Minyak Atsiri Indonesia

Sukamto

STATUS PENYAKIT PADA TANAMAN NILAM DAN TEKNOLOGI PENGENDALIANNYA

Oleh: S u k a m t o, Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Jl. Tentara Pelajar No. 3 Bogor 16111

ABSTRAK

Tanaman nilam (Pogostemon cablin Benth) cukup penting peranannya diberbagai daerah produksi, sehingga animo masyarakat untuk berusahatani nilam tetap tinggi. Akhir-akhir ini terjadi outbreak penyakit budok, layu bakteri atau nematoda di daerah sentra produksi di Jawa dan Sumatera. Berbagai macam jenis penyakit dapat menyerang, tetapi terdapat 3 jenis penyakit yang merugikan secara ekonomis yaitu 1) penyakit layu bakteri yang disebabkan oleh bakteri Ralstonia solanacearum, 2) penyakit budok/buduk yang disebabkan jamur Synchtrium sp. dan 3) penyakit daun kuning atau daun merah yang disebabkan oleh nematoda parasit Pratylenchus spp (Pratylenchus coffeae, P. brachyurus), Meloidogyne spp. (Meloidogyne incognita, M. hapla) dan Radopholus similis. Selain itu, kini penyakit yang disebabkan oleh virus dengan gejala mosaik dan klorotik tampaknya mulai sering muncul pada pertanaman maupun bibit nilam dan tampaknya berpotensi akan menjadi kendala dalam produksi nilam dimasa datang. Perbanyakan tanaman nilam yang dilakukan secara vegetatif juga akan sangat mempermudah penyebaran penyakit bila tidak dilakukan dengan hati-hati pada penggunaan kebun induk sebagai sumber benih. Pengelolaan penyakit perlu dilakukan secara terpadu dengan mengetahui jenis penyebab penyakit, dan menentukan teknik pengendalian yang tepat. Pengendalian penyakit dilakukan sejak penyiapan bahan tanaman, persemaian, dilapang sampai masa panen. Beberapa teknik pengendalian penyakit pada tanaman nilam dapat dilakukan secara mekanis, biologi, penggunaan pestisida nabati, dan kimiawi.

Kata Kunci : Nilam, Ralstonia solanacearum, Synchtrium sp., nematoda, pengendalian

PENDAHULUAN

Minyak nilam merupakan salah satu komoditi minyak atsiri andalan Indonesia, setiap tahun Indonesia memasok 70-90% kebutuhan dunia. Sebagai komoditi ekspor, minyak nilam mempunyai prospek yang baik karena dibutuhkan secara kontinyu dalam industri parfum, kosmetik, sabun dan lain-lain. Hal ini telah menimbulkan minat petani untuk mengembangkan tanaman secara. Daerah-daerah sentra produksi nilam di Indonesia semula terbatas di Propinsi DI. Aceh (Tapaktuan, Sidikalang, Lhokseumawe), Sumatera Utara (Dairi, Pakpak Bharat) dan Sumatera Barat (Pasaman), kemudian saat ini berkembang ke beberapa daerah lainnya, seperti Lampung, Jambi, Bengkulu, Jawa Barat (Sukabumi), Jawa Tengah (Purwokerto), Kalimantan Timur (Kutai Timur), Sulawesi Selatan, Kalimantan Barat.

Namun dalam pengembangannya, banyak kendala yang diantaranya adalah adanya serangan beberapa penyakit. Pengembangan areal pertanaman nilam ke luar daerah/propinsi bahkan pulau salah satunya disebabkan adanya endemik penyakit di daerah produksi sebelumnya. Sentra produksi nilam di Indonesia pada mulanya terdapat di Propinsi Aceh, Sumut dan Jabar. Akibat penyakit yang berjangkit didaerah tersebut, maka tanaman nilam berkembang ke Sumbar. Begitu seterusnya, penyakit tersebut terus berkembang dan menyebar keluar daerah, propinsi dan bahkan pulau ditempat dimana nilam dibudidayakan. Berbagai macam jenis penyakit dapat menyerang, tetapi terdapat 3 jenis penyakit yang merugikan secara yaitu : 1) penyakit layu bakteri yang disebabkan oleh bakteri Ralstonia solanacearum, 2) penyakit budok/buduk yang diduga disebabkan oleh jamur dan 3) penyakit daun kuning atau daun merah yang disebabkan oleh nematoda parasit Pratylenchus spp (Pratylenchus coffeae, P. brachyurus), Meloidogyne spp. (Meloidogyne incognita, M. hapla) dan Radopholus similis (Djiwanti dan Momota, 1991; Mustika et al. 1995). Selain itu, kini penyakit virus mosaik dan klorotik tampaknya mulai sering muncul pada pertanaman maupun bibit nilam. Tulisan inimencoba memberikan informasi tentang penyakit-penyakit nilam yang dapat berpotensi menjadi kendala dalam budidaya nilam, status perkembangan dan status teknologi pengendaliannya.

PENYAKIT UTAMA PADA TANAMAN NILAM

Penyakit Layu Bakteri

0g1

Gambar 1. Gejala serangan penyakit: a) layu bakteri, b) nematoda, c) budok dan d) virus

Penyebab penyakit layu pada tanaman nilam adalah bakteri Ralstonia solanacearum. Penyakit ini sering timbul terutama karena terbawa oleh benih yang telah terkontaminasi atau pada tanaman nilam yang ditanam pada kebun yang sudah terkontaminasi/lahan bekas serangan penyakit layu. Penyakit layu bakteri sudah lama ditemukan pada tanaman nilam di D.I. Aceh (sejak ± 35 tahun yang silam). Selanjutnya penyakit ini menyebar ke pertanaman nilam di Sumatera Barat (Asman et al., 1998). Pada tahun 2007, penyakit ini sudah banyak dilaporkan terdapat di Jawa dan di Kalimantan. Gejala serangan penyakit layu bakteri adalah sebagai berikut : Kelayuan terjadi pada tanaman muda dan tua (dari cabang ke cabang secara tidak teratur) (Gambar 1a). Tanaman akan mengalami kelayuan dalam waktu 2 – 5 hari setelah terinfeksi. Pada saat bersamaam ada cabang yang layu dan sehat, pada perkembangan lebih lanjut seluruh bagian tanaman layu dan mati. Pada tanaman berumur 1 -3 bulan kematian terjadi 6 hari setelah terlihat gejala serangan. Pada tanaman berumur 4 -5 bulan kematian terjadi 1 -2 minggu setelah gejala terlihat. Jaringan batang dan akar tanaman yang terserang membusuk sedang kulit akar sekundernya mengelupas. Irisan melintang batang terserang memperlihatkan warna hitam sepanjang jaringan yang layu sampai kambium. Bila cabang yang layu dipotong akan tampak lendir seperti susu, begitu pula bila direndam di dalam air bersih.

Penyakit kuning/daun merah oleh nematoda

Nematoda menyerang akar tanaman nilam, kerusakan akar menyebabkan berkurangnya suplai air ke daun, sehingga stomata menutup, akibatnya laju fotosintesa menurun. Beberapa jenis nematoda yang menyerang tanaman nilam antara lain Pratylenchus brachyurus, Meloidogyne incognita, Radhopolus similis (Djiwanti dan Momota, 1991). Gejala serangan nematoda daun berwarna kuning kemerahan, akar membusuk atau terdapat benjolan- benjolan akar (Gambar 1b). Gejala kuning pada daun nilam yang terserang nematoda nampak seperti gejala kekurangan unsur N, P, dan K.

Penyakit Budok

Penyakit budog disebabkan oleh jamur Synchytrium sp. (Sukamto et al., 2008). Penyakit tersebut ditemukan dipertanaman nilam di Sumatera, Kalimantan, dan Jawa. Jamur tersebut didapatkan pada daun, tangkai daun dan batang tanaman nilam. Penyakit ini dapat merusak mutu daun sehingga menurunkan produksi. Gejala penyakit terlihat pada batang yang membengkak, menebal dan daun yang berkerut dan tebal, dengan daun berwarna merah keunguan (Gambar 1c). Penyakit Budog sering muncul bersamaan dengan penyakit layu bakteri atau serangan Potyvirus sp. Penyakit budok juga menyerang pertanaman nilam di India, dan patogen penyebabnya diidentifikasi sebagai jamur Synchrytrium pogostemonis f.sp. patchouli. Gejala serangan awal dapat dilihat sedini mungkin baik pada persemaian maupun di lapang, dengan ditandai adanya benjolan-benjolan kecil pada permukaan atas dan bawah daun, serta batang. Pada serangan lanjut, akan menghambatan pertumbuhan vegetatif sehingga rumpun tanaman tidak bertambah besar, permukaan batang menebal, ruas batang memendek, pada ketiak cabang tumbuh tunas-tunas berdaun keriput dan kerdil. Rumpun tanaman yang terserang pertumbuhannya terhenti, bahkan kanopinya cenderung mengecil.

Virus

Penyakit yang disebabkan virus pada tanaman nilam belum dianggap menjadi masalah karena tidak mematikan dan tanaman masih berproduksi. Namun serangan yang disebabkan oleh virus dapat mengurangi produksi dan kandungan (persentasi) minyak nilam (Kadotami and Ikegami, 2002). Tanaman nilam yang terserang virus menunjukkan gejala mosaik kekuningan (Gambar 1d). Tanaman nilam di Jepang dan Brazil telah dilaporkan diserang oleh virus dari spesies Patchouli mild mosaic virus (PaMMV) genus Fabavirus, Patchouli mottle virus (PaMoV) genus Potyvirus, dan Patchouli virus X (PatVX) genus Potexvirus (Filho et al., 2002; Natsuaki et al., 1994). Hasil pengujian ELISA sampel tanaman nilam dari Bogor dan Cianjur menunjukkan reaksi positif terhadap potyvirus dan CMV (Sukamto et al., 2007).

TEKNOLOGI PENGENDALIAN PENYAKIT PADA TANAMAN NILAM PENGENDALIAN PENYAKIT NILAM

Penanggulangan penyakit pada tanaman nilam telah dilakukan secara terpadu yaitu dengan memanfaatkan berbagai komponen pengendalian dari penyiapan bahan tanaman, pesemaian/pembibitan, penanaman dilapang sampai panen. Dari data yang telah terkumpul, diketahui bahwa intensitas serangan dapat menurun dengan perlakuan teknik budidaya (pupuk organik, mulsa), pestisida nabati, agensia hayati/musuh alami, dan pestisida/kimiawi. Beberapa teknik pengendalian penyakit pada tanaman nilam disajikan pada Tabel 1.

0t1

Secara umum strategi pengendalian penyakit layu bakteri pada nilam dapat dilakukan sebagai berikut:

a. Sanitasi dan eradikasi untuk mengurangi inokulum. Memberakan lahan yang sudah terinfeksi bakteri selama 2-3 tahun dan mencabut tanaman terserang serta membakar atau menguburnya
b. Pergiliran tanaman dengan tanaman bukan inang bakteri layu seperti padi, jagung
c. Memperbaiki saluran drainase pada waktu curah hujan tinggi
d. Menggunakan bibit yang berasal dari tanaman sehat pada kebun yang belum terserang penyakit layu
e. Menggunakan pestisida untuk mencegah penularan

Penyakit nematoda pada tanaman nilam dapat dikendalikan dengan cara terpadu meliputi :

a. Pemberian pupuk lengkap NPK, Urea dan TSP dengan dosis dan interval teratur (setiap bulan)
b. Pada tanah dengan pH lebih kecil dari 5.5, diberikan dolomit (CaCO3 atau MgCO3) yang mengandung 19% MgO dan CaO dengan dosis 25-50 g/tanaman/tahun
c. Pemberian pupuk kandang (kotoran sapi, 1-2 kg/tanaman sebelum tanam dengan tujuan untuk meningkatkan populasi mikroorganisme antagonis (musuh alami) nematoda
d. Pemberian mulsa daun akar wangi atau lalang setebal 10 cm pada saat tanam untuk memelihara kelembaban tanah
e. Penggunaan bungkil jarak 250 g/tanaman/6 bulan sebagai bahan organik dan pestisida nabati untuk menekan populasi nematoda.
f. Penggunaan musuh alami nematoda yaitu bakteri Pasteuria penetrans dengan dosis 2 kapsul/tanaman/6 bulan, atau jamur Arthrobotrys sp. Sebanyak 125 g/tanaman/6 bulan, untuk menekan populasi nematoda di dalam tanah.
g. Pemberian nematisida Furadan 3G dengan dosis 3-5 g/tanaman, bakterisida (Agrimycin) 2 g/tanaman dan fungisida (Benlate) 2 g/tanaman.

Penelitian penyakit budok belum banyak dilakukan, namun beberapa hal dapat dilakukan untuk menekan perkembangan penyakit pada tanaman nilam sebagai berikut :
a. Pengolahan tanah yang baik serta budidaya nilam secara menetap
b. Menggunakan bibit yang sehat
c. Menggunakan mulsa (jerami padi, amaps nilam atau alang-alang)
d. Pemberian pupuk kandang dan abu sekam (10 ton/ha)
e. Pengendalian secara kimia menunjukkan bahwa Synchytrium dapat dikendalikan dengan fungisida seperti benomyl (Kusnata, 2005). Di India, fungsida dengan bahan aktif PCNB atau bubur Bordeaux yang dicampur dengan tembaga sulfat dianjurkan untuk mencegah serangan Synchytrium (Anonymous, 2007).

KESIMPULAN DAN SARAN

Pengelolaan penyakit perlu dilakukan secara terpadu dengan mengetahui jenis penyebab penyakit, dan menentukan teknik pengendalian yang tepat. Pengendaliaan dengan agensia hayati atau pestisida nabati perlu terus digali untuk mengantisipasi permintaan pasar dunia terhadap produk nilam organik (organic patchouli). Penggunaan bahan tanaman/kebun induk yang bebas penyakit, serta peran Karantina Pertanian perlu diperhatikan untuk pembatasan lalu lintas bahan tanaman yang masuk ke propinsi serta daerah-daerah lain yang masih bebas penyakit

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous, 2007. Handbook of medicinal and aromatic plants. NEDFI. http//www.assamagribusiness. Diakses September 2007

Asman, A.; E.M. Adhi dan D. Sitepu. 1998. Penyakit layu, budok dan penyakit lainnya serta strategi pengendaliannya. Monograf No.5: Nilam, Balittro: 84-88.

Djiwanti, S.R. dan Y. Momota. 1991. Parasitic nematodes associated with patchouli disease in West Java. Indust. Crops Res. J. 3 (2): 31-34.

Filho PEM., Resende RDO., Lima MI., Kitajima EW. 2002. Patchouli virus X, a new potexvirus from Pogostemon cablin. Annals of Applied Biology 141 (3): 267-274.

Kadotani N., and Ikegami M. 2002. Production of patchouli mild mosaic virus resistance patchouli plants by genetic engineering of coat protein precursor gene. Pest management Science 58:1137-1142.

Kusnata, A. 2005. Identifikasi dan pengendalian penyakit karat palsu pada nilam (Pogostemon cablin) dengan fungsida Thesis Pasca Sarjana, Univ Gadjah Mada.

Mustika, I., A. Rachmat S. Dan Suyanto. 1995. Pengaruh pupuk, pestisida dan bahan organik terhadap pH tanah, populasi nematoda dan produksi nilam. Media Komunikasi Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri No. 15: 70-74

Nasrun, Christanti, T. Arwiyanto, dan I. Mariska. 2005. Pengendalian penyakit layu bakteri nilam menggunakan Pseudomonas fluorescens. Jurnal Penelitian Tanaman Industri 11(1): 19−24.

Sukamto, Dono Wahyuno, D., Hartono, S., Christanti. 2008. Inokulasi jamur Synchytrium sp. pada tanaman nilam. 4 p. Seminar Pengendalian Terpadu OPT jahe dan Nilam, Bogor 4 November 2008.

Sukamto, IB. Rahardjo, and Y. Sulyo. 2007. Detection of potyvirus on patchouli plant (Pogostemon cablin Bent.) from Indonesia. Proceeding International Seminar on Essential Oil. Jakarta 7-9 November 2007. 72-77.

Leave a Comment »

No comments yet.

RSS feed for comments on this post. TrackBack URI

Leave a comment

Create a free website or blog at WordPress.com.