Minyak Atsiri Indonesia

Muhamad Djazuli dan Sukamto

PROSPEK PENGEMBANGAN PRODUK MINYAK ATSIRI ORGANIK DI INDONESIA

Muhamad Djazuli dan Sukamto

Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik

ABSTRAK

Komoditas atsiri merupakan salah komoditas ekspor yang penting di Indonesia.  Volume ekspor minyak nilam dari tahun ke tahun terus meningkat dengan total ekspor pada tahun 2004 mencapai 5,74 ton dengan nilai 45,78 juta US $. Meningkatnya kesadaran masyarakat dunia akan pola hidup dan lingkungan yang sehat, menyebabkan permintaan produk pertanian organik termasuk produk minyak atsiri organik yang ramah lingkungan meningkat. Selain masih terbukanya pasar dunia, harga produk organik memiliki harga premium yang lebih tinggi sekitar 20-70% dibanding produk konvensional. Pengembangan atsiri organik telah dirintis di beberapa daerah khususnya komoditas nilam di Sumatera Utara. Penerapan budidaya atsiri organik sesuai dengan SNI 01-6729-2002, tidaklah sulit dilakukan oleh petani, namun demikian informasi akses pasar minyak atsiri organik saat ini masih sangat terbatas, sehingga diharapkan semua fihak yang berkeompeten bisa mendukung dikembagkannya budidaya organik untuk komoditas atsiri terutama produk atsiri utama Indonesia. Dengan sistem budidaya organik diharapkan akan mengurangi ketergantungan pupuk maupun pestisida kimia yang relatif mahal, susah diperolehnya serta dapat mencemari lingkungan serta mampu mempertahankan kesuburan lahan jangka panjang dan pelestarian ekologi lokal dan global dengan tetap menghasilkan produksi dan mutu minyak atsiri organik yang memadai. Untuk menjamin para konsumen baik dalam negeri maupun untuk tujuan ekspor disarankan untuk mensertifikasi produk atsiri organik tersebut.

Kata kunci : Tanaman atsiri, pengembangan, budidaya pertanian organik, potensi pasar

ABSTRACT

Development prospect of organic aromatic oil product in Indonesia. Aromatic plants are an important export commodity in Indonesia. The volume of export is continuously increase, export total in 2004 was 5.74 t with value US $ 45.78 million. Improving the people awareness on healthy life and sustainable land and environment, promote increasing demand on organic product including organic aromatic product. Except the available market, price of organic product is 20-70 % higher than that of conventional product. Development of organic aromatic plant was pioneered by organic patchouli plantation in North Sumatra. The application on organic farming system based on SNI 01-6729-2002 is not difficult to be conducted by farmers. The information and socialization on aromatic organic farming and organic world market was limited, therefore, all stake holder especially local government should be to support the develop aromatic organic farming. Hopefully, the organic farming system will reduce the depend on higher price of chemical fertilizer and pesticide, and promote the sustainable local and global ecology, land fertility without reduce productivity and quality. In order to guaranty the organic product for consumer especially for export, it is suggested to certify the organic product.

Keywords: Aromatic plant, development, organic farming system, potential market

PENDAHULUAN

Tanaman atsiri (Aromatik) merupakan komoditas bahan baku industri penting yang berorientasi ekspor sekaligus penghasil devisa negara. Volume ekspor minyak atsiri dari tahun ke tahun terus meningkat. Pada tahun 2004 ekspor 7 komoditas atsiri utama dengan total 3.590 ton sampai dengan 33.53 juta US $. Sebaliknya Indonesia sampai saat ini mengimpor lebih dari 18 jenis minyak atsiri sebesar 2.15 t ~12.257 juta US $ (Gambar 1)

0g1

Dari ± 80 jenis minyak atsiri yang memiliki pasar dunia,12 jenis minyak atsiri telah diekspor oleh Indonesia ke pasar dunia di diantaranya nilam, serai wangi, akar wangi, cengkeh, jahe, pala, fuli, jasmin dan lain-lain.

Salah satu keunggulan komparatif Indonesia adalah kondisi geografis, sehingga sebagain besar tanaman atsiri mampu tumbuh baik di Indonesia, Potensi keanekaragaman tanaman aromatik penghasil minyak atsiri yang dimiliki Indonesia akan dapat dimanfaatkan apabila ditanam pada lingkungan yang sesuai. Indonesia mempunyai wilayah yang luas dengan ragam tanah dan iklim yang berbedabeda. Hal ini memungkinkan untuk pengembangan suatu komoditas minyak atsiri yang cocok pada suatu daerah tertentu sehingga hasilnya maksimal (Poentyanti dan Sukamto, 2008).

POTENSI MINYAK ATSIRI ORGANIK DI INDONESIA

Meningkatnya kesadaran masyarakat negara-negara maju pada pola hidup sehat mendorong permintaan produk pertanian organik yg sehat, aman, dan ramah lingkungan meningkat.

Laju peningkatan kebutuhan produk organik dunia saat ini mencapai 10-20 % per tahun dengan harga produk organik sekitar 20-70% lebih tinggi dibanding produk konvensional (non organik).

Sudah cukup lama Pemerintah mencanangkan Go Organik Indonesia 2010 dan pada tahun 2002 telah mengeluarkan pedoman budidaya organik dengan mengeluarkan acuan bagi pelaku organik yang berupa SNI 01-6729-2002 Sistem Pangan Organik (Anon, 2002)

Dunia telah lama mengenal akan Kopi Gayo sebagai kopi organik, baru tahun ini beberapa produk pangan khususnya beras dan sayuran telah dipasarkan dengan logo organik bersertifikat baik yang dikeluarkan oleh Lembaga Sertifikasi Organik dalam maupun luar negeri. Namun demikian dalam kenyataanya gaung Go Organik tersebut khususnya pada tanaman atsiri masih sangat lemah.

Untuk kesiapan pelaku atsiri organik di Indonesia menghadapi Go Organik Indonesia, perlu adanya sosialisasi, fasilitasi dan dukungan dari semua fihak khususnya Asosiasi Dewan Atsiri dan Pemerintah baik pusat maupun daerah.

TANTANGAN DAN PELUANG ATSIRI ORGANIK

Pasar produk organik didunia masih dikuasai Amerika dan Eropa, sedangkan negara Asia dan kawasan lainnya hanya menyumbang sekitar 3% (Husnain dan Haris Syahbuddin, 2005).

Nilai ekspor minyak atsiri Indonesia semakin jauh dari nilai impor minyak atsiri dunia yang artinya bahwa pangsa pasar Indonesia semakin kecil, pada tahun 2010 pangsa pasar Indonesia hanya 1.7%. Hal ini menunjukkan bahwa peluang pasar minyak atsiri Indonesia di pasaran luar negeri (Internasional) masih terbuka luas dan laju peningkatan ekspor Indonesia saat ini masih dapat dan harus ditingkatkan.

India merupakan salah satu negara yang akan menjadi salah satu Negara pesaing dalam produksi minyak atsiri organik Indonesia. Sebagai contoh, salah satu perusahaan produsen minyak Atsiri MUDAR (negara bagian Karnataka, India) pada saat ini baru memproduksi 1.5 t minyak nilam, namun untuk tahun 2009 yang akan datang telah mentargetkan produksi 10 t minyak nilam organik yang bersertifikat.

Peningkatan ini dikaitkan dengan munculnya visi Go Organik India yang juga ditargetkan pada 2010 yang akan datang. Kalau ancaman ini tidak ditindak lanjuti maka bukan mustahil bahwa produsen minyak atsiri organik dunia akan didominasi oleh India.

Sebagai konsekuensinya, maka persentase ekspor minyak nilam Indonesia akan mengalami penurunan terutama pada situasi resesi ekonomi global yang masih ada pada tahun 2009 ini.

Kita tahu bahwa sampai saat ini informasi dan sosialisasi tentang potensi dan nilai lebih dari produk minyak atsiri organik terutama tentang biaya produksi, harga dan pasar minyak atsiri dunia masih sangat terbatas. Akibatnya minta dan keinginan petani atsiri Indonesia untuk mengembangkan sistem pertanian organik pada komoditas atsiri juga rendah

Kebutuhan pasar produk minyak atsiri organik memang masih terbatas, namun demikian, peluang pengembangan produk organik tersebut sangat menguntungkan dan pasti.

Seperti halnya pada komoditas lainnya, produktivitas lahan dan tanaman atsiri pada awal pengembangan system budidaya organik akan mengalami penurunan, namun dengan sejalan dengan adanya proses membaiknya fisik tanah dqan keseimbangan biologis tanah pada lahan organik tersebut akan meningkatkan produktivitas lahan.

KENDALA BUDIDAYA ORGANIK

Secara umum terlihat bahwa pemahaman petani terhadap budidaya organik yang mengacu SNI 01-6729-2002 Sistem Pangan Organik masih terbatas. Sebagai contoh, sebagian besar petani atsiri yang membudidayakan komoditas atsiri pada lahan yang memiliki kelerengan tinggi belum sepenuhnya melaksanakan prinsip konservasi lahan.

Dari beberapa informasi yang telah dilaporkan bahwa frekuensi dan tingkat serangan organisme pengganggu tanaman (OPT) khususnya penyakit cukup tinggi dan menyebabkan kematian pada tanaman yang terserang. Belum seluruh komoditas atsiri memiliki atau melaksanakan prosedur operasional standar atau SOP budidaya.

PELAKSANAAN BUDIDAYA ORGANIK

Sebenarnya sistem budiaya organik hampir sama dengan sistem pertanian tradisional, namun demikian pada sistem pertanian organik akan mendapatkan produktivitas dan mutu produk yang tinggi sekaligus keuntungan finansial dan kelestarian lingkungan yang lebih baik (Tabel 1)

0t1

Sesuai dengan SNI 01-6729-2002 maka semua benih atsiri yang akan digunakan untuk budidaya organik harus tidak berasal dari rekayasa genetik atau genetic modified organism (GMO). Sebaliknya pada budidaya organik sangat dianjurkan bagi petani untuk menggunakan varietas unggul tahan hama/penyakit, sehingga akan mengurangi penggunaan pestisida hayati yang diperbolehkan dalam pertanian organik.

Benih yang digunakan tersebut juga harus dihasilkan dg sistem organik, kecuali kalau belum ada yang tersedia.

Lahan yang akan digunakan untuk sistem pertanian organik bisa langsung dari bukaan baru pada sistem peladangan berpindah seperti yang banyak dijumpai di luar Jawa atau konversi lahan konvensional (non organik). Masa konversi untuk budidaya organik tanaman semusim diperlukan waktu 2 tahun, sedangkan untuk tanaman tahunan diperlukan waktu konversi selama 3 tahun.

PENGELOLAAN TATA AIR

Air irigasi merupakan faktor utama yang perlu mendapatkan prioritas setelah penggunaan pupuk dan pestisida. Dalam sistem organik, penggunaan irigasi bisa langsung dari sumber (mata air) yang belum terkontaminasi ataupun berasal dari air hujan. Namun demikian sebagian besar tanaman atsiri dibudidayakan pada lahan kering yang menggunakan air irigasi berasal dari air hujan.

Air irigasi yang berasal dari lahan pertanian non organik dapat digunakan untuk pertanian organik asalkan diberikan perlakuan perbaikan kualitas air secara fisik dan biologis.

Untuk mempertahankan tingkat kesuburan hara, perlu asupan pupuk minimal sejumlah hara yang terangkut bersama panenan. Besarnya hara yang terangkut beragam antar jenis komoditas atsiri. Pada komoditas yang dipanen adalah bagian vegetatifnya seperti nilam, umumnya hara yang terangkut cukup tinggi. Sedangkan kadar hara yang terdapat pupuk organik khususnya hara makro sangat rendah bila dibandingkan dengan pupuk kimia (Tabel 2). Oleh karena itu, dosis pupuk organik yang diberikan dalam sistem pertanian organik relatif tinggi antara 10-20 ton /ha.

0t2

Didasarkan atas besarnya serapan hara yang diangkut pada saat panen, maka disarankan bahwa dosis pupuk organik baik pupuk kandang maupun kompos yang diberikan untuk mengganti hara yang hilang tersebut cukup tinggi berkisar antara 10 sampai dengan 25 ton/ha/tahun (Husaini dan Syahbuddin, 2005). Pada umumnya petani kita tidak memiliki lahan dan ternak sekaligus, sehingga mereka harus membeli dari sumber lainnya dengan biaya dan tenaga yang relatif besar. Untuk itu, selain mensubsidi pupuk kimia, diharapkan pemerintah juga harus memberikan subsidi bagi pupuk organik secara nasional.

Selanjutnya didasarkan dari hasil penelitian sebelumnya juga dilaporkan bahwa sebagian dari pupuk organik yang berasal dari sampah kota telah terkontaminasi dengan logam berat khususnya Cd, Hg, dan Pb (Sulaiman et al. 2005). Untuk itu, dalam sistem pertanian organik penggunaan pupuk organik yg mengandung logam berat & polutan lain harus diminimalkan.

Ketersediaan optimal unsur makro untuk tanaman umumnya pada kisaran antara 6 sampai dengan 8, oleh karenanya untuk lahan yang masam masih diperkenankan mengunakan kapur alam untuk mempertahankan pH tanah optimal (Foth, 1984).

Selain aplikasi pupuk organik dalam strategi perbaikan kesuburan dalam sistem pertanian organik digunakan pula pupuk hayati. Pada umumnya mikoriza ditemukan pada komoditas lahan kering. Oleh karenanya penggunaan mikoriza sebagai upaya meningkatkan serapan hara P perlu dikaji lebih lanjut dan direkomendasikan bila memang potensial. Penambahan pupuk mineral non sintetik masih diperbolehkan seperti halnya pemanfaatan fosfat alam.

Pada awal penggunaan pupuk organik (masa konversi) tanpa penambahan pupuk kimia buatan biasanya akan menyebabkan adanya penurunan produktivitas yang cukup nyata. Rendahnya kandungan hara dan lambatnya pelepasan hara pada pupuk organik menyebabkan menurunnya produksi biomas yang dihasilkan. Penurunan produksi yang nyata pada masa konversi tersebut menyebabkan banyak petani yang enggan beralih ke sistem pertanian organik.

Untuk mencegah penurunan yang drastis tersebut direkomendasikan petani yang mengadopsi sistem pertanian organik transisi dengan cara menurunkan dosis pupuk kimia dan mengsubstitusi dengan meningkatkan penggunaan pupuk organik. Transisi penggantian pupuk kimia dengan pupuk organik terus dilanjutkan sampai akhirnya petani terlepas dari penggunaan pupuk kimia da sepenuhnya menggunakan pupuk organik baik pupuk kandang maupun kompos 100% yang disebut dengan full organic. Pada saat itu disebut sebagai masa konversi tahun pertama.

Dosis pupuk organik yang diaplikasikan harus disesuaikan dengan tingkat kesuburan, jenis komoditas, agroekologi, dan kondisi sosial ekonomi petani setempat. Penyediaan pupuk organik sangat tergantung dari tersedianya bahan baku. Oleh karenaya pada daerah yang jumlah ternaknya terbatas, perlu menurunkan dosis anjuran pemupukan organik yang optimal atau membeli dari tempat lain.

PENGENDALIAN  OPT

Secara umum daya bunuh atau efek kendali OPT dari pestisida nabati maupun agensia hayati umumnya lebih rendah dan lebih lambat dibandingkan pestisida kimia, namun pengendalian secara hayati lebih ramah terhadap lingkungan dan lebih aman bagi kesehatan manusia maupun kehidupan fauna dan flora lainnya.

Sampai saat informasi dan sosialisasi pengendalian OPT terpadu untuk sistem pertanian organik masih terbatas, baik keunggulan maupun penyediaan pestisida hayati tersebut, sehingga petani masih enggan mengunakannya .

Sudah banyak produk pestisida hayati yg dibuat sendiri oleh petani maupun pengusaha dalam skala industri, namun demikian yang ada dalam pasar masih sangat sedikit terutama di daerah serta belum mendapat sertifikasi dari instansi yg kompeten.

Prospek teknologi pengendalian

Beberapa teknik pengendalian OPT sudah teruji dengan hasil yang cukup baik dan efisien antara lain penggunaan pestisida nabati seperti CEKAM dengan bahan aktif minyak cengkeh dan kayu manis serta CEES yang formulanya mengandung minyak cengkeh dan serai wangi dihasilkan oleh Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik.

Selain pestisida nabti, penggunaan agensia hayati (mikroba) yang bersifat antagonis terhadap patogen penyebab penyakit telah banyak diketahui dalam pertanian organik. Mekanisme penekanan penyakit dilakukan oleh mikroba dengan cara memproduksi siderophore, ß-1-3-gluconase, chitinase, antibiotik & cyanida. Pseudomonas sp dan Burkholderia sp merupakan bakteri yang dapat menghasilkan antibiotik yang luas. Selain bersifat antagonis terhadap patogen penyebab penyakit, mikroba juga dapat meningkatkan ketersediaan fosfat dan nutrisi lainnya. Beberapa mikroba yang berpotensi tinggi meningkatkan ketersediaan fosfat antara lain Pseudomonas sp., Micrococcus sp., Bacillus sp., Aspergillus sp., dan Flavobacterium sp. (Nautiyal, 1999).

Keunggulan lain dari penggunaan mikroba adalah mampu menghasilkan hormon yang dapat merangsang pertumbuhan. Mikroba-mikroba yang dapat merangsang pertumbuhan antara lain Pseudomonas sp., Rhizobium sp., Bacillus sp., Enterobacter sp., dan Serratia sp.

Selain menggunakan pestisida hayati, kegiatan pengendalian yang cukup efektif dalam pertanian organik adalah dengan cara sanitasi lahan dan eradikasi. Pengendalian gulma secara mekanis dan pemulsaan juga perlu dilakukan untuk menekan pertumbuhan gulma terutama pada stadia awal pertumbuhan.

Pengendalian gulma tersebut diperlukan juga untuk menghilangkan sumber atau tanaman inang penyakit. Penggunaan pembenah tanah/kapur pertanian untuk meningkatkan vigor tanaman & mengurangi dampak senyawa toksik (alelopati) sehingga lebih tahan terhadap serangan OPT.

Khusus bagi tanaman atsiri semusim, diperlukan teknik pergiliran tanaman /rotasi dengan tanaman lain sehingga dapat memutus siklus hidup OPT sekaligus mendukung program diversifikasi produk. Penggunaan tanaman yang bersifat repelent (pengusir serangga) seperti serai wangi terbukti efektif untuk menekan serangan OPT pada tanaman perkebunan.

PASCA PANEN

Dalam sistem pertanian organik, kegiatan di hilir sepert pasca panen sangat penting karena berpengaruh terhadap mutu produk organik yang dihasilkan. dan menentukan Alat dan tempat prosesing dan gudang penyimpanan hasil panen sebaiknya terpisah dengan produk non organik. Bagi alat prosesing yang memproses kedua jenis produk tersebut harus lebih ketat pengawasannya terutama pada saat pengantian bahan baku yang diproses pada saat penyulingan. Bahan kemasan (karung) untuk pengangkutan hasil panenan tanaman organik harus bebas dari kontaminasi pupuk dan pestisida kimia (tidak menggunakan karung/kemasan bekas pupuk dan pestisida yang mengandung bahan kimia terlarang).

Mutu produk minyak atsiri yang dihasilkan harus sesuai dengan SNI produk minyak atsiri yang telah dihasilkan oleh Badan Standardisasi Nasional. Hampir semua produk minyak atsiri sudah mempunyai SNI nya antara lain nilam (SNI 06-2385-2006), minyak akar wangi (SNI 06-2386-2006), minyak daun cengkeh (SNI06-2387-2006), minyak pala (SNI 06-2388-2006), dan minyak kulit kayu manis (SNI 06-2734-2006).

Kemasan minyak hasil penyulingan produk organik disimpan pada botol yang gelap

SERTIFIKASI

Apabila seluruh persyaratan SBI Pangan organik terpenuhi, maka untuk jaminan kebenaran organik bagi para konsumen produk organik khususnya untuk keperluan ekspor, kelompok tani atsiri organik yang merupakan gabungan dari beberpa petani, penyuling dan pemasaran produk seyogyanya mengajukan program sertifikasi organik ke beberapa Lembaga Sertifikasi organik baik dalam maupun luar negeri. Apabila telah lulus berhak menggunakan logo organik Indonesia bagi produk yang disertifikasi di dalam negeri ataupun logo organik dari negara luar yang mensertifikasinya.

KESIMPULAN

  1. Masih terbukanya pasar dan harga yang cukup tinggi memberikan peluang yang cukup baik bagi petani atsiri Indonesia untuk mengembangkan atsiri organik sekaligus dalam upaya mendukung Go Organik Indonesia 2010
  2. Kendala pengembangan atsiri organik adalah kurangnya informasi akses pasar atsiri organik dan sosialisi SNI 01-6729-2002 sistem pangan organik.
  3. Produktivitas hasil pada awal transisi organik yang menurun pada awal transisi akan kembali meningkat dengan sejalan membaiknya sifat fisik dan biologi lahan.
  4. Bagi para pelaku atsiri organik baik kelompok tani, penyuling atau pengusaha minyak atsiri yang sudah melaksanakan seluruh kegiatan budidaya organiknya, seyogyanya membentuk asosiasi dan melakukan sertifikasi organik bagi produknya sebagai jaminan bagi konsumen sekaligus untuk mendapatkan harga premium untuk produk organik yang tersertifikasi.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2002. SNI 01-6729-2002 Sistim Pangan Organik. Badan Standardisasi Nasional.

Anonim. 2002. Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia. Ekspor. Biro Statistik, Jakarta.

Anonim. 2003. Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia. Ekspor. Biro Statistik, Jakarta.

Anonim. 2004. Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia. Ekspor. Biro Statistik, Jakarta.

Husain dan H. Syahbuddin. 2005. Mungkinkah Pertanian Organik di Indonesia? Peluang dan Tantangan. Inovasi online. Edisi Vol.4/XVII/Agustus 2005. http://io.ppi-jepang.org

Sulaiman, Suparto dan Eviati. 2005. Analisis kimia tanah, tanaman , dan pupuk. Balai Penelitian Tanah, Bogor. 136 hal

Djazuli, M. 2002. Pengaruh aplikasi kompos limbah penyulingan minyak nilam terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman nilam (Pogostemon cablin L.). Prosiding Seminar Nasional dan Pameran Pertanian Organik. Jakarta, 2-3 Juli 2002. hal 323-332.

Foth, H.D. 1984. Fundametals of soil science. 7th edition. John Wiley & Sons. New York. 435 p.

Nautiyal, CS. 1999.An efficient microbiological growth medium for screening phosphate solubizing microorganisms. FEMS Microbiology Letters 170: 265-270.

Tombe, M., K. Mulya, R. Zaubin. E.R, Pribadi, C. Indrawanto, O. Trisilawati, dan A. Ruhnayat. 2001. Uji coba pemanfaatan dan peningkatan mutu kompos produksi pilot plant klender, berikut pemasarannya. Final Report. PT Gas Negara dan Balittro. (unpublished).

1 Comment »

  1. artikel yg bagus….

    Comment by pupuk-ajaib — July 23, 2009 @ 1:17 pm


RSS feed for comments on this post. TrackBack URI

Leave a comment

Create a free website or blog at WordPress.com.