Minyak Atsiri Indonesia

Endang Hadipoentyanti, dkk.

KARAKTERISASI DAN EVALUASI PLASMA NUTFAH TANAMAN AKAR WANGI (Vetiveria zizanioides L.)

Oleh: Endang Hadipoentyanti, Susi Purwiyanti dan Ermiati;  Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik

ABSTRAK

Tanaman akar wangi (Vetiveria zizanioides L.) berasal dari India. Kegunaan utamanya adalah untuk produksi minyak atsiri, penahan erosi atau rehabilitasi tanah. Akar wangi Indonesia masuk tipe India Selatan yaitu steril atau fertilitasnya sangat rendah. Minyak akar wangi Indonesia hampir seluruhnya diekspor, dikenal dengan “Java Vetiver oil“. Balittro telah mengoleksi plasma nutfah akar wangi sebanyak 40 nomor. Dari 40 nomor tersebut belum diketahui potensinya, baik sifat morfologi, produksi dan mutunya. Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan karakter mortologi, produksi dan mutu dari 40 nomor akar wangi. Penelitian dilaksanakan di KP. Manoko (1200 m dpl), bulan Januari-Desember 2007. Rancangan yang digunakan adalah acak kelompok dengan 2 ulangan. Perlakuan yang digunakan adalah 40 nomor akar wangi. Jumlah rumpun per petak adalah 20 rumpun, jarak tanam 100 x 50 cm. Parameter yang diamati adalah morfologi kuantitatif (tinggi tanaman, jumlah anakan, panjang daun, lebar daun, panjang ruas, panjang akar, diameter akar, diameter batang, lingkar bonggol, bobot basah bonggol), penampilan kualitatif (habitus, tekstur ruas, tekstur permukaan daun, bagian daun terlebar, bentuk ujung daun, pinggir daun, warna ruas batang, warna daun, warna pelepah daun), produksi (bobot basah akar, bobot kering akar) sedang mutu minyak (kadar minyak, total vetiverol, sifat fisika kimia). Panen dilakukan saat tanaman berumur 9 bulan setelah tanam. Hasil menunjukkan bahwa karakter morfologi dari 40 nomor akar wangi yang diuji pada umur panen 9 bulan tidak berbeda nyata. Karakter kualitatif dari semua nomor akar wangi sama kecuali pada aksesi dengan nomor 26 dan 29 dimana habitusnya tampak merumbai/cenderung rebah serta ruasnya yang tidak masif. Warna ruas batang mulai dari abu kekuningan (1 C) sampai kuning kehijauan (145 B). Warna pelepah daun mulai kuning (11 C) sampai kuning kehijauan (154 D). Warna daun kuning kehijauan (147 B). Karakter kuantitatif tidak berbeda nyata, tetapi fenotip tanaman tertinggi ditunjukkan oleh akar wangi nomor 37 (214 cm), jumlah anakan terbanyak nomor 4 (155.5), diameter batang terbesar nomor 1 (2.45 cm), bobot segar akar terberat nomor 30 (430 g), bobot kering akar terberat nomor 3 (72.56 g/rumpun). Kadar minyak akar wangi yang lebih dari 3% (3-3.67%) yaitu nomor 2,5,6,7,9,27 dan 28, dengan total vetiverol 64,99 – 72,68%.

Kata kunci : Vetivera zizanioides L., plasma nutfah, karakter, morfologi, produksi, mutu minyak, vetiverol

PENDAHULUAN

Tanaman akar wangi (Vetiveria zizanioides L.) berasal dari India, Asia Tenggara dan Afrika bagian Tropis (Truong, 1999 ; Bertea dan Comuso, 2000 cit. Truong, 2002). Akar wangi merupakan tanaman tahunan berbentuk rumpun, terutama diusahakan untuk produksi minyak atsirinya (Soleh et. al, 1990), dengan sifat perakaran yang rimbun dan tumbuh lurus ke dalam tanah, banyak digunakan sebagai penahan erosi, penahan terhadap kandungan logam berat, dan salinitas, dapat tumbuh pada rentang pH yang luas (3-11,5) sehingga dapat digunakan untuk merehabilitasi fisik dan kimia tanah yang telah rusak (Bertea dan Cassumo 2002 cit., Truong, 2002). Di Jawa Tengah (Wonosari) akar wangi banyak dimanfaatkan sebagai bahan dasar kerajinan seperti untuk tas, karpet, gantungan kunci, hiasan dinding dan lain-lain.

Akar wangi atau bahasa daerahnya disebut Usar (Vetiveria zizanioides L. Nash atau Andropogon nardus Blanco. atau Andropogon muricatus Ritz. (Maffei, 2002); Hopkins (2002) Chrysopon zizanioides; Vetiveria zizanioides Stapf. (Anonim, 2008) termasuk dalam genus Vetiveria. Di India dan Afrika terdapat spesies lain dari tanaman ini yang terkenal antara lain V. lawsonia dan V. Nigrita. Lebih dari 100 negara mengusahakan atau menanam akar wangi, baik untuk produksi minyak atsiri ataupun sebagai tanaman penahan erosi dan rehabilitasi tanah (Xiurong et al.,2003).

Tanaman akar wangi jarang berbunga, namun di Quensland (Australia) terdapat varietas akar wangi yang berbunga tetapi memiliki tingkat fertilitas yang sangat rendah, yaitu hanya 1 : 40.000 atau sekitar 0,0025% (Hopkinson, 2002). Oleh karena itu tanaman ini selalu dibiakkan secara vegetatif, melalui sobekan anakan (slip) atau kultur jaringan.

Terdapat 2 tipe akar wangi yaitu tipe India Utara (tumbuh liar dan berbiji) dan tipe India Selatan (tidak berbiji atau steril). Akar wangi yang banyak dibudidayakan dan diusahakan diberbagai negara untuk diambil minyaknya berasal dari tipe India Selatan.

Di Indonesia tanaman akar wangi dibudidayakan kebanyakan untuk diambil minyaknya. Penyebarannya terbatas di daerah Jawa Barat (Garut) dan Jawa Tengah (Wonosobo dan Wonosari), namun hanya di Garut saja yang diusahakan secara komersial untuk diproduksi minyaknya.

Minyak akar wangi Indonesia hampir seluruhnya diekspor, di pasaran dunia dikenal dengan Java vetiver oil. Indonesia pernah menjadi negara pengekspor terbesar kedua setelah Haiti, namun sekarang volume ekspor cenderung menurun berkisar 30-50 ton/tahun. Karena makin berkurangnya areal pertanaman di daerah Garut sebagai sentra produksi akibat persaingan dengan tanaman sayuran dan meningkatnya biaya produksi seperti bahan bakar.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sebanyak-banyaknya sifat-sifat yang ada pada setiap nomor koleksi plasma nutfah yang dimiliki. Karakterisasi pada akar wangi seharusnya mengacu pada Descriptor List International, namun sampai saat ini belum ditemukan Descriptor List untuk tanaman akar wangi. Untuk acuan sementara telah disusun deskriptor untuk tanaman akar wangi yang dapat berubah dan disempurnakan setiap saat, disesuaikan dengan hasil pengamatan, pengalaman dan kebutuhan.

Pada prinsipnya kegiatan karakterisasi hampir sama dengan evaluasi, bedanya untuk evaluasi ditujukan pada suatu sifat yang dianggap perlu/penting dalam perbaikan tanaman. Pada evaluasi sifat-sifat yang diamati sangat tergantung pada kondisi lingkungan, sehingga dibutuhkan rancangan lingkungan dan metode tertentu. Sifat yang diamati meliputi hasil, penampilan sifat agronomis, cekaman biotik dan abiotik, sifat biokimia, sitologi dan lain-lain (Bermawie, 2005).

Hanarida (2005) menyebutkan istilah karakterisasi digunakan untuk identifikasi sifat-sifat morfo-agronomi, sedangkan evaluasi digunakan untuk sifat-sifat toleransi atau ketahanan terhadap cekaman biotik dan abiotik dan kandungan fisiko-kimianya. Kandungan fisiko kimia ini di dalam identifikasi sifat-sifat dapat digunakan dalam membedakan aksesi/nomor yang dimiliki plasma nutfah tanaman Ocimum (Ocimum basilicum) (Hadipoentyanti dan Supriadi, 2000). Jadi evaluasi sangat penting karena dapat menentukan nilai guna dari tanaman yang bersangkutan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan karakter morfologi, produksi dan mutu 40 nomor plasma nutfah akar wangi milik Balittro.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini berlangsung dari bulan Januari sampai Desember 2007, yang dilakukan di KP. Manoko Lembang-Bandung (1200 m dpl).

Tanaman yang digunakan sebagai perlakuan adalah 40 nomor akar wangi hasil eksplorasi dan koleksi plasma nutfah Balittro yang berasal dari Jabar (Garut, Sukabumi, Kuningan) dan Jateng (Wonosobo). Bahan penunjuang antara lain pupuk kandang, pupuk buatan (Urea, SP-36 dan KCl), pestisida dan bahan kimia untuk analisis mutu minyak. Alat yang digunakan adalah bambu, seng, cat, kayu, karung plastik, cangkul, garpu, skop, meteran, tali, sprayer, sabit, kored, pisau,selang, ember, bak plastik, timbangan, sigmat.

Percobaan dirancang secara Acak Kelompok dengan 2 ulangan. Tiap perlakuan terdiri atas 20 rumpun, jarak tanam 100 cm x 50 cm (dalam baris 50 cm, antar baris 100 cm), luas petak 1600 m2 (netto) atau 2000 m2 (bruto). Adapun tahapan pelaksanaan kegiatan yang dilakukan sebagai berikut :

Persiapan benih

Benih diperoleh dari hasil penanaman tahun 2006 yang berumur 12 bulan atau lebih. Perbanyakan tanaman (benih) dilakukan dengan serpihan bonggol yang berdiameter ± 10 cm dengan 3 anakan.

Persiapan dan Pengolahan lahan

Tanah untuk pertanaman sebelumnya dicangkul/digarpu sampai gembur dan di bersihkan dari gulma. Kemudian dibuat bedengan–bedengan dan lubang tanaman dengan ukuran 20 cm x 20 cm x 15 cm. Jarak tanam yang digunakan 50 x 100 cm. Pupuk dasar berupa pupuk kandang sapi dengan ukuran 30-40 ton/ha, dimasukan dalam lubang tanam ± 1 bulan sebelum tanam, kemudian dicampur dengan tanah sampai merata.

Penanaman

Penanaman benih dilakukan pada awal musim hujan, sesuai dengan jarak tanam yang telah ditentukan dengan cara membenamkan serpihan anakan kedalam lubang tanam yang telah dipersiapkan.

Pemeliharaan

Pemeliharaan dilapang meliputi penyiraman, penyiangan pemupukan, pemangkasan dan pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT). Penyiraman dilakukan apabila tanahnya kering, penyiangan dilakukan apabila gulma sudah tumbuh mengganggu (1 bulan sekali). Pemupukan selain pupuk dasar, diberikan pupuk Urea, SP-36 dan KCl dengan ukuran 500 kg/ha, 250 kg/ha, 250 kg/ha. Pemangkasan daun dilakukan setiap 6 bulan, karena hal ini berpengaruh terhadap pertumbuhan akar. Daun hasil pangkasan dapat digunakan sebagai mulsa untuk menjaga kelembaban. Pengendalian OPT dilakukan sesuai keperluan apabila terdapat hama dan penyakit yang mengganggu terutama pada jamur akar.

Panen

Panen dilakukan setelah tanaman berumur 9 bulan dengan cara membongkar tanaman berlahan-lahan agar akar tidak putus. Panen dilakukan pada musim kemarau agar akar lebih mudah lepas dari tanah dan lebih cepat kering. Akar dibersihkan dari tanah yang melekat kemudian dikeringanginkan ditempat teduh. Setelah akar kering angin siap disuling untuk mendapatkan minyak dan selanjutnya dianalisa mutunya.

Pengamatan dilakukan pada morfologi kuantitatif tanaman (tinggi tanaman, jumlah anakan, panjang daun, lebar daun, panjang ruas, jumlah ruas, panjang akar, diameter akar, diameter batang, lingkar bonggol, bobot basah bonggol), produksi (bobot basah akar, bobot kering akar) dan mutu (kadar minyak, mutu minyak) dan penampilan kualitatif (habitus, tekstur ruas, tekstur permukaan daun, bagian daun terlebar, betuk ujung daun, pinggir daun, warna ruas batang, warna daun, warna pelepah daun). Data hasil pengamatan morfologi kuantitatif dianalisis varian, karakter-karakter yang berbeda nyata kemudian diuji lanjut dengan menggunakan Uji Jarak Beganda Duncan (DMRT) taraf 5% (Gomez and Gomez, 1995). Analisis statistik menggunakan program SAS versi 6.12. Pengamatan warna pada penampilan kualitatif didasarkan pada Royal Horticultural Society (RHS) Colour Chart ( 2001).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Secara umum dilihat dari hasil analisis statistik untuk semua karakter morfologi (kuantitatif) dari 40 nomor akar wangi tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata, namun jika dilihat pada masing-masing karakter pertumbuhan seperti tinggi tanaman dan jumlah anakan terdapat nomor-nomor yang memiliki penampilan terbaik yang dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2.

0t1

0t2

Dari tabel 1 terlihat walaupun secara statistik tidak berbeda nyata namun dari tinggi tanaman dapat dikatagorikan 6 (enam) nomor yang mempunyai penampilan terbaik (≥ 200 cm) yaitu nomor 11 (206.12 cm), nomor 15 (205.90 cm), nomor 23 (203.10 cm), nomor 36 (203.30 cm), nomor 37 (214.00 cm) dan nomor 40 (201.50 cm). Untuk jumlah anakan terbanyak (≥ 100 anakan) ada 4 nomor yaitu nomor 3 (104 anakan), nomor 4 (155 anakan), nomor 26 (100 anakan) dan nomor 27 (114 anakan). Panjang daun, nomor 9, 15, 20, 25, 26, 30 dan 40 mempunyai daun yang panjangnya ≥170 cm, sedang nomor 11, 12 dan 13 memiliki daun yang terlebar yaitu ≥1.30 cm. Panjang ruas terpanjang pada ditunjukkan oleh aksesi nomor 15 (13.07 cm), nomor 33 (14.86 cm) dan nomor 34 (15.02 cm). Rupanya panjang akar dari semua nomor tidak ada yang mempunyai yang melebihi 50 cm, berarti merupakan jenis yang mempunyai akar pendek. Aksesi nomor 1 (42.35 cm), nomor 5 (42.45 cm), nomor (40.49 cm) dan nomor 17 (42.00 cm). Pendeknya akar ini juga kemungkinan terjadi akar terputus sewaktu penggalian/pengambilan akar, diameter akar berkisar antara 0.6-1.24 mm, diameter akar terbesar pada nomor 1 (1.24 mm).

Pada tabel 2 diameter batang (semu) berkisar antara 1.31-2.45 cm, diameter batang terbesar pada nomor 1 (2.45 cm). Lingkar bonggol berkisar 43.90-58.05 cm. Bobot basah bonggol antara 565.5-1053.0 g/rumpun. Bobot bsah akar berkisar 149.10-430.00 g/rumpun, sedang bobot kering angin berkisar 43.56-72.55 g/rumpun. Jumlah ruas bervariasi dari 2-10 ruas.

Dari karakter kualitatif (Tabel 3) semua nomor akar wangi memperlihatkan habitus yang tegak, kecuali nomor 26 dan 29 (habitus merumbai/cenderung rebah). Semua nomor mempunyai ruas yang masif, kecuali nomor 26 dan 29. Hampir semua daun mempunyai testur permukaan yang licin dan halus, tetapi bagian pinggir daun berduri halus. Bagian daun terlebar ada di bawah tengah-tengah daun (pangkal), dengan bentuk ujung daun runcing.

0t3

Pada table 4 tampak warna ruas batang mulai dari abu kekuningan (1 C) sampai kuning kehijauan (145 B). Warna pelepah daun mulai kuning (11 C) sampai kuning kehijauan (154 D). Warna daun kuning kehijauan (147 B) (Tabel 3 dan 4). Habitus, saat panen, penampilan penampang batang, penampilan akar, dan penyulingan minyak dapat dilihat pada gambar 1.

0t4

0g1

Gambar 1. (A) Penampilan /habitus akar wangi sebelum panen, (B) saat panen, (C) penampilan penampang batang, (D) penampilan akar dan (E) penyulingan minyak

0t5

Hasil analisa kadar minyak dapat dibagi menjadi 3 kelompok yaitu nomor akar wangi dengan kadar minyak tinggi (≥ 3%), kadar minyak menengah (3-2%) dan kadar minyak rendah (< 2%). Kadar minyak yang tinggi ditunjukkan oleh hasil analisa 7 nomor, yaitu nomor 2 (3.00%), 5 (3.67%), 6 (3.33%), 7 (3.00%), 9 (3.67%), 27 (3.33%) dan nomor 28 (3.00%). Nomor tersebut dapat diindikasikan sebagai nomor harapan karena kadar minyaknya tinggi. Nomor ini telah terbukti melalui 2 kali evaluasi ternyata memang menunjukkan stabilitas kadar minyak yang tinggi, sehingga dalam uji adaptasi untuk mendapatkan varietas unggul, nomor tersebut diikutkan dalam uji adaptasi pada beberapa agroklimat yang berbeda. Nomor yang mempunyai kadar minyak rendah adalah nomor 4 (1.60%), 8 (1.75%), 11 (1.40%), 12 (1.80%), 18 (1.75%), 20 (1.80%), 21 (1.25%) dan 32 (1.75%), sisanya 25 nomor masuk pada kategori kadar minyak sedang (Tabel 5). Analisa kadar vetiverol hanya dilakukan pada 7 nomor akar wangi yang memiliki kadar minyak tinggi yaitu no.2 (67.44%), 5 (69.33%), 6 (68.17%), 7 (70.46%), 9 (64.99%), 27 (71.15%) dan 28 (72.68%). Kadar vetiverol 15 nomor dari katagori kadar minyak tinggi, sedang dan rendah berkisar antara 51.78-74.46% dan analisa mutu minyaknya dapat dilihat pada Tabel 6.

0t6

KESIMPULAN

Karakter morfologi kuantitatif 40 nomor akar wangi pada umur 9 bulan setelah tanam tidak menunjukkan perbedaan yang nyata secara statistik, tetapi dari fenotip yang tampak, nomor aksesi 37 merupakan tanaman tertinggi (214 cm), jumlah anakan terbanyak pada asksesi nomor 4 (155.5), diameter batang (semu) terbesar pada aksesi nomor 1 (2.45 cm), bobot akar terberat pada aksesi nomor 30 (430 g), bobot akar kering terberat pada asksesi nomor 3 (72.56 g/rumpun). Kadar minyak yang lebih tinggi dari 3% yaitu nomor 2,5,6,7,9,27 dan 28 dengan total vetiverol 64.99-72.68%. Karakter kualitatif dari semua nomor akar wangi sama kecuali pada aksesi dengan nomor 26 dan 29 dimana habitusnya tampak merumbai/cenderung rebah serta ruasnya yang tidak masif. Warna ruas batang  mulai dari abu kekuningan (1 C) sampai kuning kehijauan (145 B). Warna pelepah daun mulai kuning (11 C) sampai kuning kehijauan (154 D). Warna daun kuning kehijauan (147 B).

Dari karakterisasi dan evaluasi 40 nomor akar wangi yang merupakan koleksi plasma nutfah Balittro dapat diketahui karakter morfologi, hasil/produksi dan kadar minyak serta total vetiverolnya. Nomor-nomor yang mempunyai kadar minyak dan total vetiverol tinggi (7 nomor) dapat digunakan sebagai bahan tanaman uji adaptasi dibeberapa lokasi untuk mendapatkan varietas unggul akar wangi.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2008. Vetiveria stapf. http://anekaplanta.wordpress.com. diakses pada tanggal 29 November 2008.

Bermawie, N., 2005. Karakterisasi Plasma Nutfah Tanaman. Plasma Nutfah Perkebunan. Buku Pedoman Pengelolaan. Puslitbangbun, Badan Litbang Pertanian. 38-52.

Gomez, K.A. AND Gomez, A..A.1995. Prosedur Statistik Untuk Penelitian Pertanian. UI Press, Jakarta, 698 p.

Hadipoentyanti, E. Dan S. Wahyuni, 2004. Pengelompokkan Kultivar Berdasar Sifat Morfologi. Buletin Plasma Nutfah. Badan Litbang Pertanian. Vol. 10 (1) : 32-36.

Hadipoentyanti, E. Dan Supriadi, 2000. Potensi Ocimum sebagai Sumber Bahan Baku Obat. Buletin Kehutanan dan Perkebunan. Dep. Kehutanan dan Perkebunan. Badan Litbang Kehutanan dan Perkebunan. Vol. 1 (1): 11-19.

Hadipoentyanti, E., 2005. Status Plasma Nutfah Tanaman Vanili ( Vanilla sp). Plasma Nutfah Perkebunan. Buku Pedoman Pengelolaan. Puslitbangbun, Badan Litbang Pertanian. 97-116.

Hanarida, I.S., 2005. Evaluasi Plasma Nutfah Tanaman. Plasma Nutfah Tanaman Perkebunan. Buku Pedoman Pengelolaan. Puslitbangbun, Badan Litbang Pertanian. 53-58.

Hopkin, J. 2002. The potential of vetiver grass to produce fertile seed when used for roadside stabilization in Cook Shire. A report of John Hopkinson (post-retirement Associate with DPI at Walkamin Research Station) to Paul Grahan (main Road Dept, Cairns).

Maffei, M. 2002. Introduction to the genus Vetiveria. Dalam Vetiveria. Taylor & Francis, London, New York.p.1-19.

Soleh, D., R. Rosman, dan M.P. Leksmanahardja. 1990. Budidaya akar wangi. Prosiding Simposium I. Hasil Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri. Buku IV. Tanaman Atsiri. Seri Pengembangan No.13.1990.

Truong, P.N. V. 2002. Vetiver grass technology. Dalam Vetiveria. Taylor & Prancis. London and NewYork : 114-132.

Truong, P.N.V. 1999. Vertiver grass tecnology for land stabilization, erosion control in the Asia Facific Region. Peper presented in the first Asia-Facific Conference on Ground and Water Bio-engineering. Manila.

Xiurong, W., Xiaoliang, L and Xiongsong, S. 2003. Vetiver root system in the rejuvination period after transplanting : South Pratacultural Center, South China Agricultural University, Guangzhou. China.

Leave a Comment »

No comments yet.

RSS feed for comments on this post. TrackBack URI

Leave a comment

Blog at WordPress.com.