Minyak Atsiri Indonesia

Octivia Trisilawati dan Endang Hadipoentyanti

SERAPAN HARA NPK EMPAT NOMOR HARAPAN Mentha arvensis PADA DUA KONDISI AGROKLIMAT YANG BERBEDA

Oleh : Octivia Trisilawati dan Endang Hadipoentyanti*

* Peneliti pada Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik

ABSTRAK

Tanaman Mentha arvensis merupakan salah satu tanaman penghasil minyak atsiri yang dalam perdagangan internasional disebut minyak cornmint. Di Indonesia tanaman ini belum banyak dikembangkan, sehingga untuk memenuhi kebutuhan minyak mentha dan kristal menthol bagi industri dalam negeri, masih mengimport dengan nilai yang cukup besar. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi hara nitrogen (N), fosfat (P) dan kalium (K) yang terangkut saat panen oleh empat nomor harapan mentha di dua lokasi pertanaman, sebagai langkah awal penentuan kebutuhan pupuk. Penelitian dilakukan di KP. Sukamulya (350 m dpl.) dan KP. Cicurug (550 m dpl.) selama 5 bulan. Bahan tanaman yang digunakan adalah empat nomor harapan M. arvensis (Mear 0010, Mear 0011, Mear 0012 dan Mear 0013). Penanaman dilakukan di dua level ketinggian, yaitu dataran rendah (< 400 m dpl.) dan dataran medium (400 – 700 m dpl.). Analisis hara makro N, P dan K, kadar minyak dan menthol dilakukan di laboratorium Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (Balittro). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan serapan hara N, P dan K, jumlah serapan pupuk Urea, SP-36 dan KCl ke empat nomor harapan mentha serta produksi minyak di dua lokasi penelitian. Pada kondisi agroklimat KP. Cicurug serapan hara dan produksi mentha lebih rendah dibandingkan di KP. Sukamulya. Serapan hara P dari empat nomor harapan di kedua lokasi paling rendah dibandingkan serapan N dan K. Komposisi serapan hara di KP. Cicurug 11,6 N:1 P:13 K, sedangkan di KP. Sukamulya 12,2 N:1 P: 9,3 K.

Kata kunci : Mentha arvensis L., serapan hara N, P dan K tanaman

PENDAHULUAN

Tanaman Mentha arvensis merupakan salah satu tanaman penghasil minyak atsiri yang dalam perdagangan internasional disebut minyak cornmint (minyak mentha Jepang). Minyak cornmint merupakan sumber menthol dan dimentolized oil (minyak yang telah diambil mentolnya) sebagai substitusi minyak perment yang berasal dari tanaman Mentha piperita. Minyak mentha dan mentol banyak digunakan dalam industri makanan, farmasi, rokok, dan pasta gigi (Anon., 1986; Hobir et al., 1994). Untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, Indonesia masih mengimport minyak mentha dan menthol masing-masing sebesar 93,02 ton dan 341,27 ton dengan nilai US$ 1.007.582 dan US$ 3.621.140 (BPS, 2004).

Sejalan dengan meningkatnya kebutuhan akan minyak mentha dan mentol untuk perkembangan industri dalam negeri, peluang pengembangan pembudidayaan tanaman ini di Indonesia sangat baik. Sampai saat ini informasi teknik budidaya yang diperlukan bagi pengembangan tanaman mentha di Indonesia masih sangat sedikit. Salah satu kendala pengembangan budidayanya adalah belum diperhitungkannya kebutuhan hara tanaman secara riil sebagai acuan dalam menentukan dosis pupuk yang dibutuhkan untuk menghasilkan produksi dan mutu terna yang baik. Upaya untuk menentukan jumlah hara yang akan diberikan untuk memenuhi kebutuhan tanaman dipengaruhi banyak faktor.

Beberapa faktor diantaranya adalah produksi terna dan minyak tertentu yang diinginkan, suplai hara yang ada di dalam tanah dan kontribusinya, efisiensi pupuk pada lingkungan dengan agroklimat tertentu, dan lain-lain. Langkah awal yang dilakukan adalah mengetahui sejauh mana hara makro yang terserap/terangkut selama pertumbuhan sampai menghasilkan produksi terna dan minyak mentha tertentu.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi hara makro N, P dan K yang terangkut pada panen pertama dari empat nomor harapan Mentha arvensis (Mear 0010, Mear 0011, Mear 0012 dan Mear 0013) di dua kondisi agroklimat (KP. Cicurug dan KP. Sukamulya) sebagai salah satu dasar penentuan kebutuhan pupuk bagi tanaman mentha.

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilakukan sejak bulan Januari sampai Juni 2008, di dua lokasi di Jawa Barat yang mempunyai level ketinggian berbeda yaitu kebun percobaan (KP). Cicurug (500 m dpl.) termasuk dataran medium dengan jenis tanah latosol merah kecoklatan dan KP. Sukamulya (350 m dpl.), termasuk dataran rendah dengan jenis tanah latosol merah.

Bahan yang digunakan meliputi 4 nomor harapan bahan tanaman Mentha arvensis yaitu Mear 0010, Mear 0011, Mear 0012 dan Mear 0013. Pupuk yang digunakan meliputi sumber hara N, P dan K yaitu Urea, SP-36 dan KCl, serta kapur pertanian dan pupuk kandang sapi. Pupuk Urea, SP-36 dan KCl masing-masing diberikan sebesar 150 kg, sedangkan sebelum penanaman diaplikasikan 2 t kaptan/ha dan 30 t pukan/ha. Penanaman dilakukan dengan jarak tanam 60 x 40 cm, 6 ulangan, ukuran petak 24 m2.

Analisis kandungan hara makro N, P, K tanaman mentha pada panen umur 14 minggu, kadar minyak mentha dan kadar menthol bebas (GC) dilakukan di laboratorium uji tanah dan tanaman serta laboratorium atsiri Balittro, Bogor.

HASIL PENELITIAN

Keempat nomor harapan mentha ditanam di KP. Cicurug yang relatif lebih lembah dan KP. Sukamulya yang relatif lebih kering, dengan kondisi kesuburan tanah seperti tertera pada Tabel 1. Hasil analisis kandungan hara makro N, P dan K keempat nomor harapan Menta arvensis yang dipanen setelah berumur 14 minggu menunjukkan bahwa kandungan N, P dan K terna di KP. Cicurug berkisar 2,47 – 2,68 %, 0,18 – 0,21 % dan 2,04 – 2,41 %, sedangkan di KP. Sukamulya berkisar 2,93 – 3,09 %, 0,21 – 0,23 % dan 1,89 – 2,32 % (Tabel 2). Pada umumnya kandungan hara N dan P terna dari 4 nomor harapan mentha di KP. Sukamulya lebih tinggi dibandingkan di KP. Cicurug, sedangkan kandungan hara K terna sebaliknya, kecuali Mear 0013. Diantara keempat nomor harapan, Mear 0013 mempunyai kandungan hara N, P, K yang lebih tinggi dibandingkan ketiga nomor harapan mentha lainnya. Perbedaan kandungan hara makro N, P, K di kedua lokasi pertanaman mentha dapat disebabkan oleh perbedaan status kesuburan tanah dan kondisi agroklimat kedua daerah tersebut. Hasil analisis hara kedua daerah pertanaman menunjukkan bahwa Kdd pada tanah KP. Sukamulya tergolong tinggi, sedangkan tanah di KP. Cicurug tergolong rendah, selain itu Ca dd pada KP. Cirucug tergolong sedang, dan pada KP. Sukamulya rendah. Kandungan N total dan P tersedia tergolong sedang dan rendah di KP. Cicurug, sedangkan di KP. Sukamulya tergolong rendah dan sangat rendah. Perbedaan hara tersedia di kedua lokasi menghasilkan perbedaan ratio hara makro seperti Ca/K, Ca/Mg , dan lainnya. Ratio hara makro yang tersedia di dalam larutan tanah akan berpengaruh terhadap penyerapan hara tersebut oleh tanaman (Nartea, 1990).

0t1

0t2

Nilai kandungan ketiga hara tersebut bila diperhitungkan dengan bobot kering bagian bawah maupun terna tanaman akan menghasilkan nilai hara yang terserap/terangkut saat panen untuk masing-masing nomor harapan mentha (Gambar 1, 2, 3 dan 4). Terdapat perbedaan pola penyerapan jumlah hara N, P dan K pada bagian bawah, terna maupun total tanaman dari ke empat nomor harapan mentha pada kedua kondisi agroklimat. Besarnya hara yang terangkut di bagian bawah tanaman secara berurutan adalah K > N > P, sedangkan pada tajuk N > K > P dan total hara terangkut adalah N > K > P. Pada umumnya hara K yang terserap dibagian bawah tanaman lebih besar dibandingkan tajuk tanaman. Hara K pada pertanaman mentha di KP. Cicurug dan KP. Sukamulya yang terangkut masing-masing sebesar 52,2 – 69,5% dan 61,5 – 148% lebih tinggi dibandingkan N, sedangkan pada tajuk tanaman, hara N yang terangkut lebih tinggi 6 – 31,4% dan 35,4 – 72,6 % di bandingkan serapan K terna di dua lokasi tersebut. Pemberian dosis pupuk yang sama (150 kg Urea, SP-36 dan KC per ha) menghasilkan rata-rata total serapan hara makro N, P, K di KP. Cicurug lebih rendah dibandingkan di KP. Sukamulya, dengan perbandingan total serapan ketiga hara makro tersebut 11,6 N : 1 P : 13 K di KP. Cicurug, dan 12,2 N : 1 P : 9,3 K di KP. Sukamulya. Kebutuhan pupuk yang lebih tinggi dan komposisi pupuk N dan K yang relatif sama kemungkinan dapat dijadikan pertimbangan untuk memperhitungkan dosis pupuk bagi tanaman mentha yang akan ditanam di KP. Cicurug.

Pola serapan ketiga hara makro pada masing-masing nomor harapan di kedua lokasi menunjukkan pola yang relatif sama pada total serapan hara P, sedangkan untuk hara N dan K lebih bervariasi antar nomor harapan. Di KP. Cicurug, Mear 0011, Mear 0012 dan Mear 0013 menyerap hara K lebih tinggi (22, 25 dan 13 %) dibandingkan N, sedangkan Mear 0010 serapan hara N nya lebih tinggi dibandingkan K. Hal yang berlawanan tampak di KP. Sukamulya, Mear 0010, Mear 0011 dan Mear 0012 menunjukkan total serapan hara N yang lebih tinggi (65, 26, dan 25 %) dibandingkan K. Selain itu, hara N yang terserap pada Mear 0012 tertinggi dibandingkan ketiga nomor harapan lainnya. Banyaknya hara N dan K yang terserap pada Mear0013 relatif sama dibandingkan ketiga nomor harapan lainnya.

0g1

0g4

0g5

Total serapan hara makro N, P dan K masing-masing nomor harapan pada dua lokasi pertanaman bila disetarakan dengan jumlah pupuk Urea, Sp-36 dan KCl yang terangkut pada saat panen disajikan pada Gambar 4. Sejalan dengan nilai serapan ketiga hara makro di atas, respon ke empat nomor harapan tampak berbeda pada pertanaman di KP. Cicurug dengan KP. Sukamulya, walaupun dosis pupuk yang diberikan di kedua lokasi tersebut sama. Dengan pemupukan dosis standar, masing-masing 150 kg/ha untuk Urea, SP-36 dan KCl, dan kondisi agroklimat yang agak berbeda, maka kemampuan tanaman menyerap hara berbeda. Mear 0010, Mear 0011 dan Mear 0012 memperlihatkan kecenderungan yang sama terhadap jumlah Urea, SP-36 dan KCl yang terserap, sedangkan Mear 0013 menunjukkan penyerapan pupuk yang terrendah dibandingkan ketiga nomor harapan lainnya di KP. Cicurug. Respon ke empat nomor harapan tampak lebih tinggi di KP. Sukamulya, dengan lebih besarnya Urea, SP-36 dan KCl yang dapat diserap tanaman. Respon Mear 0013 lebih menonjol dibandingkan M0010 dan M0011.

Tanpa memperhitungkan suplai hara tanah yang ada, dari ketiga jenis pupuk yang diserap tanaman mentha dibandingkan dengan pupuk yang diberikan sebanyak masingmasing 150 kg/ha, pupuk SP-36 paling sedikit terserap, yaitu sekitar 11-27 kg SP-36/ha di KP. Cicurug dan 40 – 65 kg SP-36/ha di KP. Sukamulya. Pada umumnya pengangkutan P dari tanah oleh tanaman amat rendah dibandingkan N dan K, yaitu sekitar 1/3 atau ¼ kalinya ( Soegiman, 1982).

0g6

Hasil analisis kadar minyak maupun menthol bebas menunjukkan bahwa ke empat nomor harapan di KP. Sukamulya mempunyai kadar minyak yang lebih tinggi 70 – 137,5% dibandingkan kadar minyak tanaman tersebut di KP.Cicurug. Akan tetapi kadar menthol bebas ke empat nomor harapan sebaliknya bahkan hampir sama pada kedua lokasi tersebut. Pertanaman di KP. Cicurug mempunyai kadar menthol bebas yang lebih tinggi, yaitu 11,5 – 20 % dibandingkan di KP. Sukamulya.

KESIMPULAN

Pada kondisi agroklimat KP.Cicurug, total serapan hara makro N, P dan K per ha lebih rendah dibandingkan di KP.Sukamulya dengan komposisi serapan hara 11,6 N:1 P:13 K. Mear 0011 menunjukkan serapan hara K dan N tertinggi, diikuti oleh Mear 0012, Mear 0010 dan terrendah Mear 0013. Bobot kering total dan kadar minyak mentha lebih rendah dibandingkan di KP. Sukamulya. dan bobot. Kadar menthol Mear 0011, 0012 dan 0013 lebih tinggi dibandingkan di KP. Sukamulya

Pada kondisi agroklimat di KP.Sukamulya, total serapan hara makro N, P dan K per ha lebih tinggi dibandingkan di KP. Cicurug dengan komposisi serapan hara 12,2 N:1 P: 9,3 K. Mear 0012 menunjukkan serapan hara N dan P per ha tertinggi, sedangkan Mear 0013 serapan hara K tinggi. Bobot kering total dan kadar minyak mentha lebih tinggi dibanding di KP.Cicurug.

Serapan hara P dari empat nomor harapan di kedua lokasi paling rendah dibandingkan serapan N dan K.

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. 1986. Essential and oleoresins. A study of selected procedures and major markets. ITC UNTAD/GATT. P. 32-34.

Biro Pusat Statistik. 2004. Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia. Impor. Jilid II. Volume II. Jakarta.

Hobir, E. Hadipoentyanti, S. Rusli dan I. Darwati. 1994. Evaluasi mutu dan produktivitas beberapa varietas Mentha spp. Prosiding Simposium Hasil Penelitian Pengembangan Tanaman Industri. Buku 2. Bogor, 21-23 November 1994. hal.31-39.

Nartea, R. N. 1990. Basic soil fertility. UP Diliman, Philippines. P. 150.

Soegiman. 1982. Ilmu tanah. Bharata Karya Aksara. Jakarta. 788 hal.

Tisdale , S. L., W. L. Nelson and J. D. Beaton. 1985. Soil Fertility and Fertilizers. 4th ed. The Macmillan Publ. Co. New York. 694p

1 Comment »

  1. Bukannys semakin tinggi suatu daerah kandungan minyak seharusnya semakin tinggi, harusnya daerah tinggi harus dibandingkan juga (1000dpl), dan umur panen juga berpengaruh..

    Comment by acep — January 21, 2011 @ 5:39 am


RSS feed for comments on this post. TrackBack URI

Leave a comment

Create a free website or blog at WordPress.com.