Minyak Atsiri Indonesia

Titut Yulistyarini, dkk.

POTENSI PENGEMBANGAN BUDIDAYA KENANGA (Cananga odorata (Lam.) Hook.f. & Thomson) SEBAGAI PENGHASIL ATSIRI DI KABUPATEN PASURUAN

Titut Yulistyarini1, Abban Putri Fiqa2 dan Rachmawan Adi Laksono3

UPT Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Purwodadi-LIPI; email : 1tyulistyarini@yahoo.com, 2abbanpf@gmail.com, 3rachmawan_adi@yahoo.co.id

ABSTRAK

Kenanga (Cananga odorata) dikenal karena keharuman bunganya. Bunga kenanga banyak digunakan sebagai bunga tabur di pemakaman dan untuk upacara adat. Selain itu, bunga kenanga dengan kandungan minyak atsirinya disuling menjadi bahan minyak wangi, yang bernilai ekonomi tinggi. Kabupaten Pasuruan merupakan salah satu sentra produksi kenanga di Jawa Timur. Sentra produksi kenanga terbesar berada di Kecamatan Purwodadi, mencapai luasan 220 Ha, sedangkan sisanya tersebar dibeberapa kecamatan lainnya. Penelitian dilakukan dengan pengamatan langsung dan pengumpulan data sekunder dari Sistem Informasi Monitoring Tata Ruang (SIMTARU) Kabupaten Pasuruan untuk mendapatkan data potensi kesesuaian lahan di Kabupaten Pasuruan, data sekunder kemudian dianalisis dengan analisis spasial menggunakan program Arc. View 3.1. Hasil analisis berupa peta menunjukkan bahwa kawasan yang sesuai untuk pengembangan budidaya kenanga adalah daerah Kecamatan Tutur dan Puspo. Sedangkan Kecamatan Pandaan, Purwosari dan Sukorejo dapat dikembangkan sebagai kawasan pengolahan minyak atsiri hasil budidaya.

Key words: Keywords: kenanga, pengembangan budidaya, Pasuruan, analisis spasial,  Peta potensi pengembangan.

1. PENDAHULUAN

Kenanga (Cananga odorata) dikenal karena keharuman bunganya. Di Jawa dan Bali, kenanga diperdagangkan oleh penduduk setempat sebagai bunga rampai dan bunga tabur yang digunakan dalam upacara-upacara keagamaan. Selain itu kenanga juga dikenal sebagai tanaman obat, daun sebagai obat gatal (Burkill, 1935), bunga kering untuk obat malaria (Heyne, 1987); bunga segar untuk aroma terapi, serta kulit batang sebagai obat koreng. Minyak atsiri yang terkandung dalam bunga kenanga digunakan sebagai bahan minyak wangi. Minyak kenanga mempunyai nilai ekonomi cukup tinggi di pasaran dunia. Selain bernilai ekonomis, pohon kenanga juga bernilai ekologis, dimana pohon ini dapat digunakan untuk stabilitas lereng karena tipe perakarannya yang kuat dan dalam.

Pohon kenanga umumnya diusahakan sebagai tanaman pekarangan atau tanaman tumpangsari. Di Boyolali, Blitar dan Pasuruan, kenanga ditanam secara tidak teratur di pekarangan-pekarangan rumah. Sedangkan di Cirebon dan Banten, dipelihara sebagai tanaman tumpang sari di antara pohon buah-buahan dan kelapa (Nasution dan Sastrapradja, 1975).

Kabupaten Pasuruan memiliki luas ± 149.198,05 hektar dan jumlah penduduk sekitar 1.366.605 jiwa. Secara administrasi wilayah kabupaten ini terbagi dalam 6 wilayah Pembantu Bupati, 24 wilayah kecamatan, 341 wilayah desa dan 24 wilayah kelurahan. Kabupaten ini merupakan salah satu daerah potensial tanaman kenanga di Jawa Timur, dengan luas areal tanam mencapai 324 ha. Sentra produksi kenanga terbesar berada di Kecamatan Purwodadi, mencapai luasan 220 ha, sedangkan sisanya tersebar di beberapa kecamatan lainnya. Produksi bunga kenanga keseluruhan mencapai 603 ton bunga basah atau rata-rata 2.899 kg/Ha. Selain dijual dalam bentuk bunga segar, bunga kenanga dari daerah ini juga dijual sebagai minyak kenanga. Beberapa petani kenanga di Purwodadi mempunyai unit-unit penyulingan minyak kenanga.

Melihat potensi yang dimiliki Kabupaten Pasuruan untuk pengembangan budidaya kenanga, maka perlu dilakukan penelitian tentang kesesuaian lahan daerah ini dengan persyaratan tumbuh kenanga. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan dalam penentuan wilayah prioritas pengembangan kenanga, agar dapat diperoleh nilai ekonomis (produksi) dan nilai ekologis yang optimal.

2. METODE

Pengamatan langsung dilakukan ke beberapa kawasan sentra produksi kenanga untuk mengetahui kondisi nyata di lapangan. Selain itu, dilakukan pengumpulan data sekunder mengenai kualitas lahan Kabupaten Pasuruan yang tercantum dalam Sistem Informasi Monitoring Tata Ruang (SIMTARU) Kabupaten Pasuruan. Kriteria kesesuaian lahan kenanga disusun berdasarkan data syarat tumbuh pohon kenanga yang dihimpun dari berbagai sumber (Yusuf dan Sonihin, 1999; Nasution dan Sastrapradja, 1977; Sunanto,1993) dan Persyaratan Penggunaan Lahan untuk Kenanga (Djaenudin dkk., 2001) serta data kualitas lahan tujuh kecamatan, yang tercantum dalam SIMTARU Kabupaten Pasuruan. Data kualitas lahan tersebut dicocokkan dengan persyaratan tumbuh kenanga, kemudian dianalisis secara spasial menggunakan program Arc view 3.1, yaitu dengan melakukan overlay data-data yang didapatkan dari layer-layer elevasi, curah hujan, kedalaman efektif, tekstur, jenis tanah, tata ruang dan sistem land use. Dari hasil analisis tersebut diperoleh peta kawasan berpotensi untuk pengembangan budidaya kenanga di Kabupaten Pasuruan.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Kenanga, Morfologi dan Syarat Pertumbuhannya

Kenanga diidentifikasikan sebagai pohon, tinggi mencapai 30 – 35m, batang lurus berwarna kelabu. Daun tunggal warna hijau tua, tersusun berselang-seling, berbentuk bulat telur atau bulat telur memanjang dengan pangkal daun menyirip jantung dan ujung daun berbentuk runcing, tepi daun berbentuk keriting atau berombak dan bagian pangkal daun berbentuk membulat, ukuran mencapai 8 – 20cm x 5 – 10cm dan petiola yang berukuran ± 1,3cm. Bunga berbentuk ‘bintang” majemuk menggarpu, pendek, menggantung, berwarna hijau ketika masih muda, dan menjadi kuning setelah tua, muncul pada batang pohon atau ranting bagian atas pohon, dengan susunan yang khas, mahkota bunga berjumlah 6, 8 atau 9, berdaging, terlepas satu sama lainnya, dan tersusun dalam 2 lingkaran yang masing-masing biasanya berjumlah 3, benang sarinya banyak, dan ruang tempat sari berhubungan terdapat di ujung tangkai sari, berbentuk memanjang dan tertutup, berwarna cokelat muda, jumlah bakal buah sekitar 7-15, kepala putik berbentuk tombol, memancarkan aroma harum yang khas karena mengandung minyak atsiri. Buah berbentuk bulat telur terbalik berwarna hijau ketika masih muda, dan manjadi kehitaman setelah tua, berukuran 2 cm, berdaging tebal dengan diameter 1,5 – 2,5 cm, tersusun dari 6 – 12 buah tiap tangkai utamanya. Biji berwarna coklat muda, berjumlah 8 – 12 per buah tersusun dalam dua baris, kecil, berukuran 6-7mm x 4-5mm, berbentuk bundar, pipih, dengan permukaan biji yang keras.

Kenanga dapat tumbuh baik di seluruh Indonesia dengan ketinggian tempat di bawah 1200 m dpl (Sunanto, 1993). Pohon ini akan berbunga lebat, jika tumbuh di dataran rendah yang beriklim panas dan lembab, dengan ketinggian antara 20 – 700 m dpl (Nasution dan Sastrapradja, 1977). Curah hujan yang dibutuhkan berkisar antara 250-4000 mm/tahun dengan bulan kering mencapai 4 bulan. Sedangkan suhu rata-rata yang dibutuhkan tanaman ini berkisar antara 10-35°C, yang optimum 18-25°C. Dalam Yusuf dan Sinohin (1999) disebutkan bahwa kenanga tumbuh di daerah dengan curah hujan (650)1500-2000 (- 4000) mm dan suhu rata-rata tahunan 21-27 °C. Di Jawa, pohon ini tumbuh berkelompok di hutan-hutan lembab dan hutan jati. Di Papua New Guinea, kenanga tumbuh di tempat dengan ketinggian hingga 800 m dpl.

Pengamatan lapang menunjukkan bahwa kenanga bisa bertoleransi terhadap kondisi kering (curah hujan < 40 mm) dalam periode pendek, selama kurang dari 2 bulan. Tanaman ini juga mampu tumbuh pada kondisi tergenang selama beberapa waktu, namun pada kondisi rawa permanen pertumbuhannya akan terganggu. Selain itu, kenanga tidak menyukai tanah berkadar garam dan alkalin tinggi. Bentuk toleransi lain dari tanaman ini adalah kenanga dapat tumbuh pada tanah dangkal dan tidak subur, serta berada pada naungan sedang. Kenanga tumbuh paling baik pada penyinaran matahari penuh.

3.2 Evaluasi dan Kesesuaian Lahan untuk Pengembangan Budidaya Kenanga

Saat ini, pemerintah Kabupaten Pasuruan melakukan pengembangan budidaya tanaman kenanga ke kecamatan-kecamatan potensial (di luar kecamatan Purwodadi), diantaranya Purwosari, Sukorejo, Pandaan, Prigen, Tutur dan Puspo. Hasil pengamatan langsung dan data sekunder dari SIMTARU Kabupaten Pasuruan, didapatkan beberapa data kualitas lahan yaitu data elevasi, jenis tanah, tekstur tanah, kedalaman efektif, curah hujan dan suhu. Untuk dua data terakhir, hanya diperoleh data curah hujan dan suhu di kecamatan Purwodadi, sedangkan enam kecamatan lainnya belum diperoleh.

Evaluasi lahan merupakan proses dalam menduga kelas kesesuaian lahan dan potensi lahan untuk penggunaan tertentu, baik untuk pertanian maupun non pertanian. Pada dasarnya evaluasi lahan membutuhkan informasi yang mencakup tiga aspek utama, yaitu lahan, penggunaan lahan dan aspek ekonomi. Data lahan diperoleh dari survei tanah, yang disajikan masing-masing untuk satuan peta tanah (SPT) (Rayes, 2007). Hasil evaluasi akan menunjukkan kelas kesesuaian lahan. Kesesuaian lahan yaitu kecocokan suatu lahan untuk penggunaan tertentu. Kriteria kesesuaian lahan disusun berdasarkan persyaratan penggunaan lahan dan/atau persyaratan tumbuh tanaman yang dievaluasi, dihubungkan (matching) dengan data kualitas/karekteristik lahan dari suatu wilayah. Kelas kesesuaian lahan digolongkan menjadi empat, yaitu sangat sesuai (S1), cukup sesuai (S2), kurang sesuai atau sesuai marginal (S3) dan tidak sesuai (N).

3.2.1. Elevasi, Curah Hujan dan Suhu.

Kesesuaian lahan kenanga berdasarkan ketinggian tempat, curah hujan dan suhu dalam Djaenudin dkk. (2003) disebutkan bahwa ketinggian ≤ 700 m dpl, curah hujan 1000-2000 mm/tahun, dan suhu rata-rata tahunan 18-25°C dimasukkan dalam kelas kesesuaian lahan S1. Sedangkan ketinggian 700-1200 m dpl, curah hujan 500-1000 mm/tahun dan 2000-3000 mm tahun, suhu 25-30°C dimasukkan dalam kelas kesesuaian lahan S2. Arisoesilaningsih dan Soejono (2001) menyebutkan berdasarkan pengamatan curah hujan selama 34 tahun, curah hujan rata-rata Purwodadi per tahun 2366 mm (127 hari hujan), dengan bulan-bulan basah antara bulan Nopember dan Maret. Sedangkan kelembaban udaranya rata-rata per tahun 79% dan temperatur berkisar antara 22-32°C. Berdasarkan klasifikasi iklim Oldeman, Purwodadi masuk dalam iklim Golongan C dengan kondisi iklim agak basah, dimana rata-rata bulan basah (curah hujan > 200 mm) terjadi selama 5 atau 4 bulan.

Berdasarkan data elevasi dan curah hujan, diketahui sebagian besar area di Kabupaten Pasuruan mempunyai kesesuaian lahan S1 dan S2 untuk pengembangan budidaya kenanga (< 1000 m dpl). Wilayah yang memenuhi persyaratan elevasi untuk pertumbuhan kenanga ditampilkan pada Gambar1 .

0g1

Gambar 1. Area Kabupaten Pasuruan berdasarkan ketinggian yang sesuai dengan syarat tumbuh kenanga

3.2.2. Tekstur tanah dan Kedalaman Efektif

Untuk kesesuaian lahan kenanga berdasarkan tekstur dan kedalaman efektif dalam Djaenudin dkk. (2003) disebutkan bahwa tekstur sedang, agak halus dan halus masuk dalam kriteria kesesuaian lahan S1 dan S2; tekstur agak kasar dalam kriteria S3 dan tekstur kasar dalam kriteria N. Berdasarkan Gambar 2 terlihat sebagian besar area di wilayah Kabupaten Pasuruan memiliki kesesuaian tekstur kelas S1 untuk tanaman kenanga, yaitu bertekstur liat berlempung.

Berdasarkan kedalaman efektif, disebutkan bahwa kedalaman tanah efektif untuk kenanga > 90 cm masuk dalam kriteria kesesuaian lahan S1; 60–90 cm kriteria S2; 30-60 cm kriteria S3 dan <30 cm kriteria N. Berdasarkan Gambar 3, terlihat bahwa  Puspo memiliki area paling luas dengan kedalaman efektif (>90cm) untuk kenanga dibandingkan 6 kecamatan lainnya.

0g2

Gambar 2. Area Kabupaten Pasuruan berdasarkan tekstur tanah yang sesuai dengan syarat tumbuh kenanga

0g3

Gambar 3. Area Kabupaten Pasuruan berdasarkan kedalaman efektif tanah yang sesuai dengan syarat tumbuh kenanga

3.2.3. Jenis tanah

Berdasarkan data yang diperoleh dari peta jenis tanah pada SIMTARU Kabupaten Pasuruan diketahui bahwa sebagian besar ketujuh kecamatan memiliki jenis tanah Entisol dan Inceptisol (Gambar 4). Jenis tanah tersebut sesuai dengan persyaratan tumbuh kenanga. Sunanto (1993) menyebutkan kenanga dapat tumbuh lebih baik jika kondisi tanahnya subur, terutama tanah jenis alluvial (Entisol / Inceptisol).

0g4

Gambar 4. Area Kabupaten Pasuruan berdasarkan jenis tanah yang sesuai dengan syarat tumbuh kenanga

3.2.4. Tata ruang dan Sistem Land use

Berdasarkan tata ruang Kabupaten Pasuruan, wilayah di tujuh kecamatan yang berpotensi untuk pengembangan kenanga, diantaranya wilayah yang diarahkan untuk hutan produksi dan wilayah untuk kawasan penyangga. Dalam Asdak (2001) disebutkan suatu lahan yang digunakan untuk budidaya tanaman tahunan (hutan produksi), harus memenuhi kriteria umum untuk kawasan penyangga. Kawasan penyangga di Kabupaten Pasuruan umumnya berupa hutan dan kebun campuran. Sedangkan berdasar sistem land use, lahan yang berpotensi untuk pengembangan kenanga adalah dalam bentuk tegalan. Pengembangan budidaya kenanga di kawasan-kawasan penyangga ini berkaitan dengan potensi kenanga sebagai salah satu tanaman produksi non kayu yang berperan sebagai stabilisator lereng alami (nilai ekologis).

0g5

Gambar 5. Area Kabupaten Pasuruan yang dapat dikembangkan sebagai kawasan budidaya kenanga berdasarkan tata ruang dan sistem landuse

Berdasarkan Gambar 5, terlihat bahwa kecamatan Prigen, Purwodadi, Tutur dan Puspo potensi cukup luas untuk pengembangan kenanga, terutama pada kawasan penyangga yang dimilikinya. Sedangkan Pandaan, Sukorejo dan Purwosari hanya memiliki sedikit kesesuaian dengan sistem tata ruang dan sistem land use untuk pengembangan budidaya kenanga. Saat ini ketiga kecamatan tersebut memang dikembangkan untuk kawasan industri.

3.3 Pemetaan Wilayah Berdasarkan Kualitas Lahan

Berdasarkan hasil overlay peta kualitas lahan yang diperoleh dari SIMTARU Kabupaten Pasuruan, didapatkan gambaran potensi pengembangan budidaya kenanga di seluruh wilayah Kabupaten Pasuruan (Gambar 6). Gambar tersebut menunjukkan bahwa dari enam kecamatan yang akan dijadikan area pengembangan budidaya kenanga (selain Kecamatan Purwodadi), Kecamatan Tutur dan Puspo mempunyai area paling luas yang memenuhi kesesuaian lahan dengan kenanga.

0g6

Gambar 6. Area Kabupaten Pasuruan yang memenuhi syarat sebagai kawasan pengembangan budidaya tanaman kenanga berdasarkan kualitas lahan, tata ruang dan sistem landuse.

Dari Gambar 6 dapat diketahui pula beberapa kecamatan lain yang mempunyai potensi untuk pengembangan budidaya kenanga, diantaranya Gempol, Rembang, Kraton, Kejayan dan Pasrepan. Kecamatan Prigen, Pandaan, Purwosari dan Sukorejo tidak memiliki area yang luas untuk memenuhi kesesuian lahan kenanga. Untuk tiga kecamatan yang disebut terakhir ini dapat dikembangkan sebagai kawasan pengolahan minyak atsiri dari hasil budidaya kenanga di daerah Pasuruan. Hal ini mengingat kawasan tersebut menurut landuse dan tata ruang diperuntukkan sebagai kawasan industri.

4. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil evaluasi kualitas lahan di tujuh kecamatan pengembangan kenanga di Kabupaten Pasuruan, diketahui Kecamatan Tutur dan Puspo memiliki potensi paling besar untuk budidaya tanaman kenanga. Sedangkan Kecamatan Pandaan, Purwosari dan Sukorejo dapat diperuntukkan sebagai kawasan penyulingan minyak kenanga. Pengembangan budidaya kenanga sebagai penghasil minyak atsiri di Kabupaten Pasuruan diharapkan dapat menopang ekonomi masyarakat, sekaligus mendukung upaya konservasi tanah dan lereng secara alami.

5. DAFTAR PUSTAKA

Arisoesilaningsih, E. dan Soejono. 2001. Kebun Raya Purwodadi adalah Hortus Iklim Kering? Dalam Arisoesilaningsih dkk. (ed.), Prosiding Seminar Nasional Konservasi dan Pendayagunaan Keanekaragaman Tumbuhan Lahan Kering. LIPI-Kebun Raya Purwodadi dan MIPA Universitas Brawijaya. Purwodadi. Kabupaten Pasuruan.

Asdak, C. 2004. Hidrologi dan Pengelolaan DAS. Gadjahmada University Press. Yogyakarta

Backer, C.A. dan R.C.B. van de Brink, J.R. 1963. Flora of Java 1: 105. Noordhoff. Groningen.

Burkill, L.H. 1935. A Dictionary of the Economic Products of the Malay Peninsula. University Press, Oxford.

Djaenudin, D., Marwan H. , H. Subagyo dan A. Mulyani, 2003. Kriteria Kesesuaian Lahan Untuk Komoditas Pertanian. Balai Penelitian Tanah-Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Departemen Pertanian. Bogor.

Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia IV. Badan Litbang Kehutanan Jakarta.

Nasution, R.E. dan D.S. Sastrapradja. 1975. Mengenal Nilai Guna Kenanga (Cananga spp.). Buletin Kebun Raya Vol.2 No. 3 Desember – LBN. LIPI. Bogor.

Rayes, M.L. 2006. Metode Inventarisasi Sumber Daya Lahan. C.V. Andi Offset. Yogyakarta.

Sunanto, H., 1993. Budidaya Kenanga. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Yusuf, U.K. and V.O. Sinohin. 1999. Cananga odorata (Lamk) Hook.f.& Thomson in Oyen L.P.A and Nguyen Xuan Dung (Eds.). Plant Resources of South- East Asia. No,19. PROSEA Foundation. Bogor.

1 Comment »

  1. thz

    Comment by kristianto — November 25, 2010 @ 9:03 am


RSS feed for comments on this post. TrackBack URI

Leave a comment

Create a free website or blog at WordPress.com.