Minyak Atsiri Indonesia

Heni Purwaningsih dan Subagiyo

PELUANG USAHA TANAMAN AKAR WANGI (Vetiveria zizanioidez) DI LAHAN KERING KABUPATEN GUNUNGKIDUL

Oleh: Heni Purwaningsih dan Subagiyo; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogjakarta

ABSTRAK

Tanaman Akar Wangi (Vetiveria zizanioidez) adalah komoditas yang cukup potensial khususnya di dusun Karangpoh dan Kepek, desa Semin, Kabupaten Gunungkidul. Tanaman akar wangi memiliki banyak manfaat antara lain dapat dibuat minyak akar wangi bahkan kadang-kadang secara tradsional masih digunakan sebagai pengharum pakaian pada masyarakat pedesaan. Tanaman akar wangi memiliki peluang sebagi komoditas agribisnis di dusun Karangpoh dan Kepek, desa Semin, kabupaten Gunungkidul. Tanaman ini tumbuh dan berkembang di lahan kering dan tidak memerlukan perawatan khusus. Hasil tanaman akar wangi di daearh ini dijual untuk memenuhi kebutuhan industri kerajinan akar wangi di daerah Kepek Gunungkidul.Industri kerajianan akar wangi ini selain untuk konsumen dalam negeri juga luar negeri. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pendapatan dan skala minimum usahatani tanaman akar wangi. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survai berstruktur pada kelompok tani, desa Karangpoh dan Kepek, desa Semin, kabupaten Gunungkidul. Pengambilan contoh petani dilakukan dengan menggunakan metode “Stratified Random Sampling” berdasarkan luas usahatani. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan yang diperoleh Rp. 317.875,- dan skala mimium usahataninya adalah 0,52 ha.

Kata kunci : skala usahatani, minimum, akar wangi

PENDAHULUAN

Tanaman akar wangi (Vetiveria zizanioidez) berasal dari Birma, India dan Srilangka, namun tidak diketahui secara pasti sejak kapan tanaman akar wangi dibudidayakan di Indonesia. Tanaman akar wangi tidak hanya digunakan di Indonesia tetapi sudah menyebar ke Asia, Amerika, Afrika sampai Australia. Dengan demikian bangsa-bangsa di dunia ini sedikit banyak telah mengetahui keberadaan tanaman akar wangi.

Tanaman akar wangi ditemukan tumbuh secara liar, setengah liar dan sengaja ditanam diberbagai negara beriklim tropis dan subtropis. Tanaman akar wangi termasuk keluarga Gramineae, berumpun lebat, akar tinggal bercabang banyak dan berwarna kuning pucat atau abu-abu sampai merah tua. Rumpun tanaman akar wangi terdiri atas beberapa anak rumpun yang nantinya dapat dijadikan bibit.

Tanaman akar wangi tumbuh baik pada tanah berpasir (antosol) atau pada tanah abu vulkanik dilereng-lereng bukit. Pada tanah tersebut akan menyebabkan akar tanaamn menjadi panjang dan lebat dan juga akar mudah dicabut tanpa ada yang tertinggal dan hilang. Menurut Santosos (1993), tanaman akar wangi masih dapat tumbuh pada tanah-tanah liat yang banyak mengandung air, namun kelemahannya, selain sulit dicabut, juga pertumbuhan akar terhambat.

Tanaman akar wangi banyak ditanam untuk dimanfaatkan sebagai minyak akar wangi, minyak ini sering dikenal dengan vetiver oil. Di Indonesia minyak akar wangi telah mendapat sebutan java vetiver oil karena sebagian besar minyak itu diproduksi di Jawa Barat dan Jawa Tengah.

Selain dimanfaatkan sebagai minyak, pada saat ini tanaman akar wangi dimanfaatkan sebagai bahan baku industri kerajinan. Hasil kerajinan dari akar wangi ini selain untuk konsumen dalam negeri juga luar negeri. Dengan adanya industri kerajinan dari akar wangi, maka petani di dusun Karangpoh dan Kepek, desa Semin, kabupaten Gunungkidul berusahatani tanaman akar wangi. Sebagian besar petani di dusun Kepek (90%) berusahatani tanaman akar wangi dan membuat kerajinan dengan bahan baku akar wangi. Namun dari usahatani akar wangi ini belum ada petani yang membuat minyak dari akar wangi, karena belum adanya sentuhan teknologi di daerah tersebut dalam usaha pembuatan minyak akar wangi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui skala mimimum dan keuntungan yang diperoleh dari usaha budidaya tanaman akar wangi di dusun Karangpoh dan Kepek, desa Semin, kabupaten Gunungkidul.

METODOLOGI

Untuk menentukan skala minimum usahatani akar wangi dianalisis dengan metode Break Even Point (BEP) dengan rumus yang dikemukakan oleh Sigit (1979).

01

Dari nilai BEP yang diperoleh kemudian digunakan untuk menentukan skala minimum usahatani akar wangi dengan rumus sbb:

02

BEP digunakan untuk bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan yang berhubungan dengan nilai produksi, biaya produksi dan keuntungan atau kerugian suatu usaha.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tanaman akar wangi termasuk tanamn yang mudah dibudidayakan, mudah dalam pemeliharaan dan perbanyakan. Yang harus diperhatikan dalam berusahatani akar wangi antara lain:

A. Pembibitan

Petani di dusun Karangpoh dan Kepek melakukan perbanyakan tanaman akar wangi secara vegetatif yaitu dengan menggunakan bonggol-bonggol akar. Bonggol akar dapat diambil dari tanaman dalam rumpun yang tidak berbunga, kemudian dipecah-pecah menjadi beberapa bagian sehingga setiap pecahan bonggol memiliki mata tunas, kemudian dimasukkan dalam polybag. Setelah 3-4 minggu kemudian tunas dan akar akan tumbuh merata dan siap untuk dipindahkan ke kebun.

Kebutuhan bonggol bibit untuk lahan satu hektar sekitar dua ton dengan jarak tanam 0,75 x 0,75 meter atau 1 x 1 meter tergantung tingkat kesuburan tanah. Untuk satu lubang tanam dibutuhkan 2-3 bonggol bibit.

B. Penanaman

Setelah 1,5 – 2,5 bulan pengolahan tanah, tanaman akar wangi baru dapat ditanam. Ukuran lubang tanam, panjang 30 cm, lebar 30 cm dan kedalaman 10 cm. Pada setiap lubang tanam diberi pupuk kandang sekurang-kurangnya satu bulan sebelum tanam dan tiap lubang diberi pupuk kurang lebih 1 kg sehingga total kebutuhan pupuk 10 ton per hektar. Lubang tanam yang telah diberi pupuk tersebut kemudian dibiarkan terbuka selama dua minggu agar mendapat cahaya matahari.

Penanaman dilakukan pada bulan Oktober – Nopember, dengan jarak tanam untuk tanah yang subur 1 x 1 meter, sedangkan untuk tanah yang kurang subur 0,75 x 0,75 meter. Untuk lokasi yang miring perlu dibuat terasering.

Tanaman akar wangi sangat baik untuk menyelamatkan lingkungan karena tanaman akar wangi dapat melindungi pematang sungai sungai, tembok teraseing, melindungi tepi jalan, melindungi sekitar jembatan, melindungi sekitar irigasi dan melindungi dam.

C. Pemeliharaan

Sekitar 2-3 minggu setelah tanam dilakukan penyulaman, yang dimaksudkan untuk mengetahui jumlah tanaman yang sesungguhnya sehingga dapat memprediksi produk yang dihasilkan. Agar pertumbuhan bibit sulaman itu tidak jauh tertinggal dengan tanamn yang lain sebaiknya dipilih bonggol bibit yang baik.
Pada umur tiga bulan setelah tanam, penyiangan sangat perlu dilakukan agar pertumbuhan tanaman akar wangi tidak kerdil atau terhambat. Penyiangan berikutnya dilakukan pada awal maupun akhir musim penghujan.

Pupuk yang digunakan oleh petani di dusun Karangpoh dan Kepek adalah pupuk kandang dan urea. Pupuk kandang diberikan sebelum tanam, sedangkan pupuk urea diberikan dua kali yaitu pada saat tanaman berumur tiga bulan dan sembilan bulan. Pupuk diberikan secara melingkar sedalam 10 cm dan ditutup kembali dengan tanah.

Di dusun Karangpoh dan Kepek pemangkasan tanaman akar wangi dilakukan tiga bulan sekali atau enam bulan sekali, hal ini sangat cocok dilakukan karena dapat meningkatkan hasil sekitar 10%, sedangkan untuk dataran rendah tidak perlu pemangkasan karena akan menurunkan hasil (Santoso, 1993).

D. Panen

Umur panen tananaman akar wangi adalah 8-9 bulan, apabila lambat panen akan menyebabkan akar tanaamn tidak baik penampilannya sehingga untuk industri kerajinan hal ini sangat dihindari agar kerajinan yang dihasilkan memiliki kenampakan yang baik sehingga akan dapat lebih menarik konsumen.
Produksi tanaman akar wangi seluas satu hektar berkisar 20-50 ton akar basah, setelah dikeringkan susut menjadi 12-14 ton akar kering, jadi rendemen akar wangi sekitar 60%.

E. Pasca Panen

Pengeringan dilakuan dengan sinar matahari (manual) selama 7-10 hari, tujuan pengeringan untuk menghilangkan kandungan air yang ada dalam akar. Akar wangi yang digunakan sebagai bahan baku industri kerajinan tidak membutuhkan ketelitian dalam pengeringan. Namun apabila akar wangi akan dibuat minyak wangi maka perlu penanganan yang lebih teliti agar senyawa-senyawa polifenol yang ada dalam akar wangi tidak hilang karena senyawa polifenol ada yang bersifat mudah menguap (ernest Guenther, 1990). Akar wangi dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku minyak atsiri, karena minyak atsiri dapat dibuat batang dan akar (Ketaren, 1978)

Di dusun Karangpoh dan Kepek, tanaman akar wangi adalah bahan baku industri kerajinan. Kerajinan akar wangi di dusun tersebut memiliki nilai seni yang tinggi. Hal ini terbukti dengan banyaknya pesanan yang ada. Pemasaran hasil industri dilakukan ke kota-kota besar seperti Yogyakarta, Surabaya, Jakarta dan Bali. Hasil pembuatan kerajinan tangan ini mendatangkan keuntungan yang cukup besar sehingga hampir sebagian besar penduduk (90%) berusahatani akar wangi.

F. Analisa Usaha

Tanaman akar wangi banyak dibudidayakan masyarakat dusun Karangpoh dan Kepek, desa Semin, kabupaten Gunungkidul. Hampir 90% penduduk dusun Kepek menanam sekaligus menjadi pengrajin akar wangi. Tanaman akar wangi banyak dimanfaatkan oleh masyarakat untuk dibuat berbagai macam kerajinan (buaya, gajah, singa, vas bunga daln lain-lain) yang kemudian dijual ke kota-kota besar. Sehingga budidaya tanaman akar wangi dirasakan memberikan keuntungan yang cukup. Harga akar wangi basah mencapai Rp. 5.000/kg, sedangkan akar wangi kering Rp. 15.000/kg. Untuk mengetahui biaya dan keuntungan usahatani akar wangi seperti terlihat pada Tabel 1.

0t1

KESIMPULAN

Usahatani akar wangi di dusun Karangpoh dan Kepek, desa Semin, kabupaten Gunungkidul mempunyai prospek untuk dikembangkan. Berdasarkan analisis usahatani akar wangi dengan luasan 0,2 ha dapat memberikan pendapatan sebesar Rp. 317. 875. Pendapatan ini masih dibawah nilai break Even Point yaitu Rp. 786.075, hal ini disebabkan skala usaha masih dibawah skala usaha minimum yaitu sebesar 0,52 ha.

SARAN

Perlu adanya sentuhan teknologi pembuatan minyak akar wangi di dusun Karangpoh dan Kepek, guna menciptakan diversifikasi produk tanaman akar wangi di daerah tersebut sehingga akan dapat lebih meningkatkan nilai ekonomi tanaman akar wangi dan sekaligus meningkatkan pendapatan petani.

DAFTAR PUSTAKA

Ernest Guenther, 1990. Minyak Atsiri IV-A (terjemahan), VI-Press, Jakarta

Hieroymus Budi Santoso, 1990. Bertanam Nilam Bahan Industri Wewangian. Kanisius Yogyakarta

Sigit S., 1979. Analisa Break Even Point. Fakultas Ekonomi. Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

Santoso B., 1993. Akar Wangi Bertanam dan Penyulingan.Kanisius Yogyakarta

Ketaren S dan B. Djatmiko, 1978. Minyak Atsiri Bersumber Dari Batang dan Akar. Departemen Teknologi Hasil Pertanian. Fatemeta-IPB Bogor.

1 Comment »

  1. permisi Kak.
    boleh minta cp nya yang punya jurnal ini?
    mohon bantuannya, please..
    terimakasih :))

    Comment by Tri Wulandari — July 17, 2014 @ 7:47 am


RSS feed for comments on this post. TrackBack URI

Leave a comment

Create a free website or blog at WordPress.com.