Minyak Atsiri Indonesia

Retna Bandriati Arniputri dkk

Identifikasi Komponen Utama Minyak Atsiri Temu Kunci (Kaemferia pandurata Roxb.) pada Ketinggian Tempat yang Berbeda

The identification of major component of temu kunci (Kaemferia pandurata Roxb.) essential oils on different altitude

Oleh: RETNA BANDRIATI ARNIPUTRI , AMALIA TETRANI SAKYA, MUJI RAHAYU;

Jurusan Agronomi, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret, Surakarta 57126.; Diterima: 10 Januari 2007. Disetujui: 12 April 2007.

Alamat Korespondensi: Jurusan Agronomi Fak. Pertanian UNS, Jl. Ir. Sutami 36 A Surakarta, 57126; Telp./Fax.: (0271) 632451

(BIODIVERSITAS ISSN: 1412-033X; Volume 8, Nomor 2 April 2007, Halaman: 135-137)

ABSTRACT

The aims of this study was to know the major component of essential oils of Temu Kunci (Kaemferia pandurata Roxb.) on a different altitude. This research was carried out by method of Stahl destilation at BPTO and GCMS Cromatography at FMIPA UGM for both of from Kerjo (350 m asl) and Jumapolo (450 m asl). The difference of altitude of temu kunci’s lives on, the same of major component of essential oil but the content among them was different. © 2007 Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta

Key words: temu kunci, Kaemferia pandurata Roxb., altitude, essential oils.

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara yang cukup berpotensi dalam produksi minyak atsiri. Penggunaan minyak atsiri dari bahan alam sebagai obat semakin diminati masyarakat, seiring dengan gerakan “kembali ke alam” (back to nature) ynag dilakukan masyarakat. Tanaman obat makin penting peranannya dalam pola konsumsi makanan, minuman, dan obat-obatan. Menurut Tim Penulis Martha Tilaar Center (2002) dengan meningkatnya kesadaran manusia terhadap pemanfaatan sumber daya alam tersebut, maka pemanfaatan produk herbal semakin berkembang tidak hanya di Negara-negara Timur saja, melainkan sudah merambah ke negara-negara Barat. Hal ini tampak dari data WHO yang menunjukkan bahwa permintaan roduk herbal di negara-negara Eropa dalam kurun waktu 1999 – 2004 diperkirakan mencapai 66% dari permintaan dunia.

Minyak atsiri dikenal dengan nama minyak eteris atau minyak terbang (essential oil, volatile) yang merupakan salah satu hasil metabolisme tanaman. Bersifat mudah menguap pada suhu kamar, mempunyai rasa getir, serta berbau wangi sesuai dengan bau tanaman penghasilnya. Minyak atsiri larut dalam pelarut organik dan tidak larut dalam air (Sudaryani dan sugiharti, 1990).

Minyak atsiri pada industri banyak digunakan sebagai bahan pembuat kosmetik, parfum, antiseptik dan lain-lain. Beberapa jenis minyak atsiri mampu bertindak sebagai bahan terapi (aromaterapi) atau bahan obat suatu jenis penyakit. Fungsi minyak atsiri sebagai bahan obat tersebut disebabkan adanya bahan aktif, sebagai contoh bahan anti radang, hepatoprotektor, analgetik, anestetik, antiseptik, psikoaktif dan anti bakteri (Agusta, 2000).

Menurut Syamsuhidayat dan Hutapea (1991); Syamsuhidayat dan Hutapea (1993), rimpang temu kunci berkhasiat sebagai peluruh dahak, obat cacing, dan penambah nafsu makan. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui daya guna dan khasiat tanaman obat familia Zingiberaceae, namun untuk keperluan medis masih perlu penelitian-penelitian secara mendalam, terutama segi fitokimia dan pengujian farmakologis guna mendukung pemakaian temu hitam secara tradisional. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kadar dan komponen utama minyak atsiri rimpang temu kunci.

Pada penelitian ini minyak atsiri dihasilkan dari destilasi Stahl. Untuk mengetahui komponen minyak atsiri yang kompleks dilakukan pemisahan dengan metode Kromatografi Gas dan Spektrometri Massa (GCMS).

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Tamanasari, Kecamatan Kerjo (350 m dpl), Kabupaten Karanganyar dan Desa Temboro, Kecamatan Karangtengah (760 m dpl), Kabupaten Wonogiri. Destilasi minyak atsiri dilaksanakan di Laboratorium Galenika Balai Penelitian Tanaman Obat (BPTO) Tawangmangu, Karanganyar. Analisis minyak atsiri dilaksanakan di Laboratorium Kimia Organik FMIPA UGM, Yogyakarta. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2005 sampai dengan Agustus 2006.

Penentuan lokasi pengambilan rimpang dilakukan secara terarah (purposive) berdasarkan ketinggian tempat. Kriteria tempat penelitian yang diambil adalah desa yang merupakan sentra penanaman tanaman obat familia Zingiberaceae. Pengambilan sampel dilakukan secara acak (random sampling).

Identifikasi komponen utama minyak atsiri dengan menggunakan analisis GCMS. Berdasarkan hasil analisis GCMS dapat diketahui jenis komponen utama minyak atsiri rimpang temu hitam (C. aeruginosa Roxb.). Spektrum massa yang diperoleh diidentifikasi dengan membandingkan spektrum massa standar dari bank data National Institute Standart of Technology (NIST Lybrary).

HASIL DAN PEMBAHASAN

0g1-2

Kromatogram gambar 1 dan 2 menunjukkan bahwa minyak atsiri temu kunci dari daerah Kerjo memiliki enam puncak senyawa. Hasil identifikasi spektrum senyawa pada masing-masing puncak dengan National Institute Standart of Technology (NIST Lybrary) menunjukkan bahwa minyak atsiri temu kunci terdiri dari: senyawa camphene (puncak 1), 1,8-cineol (puncak 2), trans – -ocyneme (puncak 3), camphor (puncak 4), trans-geraniol (puncak 5), methyl cinnamate (puncak 6) dan satu senyawa yang tidak teridentifikasi. Berdasarkan luas puncaknya maka komponen utama dari minyak atsiri ini adalah trans – -ocyneme, camphor, 1,8-cineol dan trans-geraniol.

Hasil pemisahan GCMS minyak atsiri temu kunci dari daerah Jumapolo menunjukkan bahwa terdapat tjuh puncak/ senyawa. Camphene (puncak 1), 1,8-cineol (puncak 2), trans – -ocyneme (puncak 3), camphor (puncak 4), trans-geraniol (puncak 5) dan dua puncak yang tidak teridentifikasi. Berdasarkan luas puncaknya maka kmponen utama dari minyak atsiri ini adalah camphor, trans – -ocyneme, 1,8-cineol, dan trans-geraniol.

0t1

Tabel 1 menunjukkan bahwa temu kunci di daerah Kerjo dan Jumapolo mengandung dua kompnen utama yang sama yaitu trans – -ocyneme, camphor, 1,8-cineol, dan transgeraniol. Senyawa trans – -ocyneme dari daerah Kerjo merupakan komponen tertinggi minyak atsiri temu kunci dari daerah kerjo dengan luas area 7,375,951 cm2. Sebaliknya senyawa Camphordengan luas area 6,029,821 cm2 merupakan komponen tertinggi minyak atsiri dari daerah Jumapolo. Berdasarkan penelusuran pustaka, kandungan kimia dalam minyak atsiri temu kunci antara lain: kamfer, 1,8-sineol, metil sinamat, dan geraniol (Anonim cit Nursitha, 2006).

Osimen merupakan senyawa yang mempunyai aroma khas seperti yang terdapat pada kemangi (Ocimum basilicum). Senyawa ini berguna sebagai bahan dasar parfum maupun antiseptik (Windhols et al. cit. Harapiniet al., 1996). Turunan asam sinamat merupakan komponen kimia yang dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan bahan kimia lain dan obat (Harapini et al., 1996). Menurut Firmansyah (2006) kamfor merupakan senyawa yang mempunyai aktivitas repelen.

Meskipun senyawa sineol bukan merupakan senyawa dengan kadar tertinggi namun temu kunci dapat dipertimbangkan sebagai tanaman obat penghasil senyawa sineol. Industri kosmetika membutuhkan senyawa sineol sebagai salah satu bahan dasar yang cukup dibutuhkan untuk pembuatan parfum. Senyawa ini juga memiliki khasiat sebagai obat pelega tenggorokan (ekspektoran) (Jamal et al., 1996). Kadar senyawa sineol temu kunci dari daerah Kerjo dan Jumapolo cukup tinggi yaitu 2,782.584 cm2 dan 2,273,279 cm2 sehingga temu kunci dapat dibudidayakan di kedua tempat tersebut karena kadar sineol yang cukup tinggi.

Dua daerah dengan ketinggian 350 m dpl dan 450 m dpl pada dasarnya mempunyai iklim yang tidak jauh berbeda, tetapi agroekologi dan kondisi kesuburan tanahnya yang sedikit berbeda. Hal ini memberi peluang pembentukan komponen utama yang berbeda di kedua tempat tersebut.

KESIMPULAN

Komponen utama minyak atsiri di dua ketinggian tempat (350 m dpl dan 460 m dpl) adalah sama, tetapi dengan kadar yang berbeda-beda.

Kadar tertinggi pada daerah dengan ketinggian tempat 350 m dpl adalah Trans – -ocyneme sebesar 7,375,951 cm2, sedangkan untuk daerah dengan ketinggian tempat 460 m dpl kadar tertinggi adalah Camphor dengan luas area sebesar 6,029,821 cm2.

UCAPAN TERIMA KASIH

Atas terlaksananya penelitian ini, kami mengucapkan terima kasih kepada: PHK A3 Jurusan Agronomi UNS yang telah membiayai pelaksanaan penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Agusta, A. 2000. Minyak Atsiri Tumbuhan Tropika. Penerbit ITB. Bandung. Firmansyah, A. 2006. Kemangi versus Selasih. http://www.pikiranrakyat.com. Diakses pada tanggal 16 Oktober 2006.

Harapini, M., R.D.Rahayu, dan Chairul. 1996. Pemeriksaan Komponen Minyak Atsiri Rimpang Kencur . Warta Tumbuhan Obat Indonesia 3(2):19-20.

Jamal, Y., Trimuningsih dan Evita, P.N. 1996. Identifikasi Minyak Atsiri dan Uji Kuantitatif dari Lengkuas Merah (Alpinia galanga). Hal 77 – 80. Dalam: D.Gandawidjaja, G. Panggabean, B. Wahjoedi, A. Mustafa dan M. Hadad, E.A. Prosiding Simposium Nasional 1 Tumbuhan Obat dan Aromatik APINMAP. Puslitbang Biologi-LIPI. Bogor.

Nursitha, R. 2006. Isolasi dan Aktivitas Antioksidan Pinostrobin  dalam RimpangTemu Kunci (Boesenbergia pandurata Roxb.) Skripsi S1 FMIPA, UGM. Yogyakarta.

Sudaryanti, T dan Sugiharti, E. 1990. Budidaya dan Penyulingan Nilam. Penebar Swadaya. Jakarta.

Syamsuhidayat, S.S. dan Hutapea. J.R. 1991. Inventarisasi Tanaman Obat Indonesia (I). Departemen Kesehatan RI. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Jakarta.

Syamsuhidayat, S.S. dan Hutapea. 1993. Inventarisasi Tanaman Obat Indonesia (II). Departemen Kesehatan RI. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Jakarta.

Tim Penulis Martha Tilaar Center (MTIC). 2002. Budidaya Secara Organik Tanaman Obat Rimpang. Penebar Swadaya. Jakarta.

Leave a Comment »

No comments yet.

RSS feed for comments on this post. TrackBack URI

Leave a comment

Blog at WordPress.com.