Minyak Atsiri Indonesia

Melati, dkk.

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN SETEK BERAKAR TERHADAP PERTUMBUHAN NILAM(Pogostemon cablin Benth)

Oleh: MELATI, DEVI RUSMIN, dan SUKARMAN

Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik Jl. Tentara Pelajar No. 3a Bogor

JURNAL LITTRI : VOL. 12 NO. 4, DESEMBER 2006 : 135 – 139 ; ISSN 0853 – 8212

ABSTRAK

Dalam upaya pengembangan nilam (Pogostemon cablin) di daerah yang jaraknya jauh dari kebun induk, pengadaan benih nilam yang berkualitas menjadi masalah yang serius, karena bibit akan cepat mengalami penurunan kualitas selama transportasi. Untuk itu dilaksanakan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh lama simpan setek berakar nilam terhadap pertumbuhan. Percobaan dilaksanakan di rumah kaca Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balittro) dari bulan April – Agustus 2004. Percobaan disusun dalam rancangan petak terbagi (RPT) dengan 3 ulangan. Petak utama (main plot) adalah 2 jenis setek nilam yaitu: (1) setek berdaun dan (2) setek tidak berdaun. Anak petak (sub plot) adalah lama penyimpanan setek yaitu: (1) setek langsung ditanam (kontrol), (2) setek disimpan 1 hari, (3) setek disimpan 3 hari, (4)setek disimpan 5 hari dan, (5) setek disimpan 7 hari. Pengamatan dilakukan sejak tanaman berumur 2 minggu sampai tanaman berumur 8 minggu. Parameter yang diamati meliputi pertumbuhan tanaman (tinggi, jumlah daun dan jumlah tunas), bobot kering (batang, daun, akar). Hasil percobaan menunjukkan bahwa persentase hidup setek nilam berakar (setek berdaun dan setek tidak berdaun) masih 100% setelah disimpan selama 7 hari. Hampir dari seluruh parameter pertumbuhan (tinggi tanaman, jumlah cabang, jumlah daun) yang diamati menunjukkan bahwa pertumbuhan bibit setek berdaun lebih baik dibandingkan dengan setek yang tidak berdaun.

Kata kunci : Nilam, Pogostemon cablin Benth, bibit, setek berakar, penyimpanan, pertumbuhan, Jawa Barat

ABSTRACT

Effect of storage periods of rooted cutting on the growth of patchouli (Pogostemon cablin Benth).
Providing high quality of patchouli (Pogostemon cablin Benth) seedlings is necessary to support the development of patchouli plants. In the new developing area transportation become serious problems (high cost transportation), therefore some alternative solution is reducing the transportation cost without reducing the quality of the seedlings. Base on the problems, this experiment was conducted. The objective of this experiment was to study the effect of storage periods of rooted cuttings on the growth of patchouli plant. The experiment was conducted in the green house of Indonesian Spice and Medicinal Crops Research Institute (ISMECRI), from April to August 2004. The experiment was arranged in a split-plot design with 3 replications. The main plot was 2 kinds of cutting there were: (1) leaf cutting and (2) non leaf cutting. The sub plot was 5 different storage periods, there were: (1) control (no storage), (2)1 day storage, (3) 3 day storage, (4) 5 day storage, (5) 7 day storage. The variables observed were plant growth (plant height, number of leaves and number of shoots), dry weight of stems, leaves and roots. The results of experiment indicated that after 7 day storage, rooted cuttings of patchouli were still 100% viable. The growth of patchouli from leaf cutting was significantly different from non leaf cutting. Patchouli plant from leaf cutting produced higher plant height, number of leaves, number of shoots and dry weight of plants compared to those of patchouli plants from non leaf cuttings. Storage period significantly affected the height of plants however it did not significantly affected the number of leaves, number of shoots and dry weight of plants.

Key words: Pacthouli, Pogostemon cablin, seedlings, rooted cutting, storage, growth, West Java

PENDAHULUAN

Tanaman nilam (Pogostemon cablin Benth) merupakan salah satu tanaman penghasil minyak yang terpenting di Indonesia. Dalam dunia perdagangan, minyak nilam dikenal dengan nama “Patchouly Oil”, yang banyak digunakan sebagai bahan baku, bahan pencampur dan fiksatif (pengikat wangi-wangian) dalam industri parfum, farmasi, dan kosmetik. Tanaman nilam berasal dari daerah tropis Asia Tenggara terutama Indonesia dan Filipina, India, Amerika Selatan serta China (GRIEVE, 2003). Di Indonesia terdapat tiga jenis nilam yang dibudidayakan masyarakat yaitu Pogostemon heyneanus (nilam kembang), Pogostemon hortensis (nilam Jawa), dan Pogostemon cablin (nilam Aceh).

Ekspor minyak nilam memberikan kontribusi lebih dari 50 persen dari total nilai ekspor minyak atsiri Indonesia. Volume ekspor minyak nilam setiap tahun menunjukkan trend yang meningkat sebesar 5,3% pertahun, sedangkan harga ekspor meningkat sebesar 3,5% pertahun. Sejak tahun 1985 dengan rata-rata ekspor sebesar 1.057 ton pertahun dan rata-rata harga sebesar US$ 18,83/kg (INDRAWANTO dan MAULUDI, 2004), hal tersebut merupakan peluang besar untuk pengembangan tanaman nilam. Seiring dengan meningkatnya permintaan minyak nilam perlu diupayakan kesinambungan sistem produksi yang dapat menjamin permintaan dan kualitas minyak nilam yang memenuhi standar ekspor.

Tanaman nilam sebagai penghasil minyak atsiri, lebih mengutamakan mutu daripada kuantitas produksi. Penyediaan bibit yang bermutu tinggi merupakan langkah awal yang harus diperhatikan. Perbanyakan tanaman nilam umumnya dilakukan secara vegetatif dengan menggunakan setek. Setek yang baik untuk ditanam harus berasal dari induk yang sehat. Mutu fisiologis yang baik untuk setek nilam berperan dalam penghematan biaya produksi bila persentase setek hidup cukup baik. Mutu fisiologis setek yang rendah dapat mempengaruhi hasil panen karena tingkat kesuburan dan pertumbuhan tidak merata (RUMIATI et al.,1998). Bahan setek yang digunakan dapat berupa setek pangkal, setek tengah maupun setek pucuk. Bahan setek hanya mempengaruhi pertumbuhan awal, semua bahan setek dapat dimanfaatkan sebagai bahan tanaman (TASMA dan DARWATI, 1989).

Setek dapat langsung ditanam di lapang yang lahannya sudah diolah, tetapi untuk mendapatkan hasil yang lebih bagus setek harus disemai sehingga didapatkan setek yang telah berakar (TASMA, 1989). Setek yang sudah berakar lebih tahan terhadap kondisi lapang karena akar sudah dapat langsung menyerap unsur hara dan air dari lingkungannnya. Dengan menggunakan setek berakar pemakaian bahan tanaman lebih hemat, pertumbuhan bibit lebih cepat dan keberhasilan pertumbuhan di lapang lebih tinggi.

Seiring dengan meningkatnya permintaan minyak nilam maka banyak pengusaha di bidang agroindustri yang berminat untuk menanam nilam. Permintaan terhadap setek nilam cukup tinggi, permintaan jarak dekat (jarak tempuhnya 1-2 hari) dapat dipenuhi dengan setek yang belum berakar. Permintaan dengan jarak tempuh yang cukup jauh, lebih dari 2 hari setek yang belum berakar cukup beresiko karena kondisi selama di perjalanan dapat mempengaruhi mutu setek sehingga setek banyak yang layu, pada saat setek ditanam di lapang banyak setek yang tidak dapat tumbuh, bahkan mati. Untuk mengatasi masalah tersebut salah satu alternatifnya adalah menggunakan setek berakar.

Pengiriman setek nilam biasanya menggunakan setek yang tidak berdaun (daunnya dibuang) hal ini bertujuan untuk mengurangi penguapan selama pengiriman. Pengiriman setek dalam jumlah besar pengurangan daun akan membutuhkan pertambahan waktu, tenaga dan biaya yang cukup besar. Untuk mengatasi hal tersebut maka dicoba untuk menggunakan stek yang berdaun.

Berdasarkan permasalahan tersebut, percobaan ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh lama simpan setek nilam berakar terhadap pertumbuhan nilam. Pada akhirnya diharapkan didapatkan batas waktu optimal penyimpanan setek nilam berakar sebelum setek ditanam di lapang.

BAHAN DAN METODE

Percobaan dilakukan di rumah kaca Balittro mulai April – Agustus 2004. Percobaan disusun dalam rancangan petak terbagi (RPT) dengan 3 ulangan. Petak utama (main plot) adalah 2 jenis setek nilam yaitu (1) setek berdaun dan (2) setek tidak berdaun. Anak petak (sub plot) adalah lama penyimpanan setek yaitu: (1) setek langsung ditanam (kontrol), (2) setek disimpan 1 hari, (3) setek disimpan 3 hari, (4) setek disimpan 5 hari, dan (5) setek disimpan 7 hari.

Varietas nilam yang digunakan adalah varietas Sidikalang, yang diambil dari tanaman berumur 12 bulan. Setek yang digunakan adalah setek pucuk dengan diameter 2 mm – 5 mm, panjang setek 15 – 20 cm. Setek disemaikan di bedengan yang telah berisi media dari campuran sekam dan sabut kelapa (cocopeat). Setelah 1,5 bulan dari semai,  setek yang telah tumbuh dicabut dengan hati-hati, kemudian bagian pangkalnya dibungkus dengan karung plastik yang diberi media cocopeat yang telah dibasahi. Jumlah bahan tanaman yang digunakan adalah 25 setek setiap perlakuan dan ulangan. Selanjutnya bibit dimasukkan ke dalam kardus yang telah diberi aerasi, kemudian disimpan sesuai dengan perlakuan (1, 3, 5, dan 7 hari) di dalam ruangan dengan suhu 29º C – 31ºC, dengan kelembaban 72%– 90%.

Setelah itu bibit ditanam dipolybag berukuran 10 x 15 cm yang berisi media campuran tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 2 : 1. Pengamatan dilakukan sejak tanaman berumur 2 minggu sampai tanaman berumur 8 minggu. Parameter yang diamati meliputi pertumbuhan tanaman (tinggi, jumlah daun dan jumlah tunas), bobot kering ( batang, daun ,akar).

HASIL DAN PEMBAHASAN

0t1

Persentase Setek yang Tumbuh

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa setelah 2 bulan tanam persentase dari tanaman setek nilam berakar tumbuh 100% , baik dari setek berdaun maupun yang tidak berdaun. Pada perlakuan lama simpan persentase tumbuh juga menunjukkan persentase hidup 100% walaupun disimpan selama 7 hari (Tabel 1).

Pertumbuhan Setek (Tinggi Bibit, Jumlah Daun dan Jumlah Tunas)

Tinggi Bibit

Hasil pengamatan terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa tidak ada interaksi antara jenis setek dan lama simpan terhadap tinggi bibit. Akan tetapi masing-masing faktor tunggal jenis setek dan lama simpan berpengaruh nyata terhadap tinggi bibit. Setek berdaun mempunyai tinggi 30,31 cm, sedangkan setek tidak berdaun mempunyai tinggi 27,49 cm. Hal ini mungkin disebabkan karena setek berdaun masih mempunyai biomas lebih banyak daripada setek tidak berdaun. Setek tidak berdaun mengalami kekurangan energi untuk proses metabolisme, karena daun – daunnya dibuang sebelum penyimpanan sehingga biomasnya lebih sedikit.

Faktor lama simpan berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman. Setek yang disimpan selama 7 hari mempunyai tinggi 32,05 cm, paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan lama simpan lainnya. Hal ini diduga karena terlalu lamanya tanaman disimpan dalam keadaan kekurangan cahaya sehingga mengalami etiolasi/pemanjangan. Dari Tabel 2 dapat dilihat setek simpan 5 hari dan setek simpan 7 hari lebih tinggi dari yang lain yaitu : 30,72 cm dan 32,05 cm, walaupun kedua perlakuan tersebut tidak berbeda nyata. Menurut (HOPKINS dan NORMAN, 2004) bahwa tanaman yang tumbuh dalam kondisi gelap/ kekurangan cahaya akan tumbuh memanjang dan tinggi kurus.

Jumlah Daun

0t2

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa jumlah daun setek nilam berakar nyata dipengaruhi oleh perlakuan jenis setek, tetapi tidak berbeda nyata antara perlakuan lama simpan maupun interaksinya (Tabel 2). Setek berdaun mempunyai jumlah daun yang lebih banyak yaitu 30,31, dibandingkan jumlah daun setek tidak berdaun 27,49. Berdasarkan hasil pengamatan tersebut menunjukkan bahwa setek berakar nilam yang berdaun, pada waktu penyimpanan daunnya masih mampu mensuplai energi untuk aktivitas metabolisme seperti pembentukan daun-daun baru, sebelum daun-daun tersebut rontok. Akar, selama penyimpanan masih menyerap air yang yang terdapat pada media cocopeat. Daun merupakan bagian tanaman yang memasok karbohidrat yang diperlukan untuk metabolisme dan pertumbuhan akar, dan akar memasok daun dengan air dan bahan makanan/ mineral (WILKINS, 1989).

Berkurangnya jumlah daun pada awal pengamatan disebabkan oleh senescen yang terjadi selama penyimpanan, di mana setek selama penyimpanan berada dalam keadaan tertutup sehingga suhu dalam kardus penyimpanan menjadi tinggi. Senescen juga dapat terjadi pada kondisi lingkungan yang kurang optimal, seperti panas, defisiensi N, cahaya yang terbatas dan serangan patogen/penyakit (SRIVASTAVA, 2002).

Lama penyimpanan tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun setelah 2 bulan tanam (Gambar 1, 2). Hasil ini memperkuat pendapat bahwa setek nilam yang disimpan sampai 7 hari masih dalam kondisi yang baik, asalkan masih mempunyai akar dan kelembaban media yang cukup terjamin. Laju pertumbuhan sel-sel tanaman dan efisiensi proses fisiologis dapat terjadi apabila sel-sel tanaman mendapatkan air (FITTER dan HAY, 1992).

0g1

Gambar 1. Jumlah daun pada tanaman nilam yang berasal dari setek tidak berdaun, pada umur 2 bulan setelah tanam Figure 1. Number of leaves on patchouli plants came from cutting without leaf 2 months after planting

0g2

Gambar 2. Jumlah daun pada tanaman nilam yang berasal dari setek berdaun, pada umur 2 bulan setelah tanam Figure 2. Number of leaves on patchouli plants came from cutting with leaf 2 months after planting

Jumlah Tunas

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa jumlah tunas setek berakar nilam nyata dipengaruhi oleh perlakuan jenis setek, tetapi tidak berbeda nyata antara perlakuan  lama simpan maupun interaksinya (Tabel 2). Setek berdaun mempunyai tunas yang lebih banyak (0,41) dibandingkan setek tidak berdaun (0,36).

Pertumbuhan tunas sejalan dengan pertumbuhan daun. Proses pertumbuhan tunas dimulai sejak setek berumur 2 minggu sama halnya dengan pertumbuhan daun (Gambar 3 dan 4). Hal ini diduga karena proses metabolisme sudah normal kembali dengan banyaknya daun yang muncul sehingga proses differensiasi pembentukan sel baru juga terjadi.

0g3

Gambar 3. Jumlah tunas pada tanaman nilam yang berasal dari setek tidak berdaun, pada umur 2 bulan setelah tanam Figure 3. Number of shoots on patchouli plants came from cutting without leaf 2 months after planting

0g4

Gambar 4. Jumlah tunas pada tanaman nilam yang berasal dari setek berdaun, pada umur 2 bulan setelah tanam Figure 4. Number of shoots on patchouli plants came from cutting with leaf 2 months after planting

0t3

Pertumbuhan tunas yang merata pada setiap perlakuan jenis setek dan lama simpan, diduga karena selama penyimpanan setek nilam berakar tetap melakukan proses metabolisme dengan memanfaatkan air dan mineral yang ada pada media cocopeat sebagai sumber nutrisi. Unsur hara yang tersedia pada polybag dapat langsung merangsang pertumbuhan tunas, sehingga setelah 2 minggu ditanam dipolybag tunas sudah bermunculan. Hal tersebut sejalan dengan penelitian SOEDJONO (1995) yang mengemukakan bahwa pada perbanyakan vegetatif melati, setek yang jumlah akarnya banyak juga mempunyai tunas yang banyak.

Hasil analisis ragam menunjukkan, bahwa tidak ada interaksi antara jenis setek dan lama simpan terhadap bobot kering (batang, daun dan akar). Akan tetapi faktor tunggal jenis setek berpengaruh nyata terhadap bobot kering (batang, dan daun) sedangkan faktor tunggal lama penyimpanan tidak berpengaruh nyata terhadap semua parameter yang diamati (Tabel 3). Bobot kering batang, daun dan akar tertinggi didapatkan pada perlakuan setek berdaun, masing-masing 0.3 g, 0.36 g dan 0.41 g. Hal ini sejalan dengan pertumbuhan bibit dimana bobot kering berkorelasi dengan pertumbuhan bibit (tinggi bibit, jumlah daun dan jumlah tunas). Bibit dengan pertumbuhan yang lebih baik tentu akan menghasilkan bobot kering tanaman yang lebih tinggi.

0g5

Gambar 5. Pertanaman nilam 2 bulan setelah tanam, perlakuan simpan 7 hari dan kontrol Figure 5. Patchouli plants 2 months after planting, 7 day storage treatment and control

0g6

Gbr 6: Pertanaman nilam 2 bulan setelah tanam, perlakuan simpan 5 hr, simpan 3 hari dan simpan 1 hari Figure 6. Patchouli plants 2 months after planting, 5 day storage treatment, 3 days and 1 day

KESIMPULAN

Dari percobaan yang dilakukan dapat diambil kesim- pulan diantaranya :

Bahwa tidak ada interaksi antara jenis setek (setek berdaun dan setek tidak berdaun) dan lama simpan terhadap semua parameter yang diamati.

Persentase hidup setek berakar nilam masih 100 % setelah disimpan selama 7 hari. Hampir dari seluruh parameter pertumbuhan (tinggi tanaman, jumlah cabang, jumlah daun) menunjukkan bahwa pertumbuhan bibit setek berdaun lebih baik dibandingkan dari setek yang tidak berdaun, walaupun telah disimpan selama 7 hari. Bobot kering (batang, daun dan akar) berbeda nyata antara setek berdaun dengan setek tidak berdaun. Berat kering tertinggi (batang, daun, dan akar) terdapat pada setek berdaun yakni (0,3 gr, 0,36 gr dan 0,41 gr), sedangkan bobot kering tidak berbeda nyata dengan berbedanya waktu simpan.

DAFTAR PUSTAKA

FITTER. A.H dan R.K.M.HAY. 1992. Fisiologi Lingkungan Tanaman. Gajah Mada University Press. Yogja- karta. 421p.

GRIEVE, M. 2003. A modern herbal, patchouli, http://www.iptek.net id.

HOPKINS, W.G and P. NORMAN. 2004. Introduction to Plant Physiology. Third Edition. John Wiley & Sons. USA. 560pp.

INDRAWANTO, C dan L. MAULUDI, 2004. Strategi pengembangan industri nilam Indonesia. Teknologi Pengembangan Minyak Nilam Aceh. Perkembangan Teknologi Tanaman Rempah dan Obat. XVI(2): 62 – 71.

RUMIATI, D. RUSMIN dan M. HASANAH 1998. Sistem perbenihan. Monograf Nilam. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. p.33-39.

SOEDJONO, S. 1995. Perbanyakan melati (Jasminum multiflorum dan Jasminum sambac) dengan setek dan zat pengatur tumbuh Asam Indol Butirat. Jurnal Hortikultura. 5 (2):79-89.

SRIVASTAVA, LM, 2002. Plant Growth and Development. Academic Press. An Imprint of Elseivier. Science. San Diego. California. USA.772pp.

TASMA, I., dan I. DARWATI, 1989. Pengaruh bahan setek dan pupuk daun terhadap pertumbuhan dan hasil nilam. Buletin Penelitian Tanaman Rempah Dan Obat. IV(2): 75 -79.

TASMA, I.M., 1989. Pengaruh bahan setek dan nitro aromatik terhadap pertumbuhan setek nilam. Pemberitaan Penelitian Tanaman Industri. 14(3): 98-101.

WILKINS, 1989. Fisiologi Tanaman 2. Bina Aksara, Jakarta.

Leave a Comment »

No comments yet.

RSS feed for comments on this post. TrackBack URI

Leave a comment

Create a free website or blog at WordPress.com.