dipolybag tunas sudah bermunculan. Untuk pengiriman jarak jauh, bunga lili dapat dipertahankan kelembabannya dengan membungkus batang dengan koran yang dibasahi dengan air, sehingga tanaman tidak menjadi layu (MEYER, 2007). Selanjutnya AMIARSI et al. (2002) menyatakan bahwa unsur utama dalam mempertahankan masa kesegaran bunga dan persentase pemekaran bunga selama peragaan dalam suhu ruang adalah larutan yang digunakan untuk merendam tangkai bunga. Larutan berfungsi sebagai cadangan makanan untuk berlangsungnya proses metabolisme.

0g2

Gambar 2: Setek nilam dengan kemasan plastik media: (A) media tissue, (B) media cocopeat, (C) media koran Figure 2. Patchouli cuttings with plastic packing (A) tissue media, (B) cocopeat media, (C) newspapermedia

0g2

Gambar 3. Setek nilam dengan kemasan: (A) plastik, (B) karung plastik Figure 3. Patchouli cuttings with packing : (A) plastic, (B) plastic sack

Berat Kering Dry Weight

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pada semua parameter pertumbuhan bobot kering batang, daun dan akar tertinggi didapatkan pada perlakuan setek nilam dibalut tissue dan dibungkus plastik transparan, masingmasing adalah 11,9 g, 3,78 g, dan 1,62 g tetapi hal tersebut tidak berbeda nyata dengan perlakuan setek nilam yang dibalut koran dan dibungkus plastik di mana bobot kering batang, daun dan akar masing-masing adalah 10,25g, 3,16g, dan 1,23 g. Hal ini sejalan dengan pertumbuhan bibit di mana bobot kering berkorelasi dengan pertumbuhan bibit (tinggi bibit, jumlah daun dan jumlah tunas). Bibit dengan pertumbuhan yang lebih baik tentu akan menghasilkan bobot kering tanaman yang lebih tinggi.

0t3

KESIMPULAN

Setek nilam berakar yang menggunakan media tissue, koran dan cocopeat yang dibalut dengan plastik transparan dan karung plastik, setelah disimpan selama tujuh hari memiliki persentase hidup yang masih tinggi, yakni di atas 90%, sedangkan kontrol (tanpa kemasan) hanya 86%. Bobot kering tertinggi (batang, daun, dan akar) pada setek nilam yang dikemas dengan plastik transparan masing-masing sebesar 11,9 g, 3,78 g dan 1,62 g.

Hampir dari seluruh parameter pertumbuhan (tinggi tanaman, jumlah tunas, jumlah daun) menunjukkan bahwa pertumbuhan bibit setek nilam yang dikemas dengan tissue dan plastik transparan tidak berbeda nyata dibandingkan dengan setek yang dikemas dengan koran dan dibungkus plastik. Kedua perlakuan ini lebih baik dibandingkan dengan setek yang dikemas dengan perlakuan lain. Karena harga tissue lebih mahal daripada harga koran, maka untuk aplikasi di lapang dalam jumlah besar sebaiknya pengiriman setek nilam jarak jauh dikemas dengan koran dan dibungkus dengan plastik transparan sehingga biaya operasional lebih murah dibandingkan kemasan menggunakan tissue dan dibungkus plastik transparan.

DAFTAR PUSTAKA

AMIARSI. D. YULIANINGSIH, MURTININGSIH, dan SJAIFULLAH. 2002. Penggunaan larutan perendam pulsing untuk mempertahankan kesegaran bunga mawar potong Idole dalam suhu ruangan. Jurnal Hortikultura. 12 (3):178–183.

GRIEVE, M. 2003. A modern herbal, patchouli, http://www.botanical.com/botanical/mgmh/p/patcho 15.html

INDRAWANTO, C. dan L. MAULUDI. 2004. Strategi pengembangan industri nilam Indonesia. Teknologi Pengembangan Minyak Nilam Aceh. Perkembangan Teknologi Tanaman Rempah dan Obat. XVI(2): 62 – 71

MELATI, D. RUSMIN dan SUKARMAN. 2006. Pengaruh lama penyimpanan setek berakar terhadap pertumbuhan nilam. Jurnal Penelitian Tanaman Industri. 12(4): 135-139.

MEYER, C. 2007. Waterlilies for Cutting, http://www.victoriaadventure. org/waterlilies images/christian cut flowers/cfl.html

MURTININGSIH, S PRABAWATI dan SJAIFULLAH. 2002 Pengepakan bunga krisan untuk pengiriman antar propinsi. Jurnal Hortikultura. 12(3): 191–197.

RUMIATI, D. RUSMIN dan M. HASANAH 1998. Sistem perbenihan. Monograf Nilam. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. p.33-39.

SJAIFULLAH, YULIANINGSIH dan AMIARSI. 2001. Pengaruh larutan perendaman dan pengangkutan bunga anggrek Dendrobium Woch Shien potong. Jurnal Hortikultura. 11(4): 269-274.

SUFIANI, S dan HOBIR, 1998. Teknik produksi bibit. Monograf Nilam. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. p.40-46.

TASMA, I. M, dan I. DARWATI, 1989. Pengaruh bahan setek dan pupuk daun terhadap pertumbuhan dan hasil nilam. Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. IV(2): 75 -79.

TASMA, I. M, 1989. Pengaruh bahan setek dan nitro aromatik terhadap pertumbuhan setek nilam. Pemberitaan Penelitian Tanaman Industri. 14(3): 98-101.

WILKINS, 1989. Fisiologi Tanaman 2. Bina Aksara, Jakarta. 832p.

Leave a Comment »

No comments yet.

RSS feed for comments on this post. TrackBack URI

Leave a comment

Create a free website or blog at WordPress.com.