Minyak Atsiri Indonesia

Emmyzar dan Yulius Ferry

POLA BUDIDAYA UNTUK PENINGKATAN PRODUKTIFITAS DAN MUTU MINYAK NILAM (Pogostemon cablin Benth)

Oleh: Emmyzar dan Yulius Ferry; Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat

Perkembangan Teknologi TRO VOL. XVI, No. 2, 2004

ABSTRAK

Tanaman nilam (Pogostemon cablin Benth) telah dibudidayakan di Indonesia ratusan tahun dan telah dikenal di pasaran dunia sejak 65 tahun yang lalu. Walaupun sudah lama diusahakan, namun sampai sekarang budidaya nilam masih berbentuk budidaya berpindah-pindah. Budidaya berpindah-pindah ini tidak memerlukan pemupukan karena pada tanah bukaan baru ketersediaan hara, bahan organik dan mineral masih cukup, sehingga biayanya dianggap lebih murah. Tetapi membiarkan pola pengembangan tanaman nilam secara berpindah-pindah, menyebabkan budidaya tanaman nilam mempunyai andil dalam memacu kerusakan lingkungan. Oleh sebab itu dalam pengembangan nilam dimasa datang tantangan yang harus dihadapi adalah upaya mengubah sistem perladangan berpindah-pindah menjadi sistem budidaya menetap dan berkesinambungan. Teknologi untuk itu sudah tersedia seperti teknolgi mempertahankan kesuburan tanah dan sebagainya, sehingga memungkinkan tanaman nilam ditanam dalam satu siklus pertanaman selama tiga tahun, kemudian tanaman gilir dan siklus selanjutnya pada tahun ke lima. Tulisan ini mencoba menguraikan beberapa aspek teknologi yang dapat dilaksanakan dengan baik sehingga tanaman nilam dapat dibudidayakan secara menetap, berkesinambungan dan menguntungkan.

PENDAHULUAN

Tanaman nilam (Pogostemon cablin Benth) merupakan salah satu tanaman penghasil minyak atsiri yang cukup penting, dikenal dengan nama Patchouly Oil. Minyak nilam bersama dengan 14 jenis minyak atsiri lainnya adalah komoditi ekspor menghasilkan devisa. Minyak nilam Indonesia sudah dikenal dunia sejak 65 tahun yang lalu, volume ekspor minyak atsiri selalu mengalami peningkatan, tahun 2001 mencapai 5.080 ton dengan nilai US $ 52,97 juta atau 4,4% nilai perdagangan minyak atsiri dunia, Indonesia pemasok utama minyak nilam dunia (90%). Sementara kebutuhan dunia berkisar 1.200 ton/tahun dengan pertumbuhan sebesar 5%.

Sebagai komoditi ekspor, minyak nilam mempunyai prospek yang cukup baik, karena permintaan akan minyak nilam sebagai bahan baku industri parfum, kosmetik, sabun, dan lainnya akan terus meningkat. Fungsi minyak nilam dalam industri parfum adalah untuk mengfiksasi bahan pewangi dan mencegah penguapan sehingga wangi tidak cepat hilang, serta membentuk bau yang khas dalam suatu campuran (Ketaren, 1985), hal ini menyebabkan minyak nilam mutlak diperlukan dalam industri parfum.

Walaupun tanaman nilam sudah lama diperdagangkan dan merupakan sumber mata pencaharian petani nilam, namun sampai sekarang budidaya nilam masih berbentuk perladangan berpindah-pindah. Dengan pola budidaya berpindah-pindah ini biaya pemeliharaan lebih murah karena tanpa pemupukan dan produksinya lebih stabil. Pada tanah bukaan baru memiliki ketersediaan hara, bahan organik dan meneral yang cukup. Tetapi membiarkan pola pengembangan tanaman nilam secara berpindah-pindah ini, akan mengakibatkan petani selalu membuka hutan untuk perladangan baru yang akhirnya menyebabkan kerusakan lingkungan. Sebagai gambaran perkembangan perluasan tanaman nilam di Indonesia rata-rata mencapai 150 ha per tahun, ini berarti terjadi kerusakan lingkungan seluas tersebut diatas setiap tahun oleh penanam nilam saja. Selain itu akibat kebiasaan ladang berpindah-pindah, petani tidak akan pernah berfikir untuk memiliki alat penyulingan sendiri, karena dalam penyulingan memerlukan sumber air yang baik dan kontinu. Sementara itu, melihat fluktuasi harga minyak nilam dan ternanya yang sangat besar, menyebabkan pendapatan petani yang hanya menjual bahan berangkasan akan rendah sekali, pendapatan petani akan dapat ditingkatkan kalau menjual dalam bentuk minyak nilam hasil suling, baik secara perorangan maupun berkelompok.

Di daerah pengembangan seperti di Majalengka Jawa Barat, Jawa Timur, dan Kalimantan Tengah petani telah melakukan budidaya tanaman nilam secara menetap artinya petani tidak melakukan bukaan lahan baru untuk menaman nilam, tetapi telah menanam nilam di satu lahan secara bergilir dan menetap, namun mutu nilam yang dihasilkan masih rendah seperti PA (Patchouly Alkohal) yang hanya mencapai 30 sementara di daerah asalnya dapat mencapai 42.

Oleh sebab itu tantangan yang dihadapi dalam budidaya nilam adalah upaya mengubah pola berladang berpindah menjadi pola budidaya menetap dengan mutu minyak yang tinggi. Teknologi untuk menunjang pola budidaya nilam secara menetap sudah tersedia, perinsipnya adalah mengkondisikan lahan pertanaman nilam sama dengan lahan bukaan baru (virgin soil), mempertahankan kesuburan tanah, menanam nilam di daerah yang sangat sesuai dan sesuai, bahan tanaman yang baik, dan perbaikan teknik budidaya serta pasca panen (pengolahan).

Tulisan ini menguraikan beberapa aspek yang mendukung pengembangan tanaman nilam secara menetap dan berwawasan agribisnis, sehingga dapat menahan lajunya pembukaan hutan, meningkatkan pendapatan petani nilam, dan meningkatkan produktifitas dan kualitas minyak nilam Indonesia.

BUDIDAYA TANAMAN NILAM SECARA MENETAP

Ketersediaan teknologi

Kesesuaian lahan dan iklim

Tanaman nilam dapat tumbuh, pada ketinggian 0 – 1.500 meter di atas permukaan laut, dengan curah hujan 2.500 – 3.000 mm per tahun dengan penyebaran merata sepanjang tahun. Suhu udara antara 24 – 28oC dengan lengas nisbi yang tinggi di atas 75% (Tasma dan Hamid, 1990. Werkhoven dalam Tasma dan Hamid, 1990) menyatakan nilam dapat diusahakan pada daerah bercurah hujan rendah (1.750 – 2.000 mm/tahun) dengan pemberian naungan dan mulsa.

Membudidayakan nilam tidaklah sulit, tanaman nilam bisa dikembangkan di lahan apa saja, seperti pekarangan, sawah, kebun, dan tegalan. Namun untuk mendapatkan produktifitas yang tinggi, tanaman nilam memerlukan lapisan tanah yang dalam, subur, kaya humus, berstruktur gembur, dan drainase yang baik. Tanaman nilam yang diusahakan di dataran rendah mempunyai kandungan minyak lebih tinggi dari pada di dataran tinggi, sebaliknya mengandung “patchoully alkohol” yang rendah. Tanah dengan kandungan bahan organik yang tinggi dapat memberikan hasil yang lebih baik, sedangkan yang tergenang air, atau air tanah yang dangkal, kelembaban yang tinggi, mendorong penyakit baik cendawan phytophtora sp maupun bakteri menyerang tanaman nilam, untuk itu diperlukan parit-parit drainase.

Tanaman nilam respon terhadap naungan, nilam yang ditanam di bawah naungan mempunyai daun lebih lebar dan tipis dengan warna kehijauan, tetapi mempunyai rendemen minyak yang rendah, sebaliknya yang ditanam dilahan terbuka, pertumbuhan tanaman kurang rimbun dengan habitus yang lebih kecil, daun lebih tebal, dan berwarna kekuning-kuningan sedikit merah, namun mempunyai rendemen minyak yang tinggi (Mansur dan Tasma 1987). Mengenal kebutuhan optimal tanaman terhadap kondisi iklim dan lahan adalah langkah awal untuk pengembangkan tanaman secara profesional. Rosman et al., (1998), telah mengkarakterisasi berbagai kondisi iklim dan lahan, untuk tanaman nilam dalam bentuk kesesuaian lahan dan iklim. Kesuaian lahan dan iklim yang sangat sesuai adalah sebagai berikut : Ketinggian 100 – 400 dpl, jenis tanah andosol dan latosol, drainase baik, tekstur lempung, kedalam air tanah > 100 m, pH 5,5 – 7, C-Organik 2 – 3%, P2O5 16 – 25 ppm, K2O > 1,0 me/100mg, KTK > 17 me/100mg, curah hujan 2.300 – 3.000 mm/thn, hari hujan 120 – 180 hari per tahun, bulan basah > 9 bulan, kelembaban 70 – 90% dan temperatur 26oC. Menanam tanaman nilam  pada daerah yang sangat sesuai akan megurangi biaya usahatani, sehingga pendapatan petani menjadi lebih baik.

Bahan tanaman

Tanaman nilam merupakan penghasil minyak atsiri, yang lebih mengutamakan mutu daripada kuantitas produksi. Untuk tanaman yang demikian, peran mutu genetik lebih dominan dari pada mutu fisiologis dalam menunjang nilai hasil produksi. Tanaman nilam umumnya dikembangkan secara vegetatif, yaitu dengan mempergunakan potong-potongan cabang. Bibit yang baik untuk ditanam harus berasal dari induk yang sehat, berasal dari bahan tanaman jenis unggul dan dijamin terbebas dari kontaminasi hama dan penyakit utama, karena hal ini dapat menggagalkan panen sampai 100%. Mutu fisiologis yang baik untuk setek nilam berperan dalam penghematan biaya produksi bila persentase setek hidup cukup baik. Mutu fisiologis setek yang rendah dapat pula mempengaruhi hasil panen karena tingkat kesuburan dan pertumbuhan tanaman tidak merata (Rumiati et al., 1998).

Dalam upaya meningkatkan mutu bibit, telah dikembangkan penggunaan bibit yang telah diakarkan lebih dahulu (Tasma, 1989) serta penggunaan setek pendek (Sufiani et al., 1997). Dengan penggunaan teknik tersebut pemakaian bahan tanaman lebih hemat, pertumbuhan bibit cepat dan keberhasilan pertumbuhan di lapangan lebih tinggi. Perbanyakan tanaman dapat juga melalui setek pucuk. Setek pucuk diambil yang mempunyai 5 pasang daun, dua pasang daun termuda dibuang. Setek yang mempunyai tiga pasang daun ini, setiap helai daun ditinggalkan separoh (dipotong) lalu setek ditanam di bak pasir. Sebelum ditanam setek direndam dalam zat pengatur tumbuh NAA 500 ppm, selama 30 menit. Selama pertumbuhan kondisi persemaian dijaga tetap lembab dengan menyiran 2 – 3 kali sehari disungkup dengan plastik. Selama 2-3 minggu setek sudah mulai keluar akar. Pada umur satu bulan setek sudah bisa dipindah ke polibag berisi campuran tanah dan pupuk kandang yang telah matang (1 : 1), dan dipelihara di bawah naungan dan disiram. Setelah 1 – 1,5 bulan dalam polibag, bibit sudah cukup kuat untuk ditanam ke lapangan (Sufiani dan Hobir, 1998).

Tanaman induk yang subur, dan telah berumur 6 – 12 bulan, pucuknya dapat disetek setiap dua bulan, sehingga dengan cara ini faktor multiplikasi dapat meningkat menjadi 1 : (40-60) per bulan, meningkat sekitar 3 kali lipat dari cara perbanyakan melalui setek batang atau cabang (Rumiati et al., 1998).

Saat ini telah tersedia beberapa jenis bahan tanaman (klon) seperti klon No. 0003, 0007,0011 dan 0013. Klon tersebut akan segera dilepas. Selain itu tersedia juga beberapa klon harapan hasil somaklonal yang sedang dimantapkan penelitiannya.

Teknik budidaya

Mempertahankan kesuburan tanah

Tanaman nilam termasuk tanaman yag memerlukan hara yang cukup tinggi (Wahid et al., 1986). Hasil analisis kadar hara dari batang dan daun yang dipanen menunjukan bahwa kandungan N, P2O5, K2O, CaO, dan MgO mencapai masing-masing 5,8%, 4,9%, 22,8%, 5,3% dan 3,4% dari bahan kering atau sama dengan pemberian pupuk 232 kg N, 196 kg P2O5, 912 kg K2O, 212 kg CaO dan 135 kg MgO. Hal ini menunjukan bahwa untuk mempertahankan produksi agar tetap optimal pemberian pupuk sangat menentukan, apalagi kalau ditanam secara menetap. Tanpa pemupukan produksi selanjutnya akan menurun secara drastis dan masa panen akan lebih pendek.

Hasil percobaan yang dilakukan di Kebun Bangun Purba (Sumatera Utara) pada tanah podsolik coklat kemerahan (dengan kadar N, dan P tanah termasuk rendah dan kadar K termasuk cukup dan pH = 6,0) menunjukkan bahwa pemupukan dengan 120 kg N + 80 kg P2O5 + 100 kg K2O dapat menghasilkan terna kering 4058 kg (pada umur tanaman 4 bulan setelah tanam) produksi meningkat 275% (Adiwiguna et al., 1973). Hasil penelitian yang dilakukan pada tanah latosol merah kecoklatan dengan kandungan hara tanah N, P, K, Ca dan Mg (rendah) dan C-organik (sedang) pH = 4,4. Dengan pemberian 280 kg Urea + 70 kg TSP +140 kg KCl/ha, produksi terna dan minyak meningkat masing-masing 64 dan 77%. Dengan peningkatan pupuk dua kali lipat dosis di atas yaitu 560 kg Urea + 140 kg TSP + 280 kg KCl/ha produksi terna dan minyak, naik menjadi masing-masing 98,4% dan 77%. Bila perlakuan tersebut ditambah mulsa, maka peningkatan produksi terna dan minyak, masing-masing mencapai 159 – 286% dan 182 – 286% (Tasma dan Wahid, 1988).

Penggunaan mulsa secara nyata dapat meningkatkan produksi dan kualitas terna dan minyak. Keadaan ini disebabkan karena mulsa dapat menambah bahan organik dalam tanah melalui pelapukan. Jelas bahwa pemberian mulsa (semak, belukar, ampas penyulingan, jerami palawija,dan ampas sagu dan lain-lain) dalam budidaya nilam menunjukkan harapan untuk mengkondisikan lahan kembali ke satatus kualitas virgin soil, kondisi mana sangat diperlukan oleh tanaman nilam dan dapat meningkatkan efisiensi produksi. Dengan catatan, jangan memberikan mulsa dari semak belukar yang sedang berbunga, sebab dapat tumbuh gulma di sekitar tanaman. Penggunaan mulsa alang-alang mampu meningkatkan produksi daun dan minyak masing-masing 159,6% dan 181,7%. Mulsa belukar meningkatkan produksi sebesar 286,5%.

Bercocok tanam nilam

Persiapan lahan

Persiapan lahan dilakukan sebelum atau bersamaan dengan persiapan pembibitan, agar penanaman di lapangan dapat dilakukan bersamaan dengan tersedianya bibit (umur bibit 1 – 1,5 bulan). Pengolahan tanah sebaiknya dilakukan secara intensif tidak seperti budidaya berpindah-pindah, agar diperoleh kondisi tanah yang gembur dan bebas gulma. Pada saat pengolahan tanah dibuat juga parit-parit drainase agar air tidak mudah tergenang, air yang tergenang menyebabkan tanaman nilam mudah diserah hama/penyakit. Untuk lahan miring, parit-parit dibuat searah dengan garis kontur, guna menghindari terjadinya erosi.

Jarak tanam

Jarak tanam akan menentukan populasi tanaman dan luas permukaan daun yang aktif melakukan fotosintesa sehingga akan mempengaruhi kompetisi tanaman dalam penggunaan cahaya, air dan unsur hara, pada kerapatan yang tinggi kompetisi akan tinggi dibandingkan dengan yang lebih jarang. Jarak tanam yang edeal adalah sesuai bagi perkembangan tanaman bagian atas serta tersedianya ruang bagi perkembangan perakaran dalam tanah. Jarak tanam yang umum dipakai yaitu 75 – 100 cm antar baris dan 50 – (75 – 100) cm dalam baris. Pada lahan datar dan subur dapat digunakan jarak tanam yang lebih lebar misalnya 100 x 100  cm, sedangkan dilahan miring jarak tanam yag digunakan lebih sempit misalnya 50 x 75 cm atau 75 x 75 cm. Kebutuhan bibit tergantung dengan jarak tanam ini.

Penanaman

Penanaman dapat dilakukan dengan menanam setek langsung dilapang atau dengan mempersiapkan bibit dipolybag lebih dahulu bersamaan dengan persiapan lahan, setelah tumbuh baru dilakukan penanaman di lapangan. Penanaman setek secara langsung memerlukan penyiapan jumlah bahan setek yang cukup besar (2 – 3 setek/lobang), karena resiko kematian cukup tinggi terutama bila curah hujan rendah/minimum. Pembuatan lubang dengan cara dicangkul, sesuai dengan jarak tanam. Seminggu sebelum bibit ditanam, lubang diberi kompos dari ampas daun nilam yang telah diambil minyaknya.Tiap lobang tanam ditancapkan 1 – 2 setek untuk setek langsung, dan satu bibit untuk bibit yang telah dtumbuhkan. Setelah tanam tanah disekitar tanaman dipadat, agar bibit tidak mudah rebah. Satu bulan setelah setek ditanam, tunas-tunas baru sudah mulai tumbuh.

Pemeliharaan

Nilam memerlukan pemeliharaan yang intensif terutama pada awal pertumbuhan dan setelah panen. Pemelihaharan yang dilakukan berupa penyulaman tanaman yang mati, penyiangan, pembumbunan, pemangkasan, pemupukan dan pemberian mulsa. Pemberian pupuk dan mulsa sangat penting sekali dilakukan terutama setelah panen pertama (umur 6 bulan), tujuannya guna merangsang pertumbuhan tunas-tunas baru. Sedangkan pemangkasan dilakukan apabila tanaman tumbuh sangat subur dimana perkembangan kanopinya sangat lebar, yang menyebabkan tanaman saling menutupi, sehingga kekurangan cahaya matahari dan lembab, kondisi ini akan mengundang penyakit.

Pergiliran tanaman dilakukan setiap selesai satu siklus pertanaman nilam, yaitu dengan menggunakan tanaman-tanaman yang sesuai dan berfungsi ganda, selain berfungsi memotong siklus hama dan penyakit juga dapat memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Upaya pencegahan serangan hama dan penyakit, dilakukan sejak evaluasi kesesuaian lahan untuk tempat areal pertanaman, pemilihan bahan tanaman, tindakan pemupukan dan melakukan aspek-aspek lain yang dapat mencegah berkembangnya serangan hama dan penyakit yang sekaligus merupakan syarat-syarat untuk pembudidayaan nilam secara menetap.

Polatanam tanaman nilam

Umumnya tanaman nilam diusahakan secara monokultur, namun dapat juga ditanam secara tumpangsari dengan tanaman lain, seperti dengan tanaman palawija (jagung, cabe, terung, dan lainnya). Selain dengan tanaman palawija, nilam dapat di polatanamkan dengan tanaman tahunan seperti diantara kelapa, kelapa sawit, karet yang masih berumur muda, karena tanaman nilam masih berproduksi dengan baik pada intensitas cahaya minimum 75%. Polatanam ini akan memberikan keuntungan antara lain, menekan biaya operasional terutama biaya pemeliharaan, mengurangi resiko terjadi penurunan harga, kegagalan panen akibat serangan hama/penyakit,  curah hujan yang sangat tinggi atau kekeringan, dan meningkatkan produktivitas tanah oleh hasil tanaman sela. Selain itu bila limbah padat nilam hasil penyulingan dikembalikan ke lahan, dimana limbah padat ini masih mempunyai aroma dan bau khas, maka limbah ini akan berfungsi sebagai penolak serangga (insect repelen), sehingga tanaman selanya terhindar dari serangan hama. Dari hasil penelitian polatanam menunjukan bahwa nilam, dapat di polatanamkan dengan jagung atau nilam + kacang tanah atau nilam + kedele, atau nilam + kacang hijau, atau nilam + jagung + kacang tanah.

Pada prinsipnya hampir semua tanaman dapat ditumpang sarikan dengan nilam asal ; 1) tidak menimbulkan persaingan dalam hal penyerapan unsur hara, air, dan cahaya matahari, 2) tidak merupakan sumber hama/penyakit bagi tanaman nilam sebaiknya yang saling menguntungkan. Oleh sebeb itu waktu dan jarak tanaman antara sesama tanaman pokok dan antara tanaman pokok dengan tanaman sela harus diperhitungkan dengan cermat.

Polatanam nilam dapat juga dilakukan dengan pergiliran tanaman/ rotasi, dimana setelah penanaman nilam 1 – 2 siklus, dilakukan pergiliran tanaman dengan tanaman lain seperti legum, palawija yang tidak banyak menguras usur hara, setelah itu kembali ditanami nilam. Pergiliran tanaman untuk nilam sangat diperlukan, gunanya untuk mempertahankan kesuburan tanah, mengindari efek alelopati dan memutus siklus hama/penyakit.

Panen dan penanganan prapanen

Panen pertama dilakukan saat umur tanaman 6 – 8 bulan, dan panen berikutnya dilakukan setiap 3 – 4 bulan sampai tanaman berumur tiga tahun.Setelah itu sebaiknya tanaman diremajakan, karena hasilnya sudah makin menurun. Panen sebaiknya dilakukan pada pagi atau menjelang malam hari agar kandungan minyaknya tetap tinggi. Bila pemetikan dilakukan siang hari, sel-sel daun sedang berfotosintesa sehingga laju pembentukan minyak berkurang, daun kurang elastis dan mudah robek. Di samping itu, pada siang hari transpirasi daun berlangsung lebih cepat sehingga jumlah minyak yang dihasilkan berkurang. Panen sebaiknya dilakukan  sebelum daun nilam menjadi coklat kemerahan, karena daun yang berwarna coklatkemerahan rendemen minyak sudah berkurang. Kandungan minyak tertinggi terdapat pada 3 pasang daun termuda yang masih berwarna hijau. Alat untuk panen bisa dipergunakan sabit dengan cara memangkas tanaman pada ketinggian 15 – 30 cm dari permukaan tanah. Ada baiknya kalau setiap kali panen ditinggalkan satu tanaman tetap tumbuh untuk merangsang tumbuhnya tunas-tunas baru pada fase selanjutnya.

Cara panen yang lain dapat dengan memungut daun dan ranting memakai ani-ani tidak dengan sabit, dengan cara ini jarak waktu panen selanjutnya menjadi lebih pendek hanya setiap 2 bulan. Hasil pangkasan dipotongpotong sepanjang 3 – 5 cm kemudian dijemur selama 1 – 2 hari atau dijemur 5 jam dan dikering anginkan selama 2 – 3 hari untuk mengurangi kadar airnya sampai 15%. Tebal lapisan penjemuran sekitar 50 cm dan harus dibalik 2 – 3 kali sehari. Daun yang telah cukup kering dapat disimpan atau dilakukan penyulingan.

Hindari pengeringan yang terlalu cepat atau terlalu lambat. Pengeringan yang terlalu cepat membuat daun menjadi rapuh dan sulit disuling. Kalau terlalu lambat seperti musim hujan, daun menjadi lembab dan mudah terserang jamur, hingga redemen dan mutu minyak yang dihasilkan rendah.

Produksi

Produksi tanaman nilam tergantung sekali pada jenis/varitas yang ditanam, keadaan tanah, pertumbuhan tanaman. Produksi yang baik dapat mencapai 15 – 20 ton daun basah atau 5 ton daun kering per ha. Dengan rendemen minyak 2,5 – 4%, sehingga produksi minyak mencapai 100 – 200 kg/ha/tahun.

Analisa ekonomi budidaya nilam secara menetap

Budidaya tanaman nilam secara berpindah–pindah selama ini dianggap lebih menguntungkan, karena tidak membutuhkan pemupukan. Ternyata budidaya tanaman nilam secara menetap apabila dilakukan sesuai dengan semestinya juga sangat menguntungkan, karena produksinya dapat mencapai 2 – 3 kali lipat budidaya berpindah-pindah. Dengan produksi 5 ton daun kering/ha/tahun, dan harga Rp. 2.000,-/kg, hasil penjualan daun kering sebesar Rp. 10.000.000,-, dengan biaya sebesar Rp. 7.735.000,- pada tahun pertama, yang terdiri dari biaya sewa lahan, bibit, pupuk, pestisida, dan tenaga kerja. Maka pendapatan petani sebesar Rp. 1.265.000,-/ha/tahun pada tahun pertama. Pada tahun ke II dan ke III, biaya usahatani hanya sebesar Rp. 1.150.000,-, sehingga pendapatan petani pada tahun Ke II dan Ke III mencapai masing-masing Rp. 8.850.000,-/tahun. Pendapatan yang diterima petani akan lebih besar dari angka di atas apabila biaya tenaga kerja (tenaga kerja keluarga), sewa lahan dan bibit tidak dibayarkan. Bagi petani yang sekaligus menjadi pengrajin, mempunyai alat suling sendiri dan menjual dalam bentuk minyak, hasil penjualan dapat mencapai Rp. 40.000.000,-/ha/tahun (dengan harga minyak Rp. 200.000,- dan produksi minyak 200 kg/ha), dengan biaya investasi hanya Rp. 8.725.000,- yang terdiri dari peralatan, unit penyulingan dan kompor, serta biaya operasional sebesar Rp. 3.139.000,- yang terdiri dari penyusutan alat, penyusutan suling, kompor, upah penyulingan dan BBM.

KESIMPULAN

Hasil penelitian membuktikan bahwa tanaman nilam mengangkut unsur hara yang cukup tinggi setiap panen, mengakibatkan lahan semakin miskin akan unsur hara, hal ini merupakan salah satu penyebab budidaya berpindah-pindah. Budidaya nilam menetap yang telah dilakukan  di daerah pengembanganpun belum memperlihatkan hasil dengan mutu yang baik

Selain menanam nilam di daerah yang sesuai dan sangat sesuai, hal yang sangat penting dilakukan adalah menjaga dan mempertahankan kesuburan tanah, unsur hara yang terangkut panen, perlu dikembalikan, baik dengan pemupukan anorganik maupun dengan pupuk organik (mulsa). Penambahan mulsa alangalang atau mulsa semak belukar dapat meningkatkan produksi nilam (daun) antara 159,6% – 286,5%. Hasil ini menunjukan bahwa budidaya tanaman nilam secara menetap sangat mungkin dilaksanakan, dengan rinsip mengkondisikan lahan pertanaman nilam sama dengan lahan bukaan baru (virgin soil).

Guna mengurangi resiko kegagalan panen dan fluktuasi harga, serta untuk meningkatkan produktivitas lahan, sebaiknya pengembangan nilam dilakukan dengan polatanam, baik tumpangsari maupun sebagai tanaman sela. Dalam polatanam ini yang perlu diperhatikan antara lain, waktu tanam dan jarak tanam, baik antar tanaman pokok maupun antara tanaman pokok dengan tanaman sela. Setiap selesai satu siklus pertanaman untuk mencegah akumulasi hama dan penyakit, dan juga dapat memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah, satu siklus pertanaman nilam hanya selama tiga tahun, kemudian dilakukan pergiliran tanaman, dan siklus selanjutnya dilakukan pada tahun ke lima.

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous, 1993. Efisiensi usahatani tataniaga dan peningkatan mutu minyak atsiri (nilam, akar wangi, serai wangi dan kenanga). Laporan Penelitian ARMP, 1992 – 1993. Balitro (tidak diterbitkan). 48 hal.

Askarach, A., 2000. Pertumbuhan dan hasil tumpangsari pada berbagai jarak tanam nilam dan populasi jagung. Program Pasca Sarjana UGM, Yogyakarta.

BPS., 1998. Statistik tanaman nilam Balai Pusat Statistik Jakarta.

BPEN., 1993. Bayers Guide of Indonesia. Badan Pengembangan Ekspor Nasional. Departemen Perdagangan RI.

Dhalimi, A. S. Rusli, Hobir dan Emmyzar, 2000. Status dan Perkembangan Penelitian Tanaman Nilam. Makalah utama pada gelar teknologi pengolahan gambir dan nilam, 24 – 25 Januari 2000 di Padang. 4 hal.

Djazuli, M. dan Emmyzar, 1998. Polatanam dalam monograf nilam. Monograf no. 5. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Hal. 70 – 74.

Hasan, Z., 1994. Beberapa cara budidaya nilam secara menetap di Pasaman – Sumatera Barat. Pros. Seminar Penelitian Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Sub Balittro Solok.

Mulyodihardjo, S., 1991. Program pengembangan penanaman atsiri di Sumatera. Prosiding Komunikasi Ilmiah Pengembangan Atsiri di Sumatera, Bukittinggi, 31 – 8 – 1991. Balittro Bogor.

Tasma, I dan A, Hamid, 1990. Pembudidayaan nilam secara menetap. Makalah pada Simposium I Hasil Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Minyak atsiri. Buku VII (Tanaman Atsiri) Puslitbangtri: 1076 – 1082.

Rusli, S. dan Hobir, 1990. Hasil penelitian dan pengembangan tanaman minyak atsiri Indonesia. Simposium I Hasil Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri. Puslitbangtri – Bogor.

Tasma, I dan P. Wahid, 1988. Pengaruh mulsa dan pemupukan terhadap pertumbuhan dan hasil nilam. Pember. Penelitian Tanaman 15 (1 – 2) : 34 – 41.

Wahid, P., 1992. Peningkatan intensitas tanaman melalui tanaman sela dan tanaman campuran. Prosiding Temu Usaha Pengembangan Hasil Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Balittro, Bogor. hal 85 – 86.

Wahid, P., M. Pandji. L, E. Mulyono dan S. Rusli, 1986. Masalah pembudidayaan tanaman nilam, seraiwangi dan cengkeh. Diskusi Minyak Atsiri V. 3 – 4 Maret 1986 di Bogor. 36 hal.

Wikandi. E.A, Ariful Asman dan Pasril Wahid, 1990. Perkembangan Penelitian Nilam. Edisi Khusus Littro. Vol. VI. No. 2, 1990. 7 hal.

3 Comments »

  1. Saya tertarik untuk dikembangkan di gorontalo, mohon info dimana dapat diperoleh bibit nilam dan alat penyulingan yang terbaik beserta harganya? tks

    Comment by citra patiwiri — May 16, 2010 @ 9:14 pm

    • saya punya lahan nganggur 30 Ha . ingin kembangkan di Sultra Kab. Muna adakah adakan kawan kawan berduit yang mau kerjasama dimana kami hanya menyediakan lahan.

      Comment by sanuddin — May 29, 2011 @ 5:32 am

      • pak sanuddin hub 021 99637276 mungkin beliau mau kerjasama

        Comment by terserah — April 1, 2012 @ 6:53 pm


RSS feed for comments on this post. TrackBack URI

Leave a comment

Blog at WordPress.com.