Minyak Atsiri Indonesia

Siti Sofiah

BEBERAPA JENIS TANAMAN DARI FAMILI POACEAE YANG BERPOTENSI SEBAGAI PENGHASIL MINYAK ATSIRI

Oleh: Siti Sofiah;

UPT Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Purwodadi-LIPI, Jl. Raya Surabaya-Malang Km. 65,Pasuruan-Jawa Timur; Email : sofie2291@yahoo.com

ABSTRAK

Poaceae merupakan salah satu famili tanaman yang banyak dimanfaatkan oleh manusia. Beberapa diantaranya sebagai bahan pangan, obat-obatan, juga sebagai penghasil minyak atsiri. Jenis tanaman famili Poaceae yang berpotensi sebagai penghasil minyak atsiri diantaranya adalah Cymbopogon flexuosus, Cymbopogon martini, Cymbopogon winterianus, dan Cymbopogon citratus dan Vetiveria zizanioides. Sebagian besar tanaman ini berfungsi sebagai bahan pewangi dalam industri dan kosmetik. Beberapa diantaranya digunakan sebagai bahan obat-obatan dan komponen dalam antinyamuk. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2008, dengan menggunakan metode studi literatur. Tujuan penelitian adalah untuk mendeskripsikan beberapa jenis tanaman famili Poaceae yang berpotensi sebagai penghasil minyak atsiri.

Kata kunci : minyak atsiri, Poaceae

PENDAHULUAN

Paoceae merupakan famili rumput-rumputan. Famili ini merupakan tanaman monokotil, batang beruas-ruas dan berrongga, tumbuh tegak, memiliki akar serabut dan daun berbentuk pita. Poaceae merupakan kelompok tanaman terbesar dari semua tanaman berbunga, meliputi 10.000 species. Famili ini dikelompokan dalam 600 -700 genus yang berasal dari moyang purba sekitar 50- 70 juta tahun lalu[1].

Poaceae merupakan satu-satunya famili dalam ordo Poales[2]. Poaceae merupakan kelompok tanaman yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat. Sebagian digunakan sebagai sumber bahan makanan utama, seperti padi, shorgum, gandum, jagung, tebu, dan lain sebagainya. Sedangkan sebagian lain, terutama genus bambu digunakan untuk konstruksi bangunan dan konservasi tanah dan air, seperti penahan erosi di pinggiran daerah aliran sungai (DAS). Adapula dari genus rumput yang berfungsi sebagai tanaman penutup lahan, pengendali erosi dan untuk penutup taman (lansekap).

Potensi lain diketahui bahwa ada beberapa species dari Poaceae yang dapat menghasilkan minyak atsiri. Umumnya minyak atsiri yang terpenting didapat dari ekstraksi kelompok tanaman genus Cymbopogon[3]. Diantaranya adalah minyak sitronella, palmarosa, lemongrass, dan gingergrass oil (minyak serai ginger). Indonesia merupakan salah satu negara pengeskpor minyak atsiri dunia. Beberapa senyawa minyak atsiri merupakan pewangi stater untuk pembuatan pewangi kimia. Minyak atsiri yang dihasilkan selain dipengaruhi oleh cara penyulingan, juga dipengaruhi oleh lingkungan tumbuh tanaman, waktu petik, penanganan sebelum dan sesudah penyulingan. Demikian halnya bagian tanaman yang dipetik pada musim kemarau akan menghasilkan kualitas dan kadar minyak yang lebih baik dibanding musim hujan[4][5].. Dalam upaya pengembangan tanaman minyak atsiri di Indonesia, tidak hanya dilakukan melalui peningkatan produksi saja, tetapi juga melalui diversifikasi tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan informasi deskrtiptif beberapa jenis tanaman dari famili Poaceae yang berpotensi sebagai penghasil minyak atsiri.

Metode Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober-November 2008. Metode yang digunakan adalah studi pustaka dari beberapa literatur.

Hasil dan Pembahasan

1. Cymbopogon flexuosus

Minyak atsiri tanaman ini dikenal dengan nama East Indian Lemongrass Oil (minyak serai dapur India Timur) atau Malabar Grass, Cochin grass, serai flexuosus. Diperkirakan tanaman ini berasal dari India, namun tumbuh juga di Thailand dan Myanmar. Di beberapa negara di Asia Tenggara tanaman ini dibudidayakan, namun ada pula yang tumbuh alami seperti di Pulau Jawa, Bali dan Sumbawa[6].

Cymbopogon flexuosus serai flexuosus menghasilkan kandungan kimia berupa sitral[6]. Minyak ini dimanfaatkan untuk komponen dalam pembuatan kosmetik seperti sabun, detergen maupun dalam industri makanan. Minyak serai flexuosus berwarna kuning atau kekuningan dengan kekentalan yang amat pekat dan bau seperti lemon.

Cymbopogon flexuosus merupakan tumbuhan tahunan yang menghasilkan bau aromatik, dengan bunga yang mengelompok dan tebal dan batang berrhizome. Panjang batang mencapai 2,5-3 m, berbentuk silindris. Daun menempel langsung pada batang, berwarna hijau dan permukaannya mengandung lilin. Tanaman serai flexuosus memiliki perakaran yang luas namun dangkal. Perbungaan muncul pada pertengahan panikel. Umumnya umur tanaman mencapai 4-(6-8) tahun. Tanaman serai flexuosus bervariasi. Kultivar yang digunakan untuk menghasilkan minyak atsiri digunakan dari tanaman yang mempunyai batang yang berwarna merah. Hal ini dikarenakan pada tanaman serai flexuosus yang berbatang merah mengandung kandungan sitral yang lebih tinggi dibandingkan dengan berbatang putih[6]. Cymbopogon flexuosus tumbuh liar di pelataran atau tepi-tepi jalan.

Ketinggian tempat yang optimal untuk pertumbuhan adalah 100-2200 mdpl, dengan rata-rata suhu harian 25-30°C. Curah hujan rata-rata untuk pertumbuhan optimal berkisar antara 2500-3000 mm/thn yang merata sepanjang tahun. Pada daerah kering tanaman ini kurang subur, tetapi kandungan sitral yang dihasilkan akan lebih tinggi. Namun demikian cuaca panas yang berkepanjangan akan mengurangi kandungan minyak yang dihasilkan. Tanaman minyak serai flexuosus ini akan tumbuh baik pada tanah liat berpasir. Cymbopogon flexuosus berkembang biak dengan biji. Biji yang dihasilkan berjumlah banyak (100-200 gr/tanaman) dan menyebar dengan cepat[6]. Pelayuan daun lebih dari 2 hari pada tempat yang ternaungi dan telah dipotong halus dengan panjang 3 cm, dapat meningkatkan minyak yang dihasilkan. Namun beberapa penyuling lebih menyukai daun yang langsung disuling dengan alasan ingin mendapatkan wangi yang lebih lembut.

2. Cymbopogon martini

Cymbopogon martini berasal dari India, dikenal dengan nama rumput palmarosa (Indonesia), varietas martini : Palmarosa Grass, Motia, Rosha Grass (India), dan varietas sofia: Gingergrass, Sofia, Russa grass (India). Tanaman ini secara komersial dikembangkan di Guatemala, Honduras, Madagascar, Afrika dan Asia Tenggara[6].

Cymbopogon martini menghasilkan minyak, digunakan untuk parfum sabun dan kosmetik serta bahan aktif dalam anti-nyamuk. Di dunia industi minyak ini juga sebagai pewangi stater untuk bahan pewangi kimia. Dalam pengobatan tradisonal, minyak palmarosa digunakan untuk mengobati rematik, radang sendi, sakit pinggang dan kejang urat. Selain itu minyak palmarosa juga merupakan pembasmi jamur yang kuat. Hasil uji laboratorium menunjukkan bahwa minyak ini lebih efektif dibandingkan dengan beberapa fungisida sintetik lainnya. Manfaat lain dari tanaman Cymbopogon martini adalah sebagai tanaman penahan erosi pada lereng bukit dan menstabilkan tebing pada sistem teras[6] .

Bagian tanaman Cymbopogon martini yang menghasilkan kandungan minyak terbanyak adalah bunga. Kandungan minyak yang dihasilkan dari bunga lebih baik daripada batang ataupun daun. Minyak palmarosa merupakan cairan berwarna kuning pucat, dengan rasa manis dan bau yang enak. Kandungan kimia utama yang ada dalam minyak palmarosa adalah geraniol dan asam geranil serta sedikit unsur linalool, farnesol, nerol, α-humulene dan terpenol, sedangkan komponen kimia minyak serai ginger dicirikan dengan tingginya kadar limonene, pementha,-1(7), 8-dien-1-ol (trans-isoperillyl alcohol), p-mentha-2,8-dien-1-olcarveol dan carvone[6].

Pembagian dua jenis Cymbopogon martini yaitu, varietas matia dan sofia, secara morfologi keduanya hampir tidak dapat dibedakan. Namun ada beberapa diantaranya yang membedakan adalah bahwa habitat varietas martini tumbuh di daerah kering dengan intensitas sinar matahari yang cukup. Minyak yang dihasilkan berbau seperti bunga mawar dengan kandungan geraniol mencapai 95%. Sedangkan varietas sofia tumbuh didaerah basah dengan intensitas sinar matahari sedikit. Kandungan minyak yang dihasilkan memiliki bau seperti turpentine dengan kandungan geraniol mencapai 65%. Selain itu, pembeda yang lain dari 2 varietas ini adalah pembungaannya, dimana bunga pada varietas sofia memiliki tekstur yang kasar dan lengket, sedangkan motia halus dan licin[6].

Cymbopogon martini tumbuh didaerah dengan ketinggian 150-800(-1200) mdpl. Curah hujan untuk pertumbuhan optimal adalah sebear 750 mm per tahun. Namun jika panen dilakukan beberapa kali dalam setahun, maka curah hujan yang diperlukan adalah 1500 mm/thn dengan suplai air irigasi tambahan pada musim kemarau. Rata-rata suhu harian untuk pertumbuhan Cymbopogon martini berkisar antara 20-25°C. Tanaman ini tumbuh pada daerah tandus dengan kemasaman tanah bersifat basa (pH 7,5-8,5) dan bertekstur tanah liat berpasir hingga liat. Tanah yang mengandung bahan organik yang tinggi dapat menghasilkan kualitas minyak yang lebih baik.

Perkembangbiakan tanaman Cymbopogon martini dilakukan dengan biji. Dapat juga melalui stek, namun pertumbuhan dan minyak yang dihasilkan tidak sebaik oleh biji. Biji dengan berat 2,5 kg dapat digunakan untuk penanaman seluas 1 ha. Biji akan berkecambah dalam waktu 10-20 hari setelah penyebaran dan siap ditanam di kebun pada umur 6-8 minggu. Usia produktif Cymbopogon martini sekitar 10-15 tahun. Namun diatas 6-7 tahun secara komersial sudah tidak menguntungkan. Pemanenan Cymbopogon martini dilakukan saat mulai pembungaan, dimana fase ini akan menghasilkan kandungan minyak yang lebih tinggi.

3. Cymbopogon winterianus

Cymbopogon winterianus dikenal dengan nama rumput sitronella Jawa, serai wangi (Indonesia), serai wangi (Jawa), sereh wangi (Sunda), serai wangi (Malayasia), takhrai ma-khutut (Thailand Utara), takhrai-hom (Thailand). Diketahui serai wangi. Diperkirakan tanaman ini berasal dari India Selatan atau Srilangka. Kini tanaman serai wangi ini dikembangkan di negara-negara tropis. Di Asia Tenggara terutama Indonesia dan Vietnam, serta di negara lainnya seperti Brazil, China, Ghana, Guatemala, Haiti, Honduras dan India[6].

Daun merupakan bagian tanaman yang diambil untuk minyak serai wangi, dengan fungsi aroma yang beragam, diantaranya untuk pembuatan parfum dan kosmetik. Minyak serai wangi juga merupakan bahan dasar untuk memproduksi senyawa kimia, komponen bahan anti serangga, dan juga sebagai bahan pewangiuntuk sabun dan detergen. Dalam pengobatan tradisional minyak serai wangi juga digunakan untuk mengobati bekas luka dan memar. Manfaat lain tanaman ini dalam bentuk mulsa sebagai pengendali erosi. Kandungan sitronella yang dihasilkan dari daun tanaman minyak serai wangi adalah sebesar 0,25-1,35%, berupa cairan berwarna kuning pucat.

Komponen kimia utama yang terkandung didalamnya meliputi sitroneal, geraniol, elemol, asam geranyl, limonene, β-elemen, citronelly acetat dan eugenol. Komposisi pada minyak dapat berubah karena pengaruh dari umur tanaman[6]. Cymbopogon winterianus berbunga pada umur 8 bulan setelah tanam. Diameter rumpun tanaman ini dapat mencapai 0,5 m dan umur produktif dapat mencapai 6 tahun. Perbedaan kandungan minyak pada daun tergantung pada umur tanaman, waktu pemanenan dan kesuburan tanah. Minyak serai wangi tertinggi dihasilkan pada daun yang masih muda.

Cymbopogon winterianus tumbuh sepanjang tahun pada daerah tropis dan sub-tropis. Curah hujan yang diperlukan untuk pertumbuhan optimal adalah 2000- 2500 mm/thn, dengan ketinggian tempat 500 mdpl, dan rata-rata suhu harian 22- 27°C. Tanaman yang dipanen setelah musim kering akan menghasilkan kandungan minyak yang lebih tinggi. Tanaman ini tumbuh optimal pada tanah dengan kemasaman bersifat netral hingga agak asam, berdrainase baik, tekstur tanah liat dengan kelengasan tanah serta unsur hara yang cukup.

4. Vetiveria zizanioides

Vetiveria zizanioides dikenal juga dengan nama vetiver, akar wangi (Indonesia), larasetu (Jawa), Usar (Sunda), nara wastu/ akar wangi/ kusu-kusu (Malaysia), moras (Filipina), amora (Cebu), anis de moro (Ilokano), faek/ yafaeklum (Thailand). Vetiver atau akar wangi tumbuh secara alami di daerah rawa di India Utara, Bangladesh, Myanmar, dan di beberapa tempat di Asia Tenggara. Dahulu tanaman ini dikembangkan di India, kini ditemukan di daerah tropis dan subtropis[6].

Akar wangi digunakan sebagai bahan pewangi dalam pembuatan sabun, parfum, deodorant dan berbagai keperluan toilet. Aromanya sangat kuat dan  berbau kayu. Dalam bidang perminyakwangian, minyak atsiri dan komponen vetiveryl acetatnya disintesis dari acetylation minyak akar wangi. Dalam bidang pangan, akar wangi digunakan untuk menguatkan aroma dan rasa pada makanan kaleng. Akar wangi juga digunakan sebagai pengharum ruangan. Akar wangi yang kering dapat dijadikan bubuk untuk bahan pewangi pakaian dalam lemari. Dalam dunia kesehatan, akar wangi digunakan sebagai carminative, diaphoretic, diuretic, bahan penyegar seperti mint, masalah pencernaan, obat kuat, sudorific dan antipasdomic[6]. Manfaat lain tanaman ini adalah sebagai pengendali erosi. Indonesia dan Haiti merupakan negara pengekspor jumlah terbesar akar wangi, sekitar 50-100 ton/thn. sedangkan China mengeskpor hanya 20 ton/thn. Area penanamannya di Indonesia banyak terdapat di Garut-Jawa Barat, yang luasnya mencapai 20.000 ha. Kualitas terbaiknya disebut minyak Bourbon. Produksi minyak akar wangi di dunia mencapai 250 ton/thn. Negara pengimpor terbesar adalah Amerika Serikat dan Eropa Barat, masing-masing 100 ton/ thn dan Jepang 10 ton/thn.

Kandungan minyak yang dihasilkan oleh akar wangi berkisar antara 1-3% dengan warna terang sampai coklat kemerahan, kadang kehijauan berupa cairan yang pekat. Minyaknya mengandung campuran dari 300 komponen kimia, diantaranya bi-cyclic dan tri-cyclic, sesquiterpen alcohol dan keton. Resin akar wangi diperoleh dari ekstraksi akar dan benzene. Jenis komponennya sama dengan minyak akar wangi, namun jumlahnya lebih rendah, dan memiliki titik didih yang rendah. Resin ini lebih harum dibandingkan dengan akar segar. Akar wangi merupakan tanaman hidrofit, dan tumbuh dominan di daerah rawa. Rata-rata suhu harian untuk pertumbuhan optimal berkisar antara 25-30°C. Tanaman ini toleran terhadap kondisi tanah yang miskin unsur hara. Tumbuh baik pada tanah liat berat dengan kemasaman tanah berkisar antara sangat masam (pH 4.0) hingga basa (pH 9.6).

Akar wangi berkembang biak secara vegetatif dengan memecah rumpunrumpun menjadi anakan/tunas. Rumput menahun yang membentuk rumpun yang besar, padat dengan arah tumbuh tegak lurus, kompak, beraroma, bercabangcabang, memiliki rimpang dan sistem akar serabut yang dalam. Rumpun tumbuh hingga mencapai tinggi 1-1,5(-3) m, berdiameter 2-8 mm. Daun berbentuk garis, pipih, kaku, permukaan bawah daun licin. Perbungaan malai (tandan majemuk) terminal, tiap tandan memiliki panjang mencapai 10 cm; ruas yang terbentuk antara tandan dengan tangkai bunga berbentuk benang, namun di bagian apeksnya tampak menebal.

Akar wangi dipanen pada umur 15-28 bulan setelah tanam. Pada umur inikandungan minyak yang dihasilkan tinggi. Di Pulau Jawa pemanenan umumnya dilakukan pada umur 12 bulan setelah tanam. Rata-rata hasil akar wangi yang dikeringanginkan bervariasi, antara 1-2,4 ton/ha dan rendemen yang dihasilkan berkisar antara 12-17 kg[6]. Akar wangi yang sudah dipanen, dibersihkan dan dicuci dalam air mengalir serta dikeringkan pada tempat terbuka dalam beberapa hari. Lalu dipisahkan dan disimpan kering pada kondisi kelembaban 10-15%. Minyak akar wangi diperoleh dari destilasi uap akar segar atau akar yang telah disimpan selama 6 bulan (untuk meningkatkan kualitas minyak). Sebelum disuling akar dirajang dan direndam selama 10-20 jam. Hal ini agar akar menjadi lembut. Waktu penyulingan bervariasi, tergantung pada habitat dan umur akar. Di Pulau Jawa umumnya proses penyulingan memakan waktu 12-36 jam.

5. Cymbopogon citratus

Cymbopogon citratus merupakan tumbuhan yang masuk ke dalam famili rumput-rumputan atau Poaceae. Dikenal juga dengan nama serai dapur (Indonesia), sereh (Sunda), bubu (Halmahera); serai, serai dan serai dapur (Malaysia); tanglad dan salai (Filipina); balioko (Bisaya), slek krey sabou (Kamboja), si khai/ shing khai (Laos), sabalin (Myanmar), cha khrai (Thailand). Negara asal penghasil Cymbopogon citratus memang belum diketahui dengan pasti, namun penyebarannya meliputi daerah Malesiana (Asia Tenggara hingga Papua). Tanaman ini dikenal dengan istilah Lemongrass karena memiliki bau yang kuat seperti lemon, sering ditemukan tumbuh alami di negara-negara tropis[6].

Umumnya masyarakat memanfaatkan tanaman ini sebagai rempah-rempah dalam masakan, dikarenakan dapat memberikan aroma yang sedap pada masakan[7]. Dalam dunia perdagangan minyak atsiri, Cymbopogon citratus dikenal dengan West Indian Lemongrass Oil (minyak serai dapur India Barat) atau minyak sitratus[6]. Minyak ini digunakan sebagai komponen bahan dalam pembuatan kosmetika, seperti parfum dan shampoo, dll. Selain itu digunakan pula sebagai bahan dalam pembuatan obat-obatan dikarenakan mengandung anti jamur dan bakteri.

Minyak serai dapur dihasilkan dari daun, dan dapat dipanen ketika umur tanaman 6-8 bulan setelah tanam. Daun dapat dipanen sebanyak 3-6 kali setiap  tahunnya selama 4-6 tahun. Jika pemanenan dilakukan secara manual, bagian tanaman yang dipangkas adalah batang, dengan tinggi 10 cm diatas tanah.

Permudaan kembali tanaman dapat dilakukan salah satunya dengan pembakaran. Rata-rata tanaman yang dihasilkan berjumlah 30-50 ton/ha. Berat tanaman tersebut menghasilkan minyak serai dapur sekitar 75-250 kg (0,25-0,50%). Jika dilakukan dengan manajemen yang baik, tanaman akan tetap menghasilkan hingga berumur 4-6 tahun dan berat tanaman yang dihasilkan 100 ton/ha dengan kandungan minyak serai dapur sebesar 0,4-0,6%[6]. Bagian tanaman yang atas menghasilkan 0,6% dari total yang dihasilkan, sedangkan bagian bawah hanya berjumlah 0,15%[6]. Di Indonesia tanaman yang didiamkan selama 2 hari dan disuling selama 1,5 jam akan menghasilkan minyak sebesar 0,43%. Penambahan waktu penyulingan akan menghasilkan minyak yang lebih banyak, namun kandungan sitral akan menurun.

Kesimpulan

Kelompok tanaman Poaceae atau rumput-rumputan diantaranya menghasilkan minyak atsiri. Umumnya berasal dari genus Cymbopogon. Masingmasing jenis tanaman menghasilkan kandungan senyawa kimia yang berbedabeda, meliputi sitral, sitronella dan geraniol.

Daftar Pustaka

[1] Helen H. 2003. Makalah Individu Pengantar Falsafah Sains (PPS702) Program Pascasarjana / S3 Institut Pertanian Bogor.

[2] Internet: http://en.wikipedia.org/wiki/Poaceae

[3] Rout, P K, Sahoo, S, Rao, Y R. 2005. Essential Oil Composition of Cymbopogon microstachys (Hook.) Soenarke Occurring in Manipur. Journal of Essential Oil Research: JEOR, Jul/Aug 2005.

[4] Genzor, J., 1978. Von der duftenden Blume Ylang-Ylang. Philippinische Marrchen.

[6] Internet : Nanan Nurdjannah. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Minyak Ylang-ylang dalam Aromaterapi dan Prospek Pengembangannya di Indonesia; http://www.atsiriindonesia. com/uploaded_files/library_10makalah1_nanan_nurdjannah_aromaterapi.pdf

[6] Oyen, L.P.A dan Dung, N.X. 1999. Plant Resource of South-East Asia No. 19. Essential-Oil Plant. Prosea Bogor. Indonesia.

[7] Internet: Minyak Sereh Dapur/Lemograss Oil. http://ferryatsiri. blogspot.com/2006/10/minyak-sereh-dapur-lemongrass-oil.html

Leave a Comment »

No comments yet.

RSS feed for comments on this post. TrackBack URI

Leave a comment

Create a free website or blog at WordPress.com.